Hanya orang-orang yang terdekat yang lebih mengerti aku. Tapi kenapa tidak dengan kamu, padahal kamu adalah orang yang paling dekat dengan hatiku.
______________________________________
"Kenapa lagi kamu datang terlambat?!! Ini sudah yang keberapa kali?!!" hardik manejer yang menatap Rika dengan tatapan garang. Ia sangat marah pada Rika karena Rika akhir-akhir ini selalu datang terlambat ke kantornya.
Rika hanya bisa menunduk, ia tidak dapat berkata apa-apa lagi, ia sadar kalau semua ini adalah murni karena kesalahannya sendiri. Karena keteledorannya, sebab itu ia datang terlambat ke kantor.
"Ini peringatan terakhir untuk kamu! Kalau kamu terlambat lagi satu kali, maka aku akan memecatmu!!!" ucapnya keras dengan muka merah padam.
Rika terkejut mendengar keputusan manejernya tersebut. Bagai disambar petir di siang hari tanpa mendung dan hujan. Tapi ia tidak dapat berbuat apa-apa karena dia hanyalah karyawan biasa yang selalu melanggar peraturan kantor akhir-akhir ini.
"Tapi Pak...."
"Ah.... Sudah sana, kerja kamu!!" ucapnya dengan kesal sambil melambaikan tangannya mengusir Rika dari ruangannya tanpa menoleh sedikitpun pada Rika.
Rika kembali diam dan tidak meneruskan kata-katanya yang pasti akan berbuntut panjang. Untung ia tidak dipecat hari ini juga, coba kalau dipecat, harus berkata apalagi dirinya pada suaminya. Dia hanya menunduk dan tidak membantah apa yang dikatakan oleh manejernya. Keputusan manejernya kini sudah final, tidak ada lagi kesempatan yang lain. Semua kembali tergantung pada dirinya dan kedisiplinannya.
Semua ini memang salahnya, karena pagi tadi dia harus membeli makanan dulu untuk suaminya yang ingin memakan rendang dari restoran mahal yang biasa ia pesan, padahal dia menyadari kalau waktu itu saatnya untuk berangkat ketempat kerjanya, kalau tidak maka akan beresiko pada keterlambatannya. Ia juga tidak dapat menolak permintaan suaminya yang nyatanya hanya berdiam diri di rumah saja. Bahkan uang sakunya untuk naik taksi sudah habis diambil oleh suaminya tanpa pertimbangan sedikitpun padanya. Sehingga semua itu membuatnya kesusahan mencari alat transportasi untuk menuju kantornya. Dan keputusannya salah besar karena mengambil langkah dengan berjalan kaki untuk menuju ketempat kerjanya yang memakan waktu 30 menit.
Dengan perlahan ia berjalan meninggalkan ruangan manejernya untuk menuju ke kubikelnya. Ia benar-benar kepikiran dengan peringatan dari manejernya. Kalau ia dipecat maka otomatis semua biaya rumah tangga mereka akan berhenti karena untuk setahun ini dia adalah tulang punggung keluarga.
"Hei... ada apa dengan wajahmu? Kusut sekali," tegur Ambar sambil berbisik. Ia menatap Rika yang mendudukan dirinya pada kursi kubikelnya dengan perlahan.
Tanpa menoleh ia menjawab. "Biasa, dapat peringatan dari Manejer," jawab Rika lesu.
"Akhir-akhir ini kamu sering terlambat, memangnya ada masalah apa?" tanya Ambar yang masih menatap kearah Rika yang baru saja menghidupkan mesin komputernya.
"Iya, gara-gara itu aku mendapatkan peringatan. Ceritanya panjang," ucap Rika mendesah sambil membalas menatap kearah Ambar dengan tersenyum. Senyum penyemangat diri, karena hanya itu yang bisa ia lakukan untuk sekarang dan berusaha fokus dengan apa yang ada didepannya.
Ambar menatap prihatin kearah Rika. Ia tahu persis permasalahan apa yang dihadapi oleh Rika, pasti tidak jauh-jauh dari suaminya. Suaminya yang hanya bisa menyusahkan istrinya. Dimata Ambar, suami Rika tidak lain adalah seorang pengangguran yang sangat pemalas dan suka memeras istrinya sendiri. Bagaimana tidak, dia selalu meminta hampir seluruh gajih Rika, sedangkan dirinya hanya makan dan tidur saja di rumah tanpa memikirkan kelelahan istrinya. Ia sangat tidak menyukai Angga sejak dulu selagi mereka sudah saling mengenal.
"Udah, lanjutkan kerjanya. Makan siang nanti kamu bisa berbagi cerita sama aku, berkeluh kesah juga," Ambar tersenyum dan menyemangati Rika dengan mengepalkan tangannya keatas dan berbisik kata semangat.
