Aya melangkah ragu-ragu keluar dari ruangan rahasia itu. Sampai akhirnya dia sudah melihat dengan matanya sendiri ternyata Nadine tidak ada lagi di sana. Barulah dia bernapas lega. Aya pikir, mungkin dia tidak akan bermasalah dengan Resta karena lelaki itu sudah mengatakan akan membuatnya nyaman dan tidak akan melakukan yang tidak seharusnya. Namun, baginya Nadine lebih mengerikan daripada itu semua.
“Lepasin Pak,” ucap Aya sopan. Menyadari Resta belum juga melepaskan genggaman tangan darinya sampai mereka sudah keluar dari ruangan.
“Maaf.” diperingati, lelaki itu langsung melepaskan, dan langsung menuju meja kerjanya, begitu juga dengan Aya.
Aya duduk di hadapan komputer, matanya tertuju ke layar. Pikirannya menguar entah ke mana-mana. Apa yang baru saja dia lakukan? curhat dengan bos tentang masa lalunya? apa itu tindakan yang tepat? dia berharap semoga saja Resta tidak menilai negatif tentangnya.
Begitupun dengan Resta, lelaki itu terdiam dan larut dalam lamunan, pemikiran yang ada di kepalanya adalah Aya. Perempuan yang kini telah dia anggap cantik dan pernah mengalami hal pahit dalam dunia kerja. Ya dia cantik, pantas saja orang ingin memilikinya dengan cara yang curang. Semakin tahu tentang Aya, semakin banyak pertanyaan yang ada di kepalanya.
Aya melirik ponselnya yang baru saja menerima sebuah pesan singkat.
Bu Nita
Bisa nggak kita meeting berdua aja, kamu ke ruangan saya sebentar. Tapi jangan bilang sama Pak Resta kalau kamu mau ketemu saya.
Pesan dari seseorang yang dipercayakan sebagai bendahara di perusahaan Resta. Aya merapikan rambutnya, bercermin melalui kamera ponsel untuk memastikan penampilannya sebelum pergi keluar dari ruangan.
“Pak, saya permisi sebentar, boleh?” tanya Aya hati-hati. Apalagi melihat Resta yang sepertinya sedang banyak pikiran.
“Mau ke mana?”
“Ke bawah sebentar, Pak. Mau ketemu teman, ada teman saya di depan.” terpaksa Aya berbohong.
Resta mengangguk. “Jangan lama.”
“Iya, Pak.” setelah mendapat izin, baru Aya berani memgambil langkah cepat.
Aya Tiba di sebuah ruangan yang isinya ada tiga manusia berbeda-beda jenis. “Permisi, mau ketemu Bu Nita.” Aya langsung menjadi pusat perhatian saat itu.
“Masuk aja,” ucap seseorang di sana. “Ruangannya ada di situ.” lanjut wanita itu sambil menunjuk ke salah satu sudut ruangan.
Aya mengangguk sopan, dia mengabaikan tatapan orang-orang yang aneh melihatnya saat itu. Tidak masalah baginya, karena ini sudah menjadi bagian dari resiko penampilannya yang sedikit tidak biasa.
Hari ini, Aya mengenakan celana hitam, super longgar dan blouse hitam juga dengan ukuran yang kebesaran. Semua pakaian yang dia kenakan saat pergi ke kantor, tidak pernah ada yang mencetak jelas tubuhnya.
“Duduk kamu, saya mau nanya sesuatu!” titah wanita yang usianya di awal empat puluhan itu. Setelah Aya masuk ke ruangannya, terlihat seorang wanita berkacamata, hampir sama dengannya. Di atas meja kerja wanita itu begitu banyak tumpukan lembaran kertas, seolah menandakan bahwa dia sedang banyak sekali pekerjaan.
“Ada apa Bu?” tanya Aya setelah duduk di hadapan Nita.
“Kamu, siapanya Pak Resta?” Nita menatapnya serius.
“Saya?” Aya menunjuk pada dirinya sendiri. “Seperti yang Ibu tau, saya sekretarisnya,” jawab Aya santai.
“Ya itu saya tau, maksudnya saya. Selain itu? punya hubungan apa? sepupu, teman dekat, saudara atau-”
“Enggak ada Bu, kami juga baru kenal beberapa hari yang lalu.” tegas Aya.