Rika membalas hal yang sama persis dengan yang dilakukan oleh sahabatnya, Ambar. Ia ingin melupakan sejenak permasalahan yang sedang dihadapinya. Rika berkutat dengan pekerjaannya, ia berusaha fokus dengan apa yang sedang dikerjakannya. Walau bagaimanapun juga, ia harus profesional dalam bekerja dan mengesampingkan urusan pribadinya.
"Rika, laporan yang saya tugaskan padamu untuk membuatnya, apakah sudah selesai kamu buat?" tanya Randy, yang merupakan kepala divisi bagian keuangan. Ia sudah berdiri disamping kubikel Rika.
"Sudah Pak! ini laporannya!" ucap Rika sambil menyerahkan laporan yang sudah diraihnya dari atas mejanya dan diserahkannya kepada Randy.
Randy menerima laporan tersebut, ia mengangguk dan menatap Rika sesaat. "Ini akan saya periksa terlebih dahulu," ucapnya sambil berjalan meninggalkan kubikel Rika menuju kearah ruangannya.
Rika menganggukan kepalanya, ia kembali berkutat dengan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi, setelah kepergian Randy dari hadapannya.
Tidak terasa waktunya makan siang sudah tiba. Rika merenggangkan tangannya yang terasa pegal karena mengetik, ia juga memijat batang hidungnya dengan perlahan sambil memejamkan matanya sesaat. Kemudian membuka matanya dan membereskan kekacauan yang ada di meja kubikelnya. Tidak lupa ia menyimpan data yang ada di komputernya dan mematikannya.
"Rika, kita makan ke kantin yuk!" ajak Ambar sambil mendekat kearah kubikel Rika.
Rika menatap kearah Ambar, ia ingin mengutarakan sesuatu tapi ia terlihat ragu. Ia merasa malu karena akhir-akhir ini ia terlalu sering merepotkan sahabatnya, walaupun ia dan Ambar bersahabat sejak mereka masih SMP tapi tidak mungkin ia selalu bergantung pada sahabatnya itu.
"Sudah, biar aku yang mentraktir kamu. Kamu sedang tidak ada uangkan?" tanya Ambar sambil tersenyum tipis, ia seperti seorang cenayang yang mampu membaca pikiran Rika.
Mata Rika beralih menatap kearah Ambar sesaat, kemudian ia menundukan kepalanya perlahan sambil meringis. Ia merasa selalu merepotkan sahabatnya sendiri tanpa bisa membalas kebaikannya.
"Ambar, aku masih kenyang kok, aku masih bisa minum saja kok," jawab Rika sambil tersenyum, ia berusaha mengelak kali ini, dan berusaha menyembunyikan keadaan dirinya yang sebenarnya, bahwa pagi tadi ia bahkan belum sempat sarapan sama sekali karena terlalu sibuk melayani suaminya.
"Sudah, tidak apa-apa. Yuk, kita kantin! Keburu habis waktu istirahat," ajak Ambar sekali lagi sambil melihat kearah jam yang bertengger manis di pergelangan tangannya.
Namun Rika tetap menolak. "Tapi... aku...."
"Atau aku pesankan saja untukmu, gimana?" tanya Ambar lagi.
"Jangan! kamu___," Rika tampak terdiam setelah Ambar menyambar ucapannya.
"Ya sudah, temani aku makan saja kalau begitu, bagaimana?" kata Ambar yang dengan cepat memotong kata-kata Rika. "Kamukan tadi sudah janji untuk cerita masalah kamu sama aku, jadi aku minta kita kekantin sekarang saja. Disana bisa lebih santai sedikit," ucapnya lagi.
"Tapi aku tidak bisa membalas kebaikan kamu, Mbar," ucap Rika merasa tidak nyaman sambil menatap teduh kearah Ambar.
"Ya ampun Ka, kamu kayak kesiapa aja. Dengan keadaan kamu baik-baik saja, itu sudah cukup membalas semua jerih payahku dan kebaikan yang kuberikan padamu."
Rika tampak berpikir dan sesekali menatap kearah Ambar yang menunggunya sejak tadi dengan setia. Ia jadi semakin merasa bersalah karena sudah mengulur-ulur waktu istirahat mereka.
"Jangan sungkan begitu dong Rika, biasa saja. Akukan sahabat kamu dan akan selalu ada untukmu," ucap Ambar meyakinkan.
Rika masih menatap Ambar, ia terharu mendengar penuturan Ambar yang terdengar sangat tulus. Ia terkesan dengan semua kebaikan Ambar padanya selama ini, dan kembali dihampiri perasaan bersalah karena menolak kebaikan yang ingin diberikan oleh Ambar padanya. Biasanya, ia tidak pernah menolak ajakan Ambar sedikitpun dan mereka akan selalu kompak dan saling berbagi cerita apa saja mengenai diri masing-masing diselingi dengan candaan.
•
•
•
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Ndokmi Ajja
masih nyimak....
2020-11-14
0
Liana
nyimaak dulu..
agak deg degan bacanyaa
2020-11-01
2
Khu Zai Mah
bikin deg dekan baca nya
2020-10-31
2