“Aneh.” gumam Nita, masih menatap tajam pada lawan bicaranya. Tidak hanya itu, Nita juga memperhatikan setiap bagian wajah wanita muda di hadapannya.
“Aneh gimana Bu? penampilan saya?” tanya Aya sarkas, merasa tersindir.
“Aneh aja, baru kenal… tapi masa sih Pak Resta percayakan keuangannya ke kamu? pakai nyerahin rekening perusahaan segala. Siapa kamu?” tanya wanita itu dengan nada bicara yang tidak mengenakkan.
“Bu, andai saya bisa memilih. saya juga nggak mau dipercayakan seperti ini.” Aya menatap tak suka pada lawan bicaranya tidak peduli siapa wanita itu.
“Alasan, kamu aja yang pintar cari muka sama Pak Resta, makanya semua diserahkan ke kamu. Nih laporan pemasukan dan pengeluaran bulan ini.” Wanita itu menyerahkan setumpukan berkas berserakan ke hadapan Aya.
“Ini?” tanya Aya tak percaya. Dia bahkan tak menanggapi tuduhan tentang cari muka itu. Aya terlalu malas berdebat dan berurusan terlalu lama dengan orang yang dia anggap tidak menyukainya. Baginya, hanya buang-buang waktu saja.
“Ya, kenapa?”
“Kenapa nggak beraturan dan berantakan begini, Bu?” protes Aya.
“Kamu berani protes? merasa hebat karena dikasih kepercayaan sama Pak Resta?” sentak wanita itu.
“Bukan begitu, Bu. Tapi-“
“Udahlah jangan belagu, itu semua rincian bulan ini.” Nita menggerakkan tangannya tanda dia mengusir dan menyuruh Aya keluar dari ruangan.
“Saya minta soft copy nya aja, untuk apa kertas sebanyak ini saya bawa-bawa?” Aya berdiri. Namun, tidak membawa tumpukan kertas yang diserahkan Nita.
“Ribet banget kamu, ya!” wanita itu menggeram kesal. Jelas saja dia kesal karena posisinya secara tidak langsung tergantikan, dia tak lagi diberi kepercayaan memegang rekening. Hanya sebagai alat pembayar dan memegang uang sesuai dengan kebutuhan saja.
“Tolong ya Bu,” pinta Aya sekali lagi. “Saya mau sofcopynya aja. Kirim ke email saya.” Aya keluar dari ruangan itu dengan perasaan menang. Baru di tempat ini, bukan berarti Aya minim pengalaman, maka Aya tidak takut untuk bertindak jika menurutnya itu benar.
***
Aya kembali tepat sekitar sepuluh menit dia keluar dari ruangan, agak tergesa-gesa agar bosnya itu tidak menunggu terlalu lama. Apalagi, telah diperingati agar jangan terlalu lama. Aya melirik arlojinya dan membuatnya semakin terburu-buru.
“Pak, kita ada meeting hari ini. Tanda tangan kontrak kerjasama dengan pihak Wedding Organizer your beautiful bride, untuk pembuatan souvenir pernikahan.” Aya mendorong pintu bersamaan dengan kalimat yang keluar dari mulutnya. Napasnya sedikit terengah-engah saat dia berhadapan dengan Resta karena dia berlarian dari lifit menuju ruangan.
“Santai Aya, kenapa tergesa-gesa? sampai lupa cara bernapas.” Resta menertawakan sekeretarisnya.
“Masalahnya Pak, setengah jam lagi. Kita terlalu lama terjebak di sana sampai saya lupa ada jadwal hari ini.” jawab Aya dengan nada tegas, dia membuka lemari penyimpanan, mengambil sebuah map berbahan plastik yang di dalamnya berisi surat perjanjian kerjasama sudah dia siapkan sejak kemarin.
“Setengah jam lagi?!” protes Resta. “Kalau begitu kita pergi sekarang.” kali ini lelaki itu yang terlihat tergesa, meraih ponsel dan remot mobilnya di atas meja.
“Baik Pak.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
good Aya ... 👏👏👏👍👍👍
2023-05-23
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
hmmmm ... mak lampir no.2 ini mah .... 🙄
2023-05-23
0
🍊𝐂𝕦𝕞𝕚
patut perusahaan mu hampir bangkrut sepertinya ada orang dalam yang curang akan pekerjaan nya tanpa kamu sadari
2022-07-09
0