Trauma

Aya masih bisa berpikir jernih. Agar persembunyian mereka sempurna, dia tidak lupa mengaktifkan mode silent di ponselnya. Aya masih duduk bersila di lantai, menatap layar ponselnya entah apa yang sedang dilihatnya. Dia hanya berpura-pura sibuk, agar tidak canggung. Sesekali, dia juga mengusap wajahnya seakan frustasi.

“Kamu, punya pacar?” tanya Resta riba-tiba. Sebuah pertanyaan yang tidak Aya sangka akan keluar dari mulut Resta.

Aya menggeleng pelan, lidahnya terlalu kelu untuk menjawab. Dia hanya sedang takut. Banyak ketakutan yang menerpa padanya kini. Salah satunya, dengan suasana ini. Terjebak berdua dengan seorang laki-laki, seorang atasannya. Hanya saja kali ini tidak disengaja dan Resta adalah laki-laki muda, tidak seperti beberapa bulan lalu, dia hampir dinodai oleh bosnya sendiri.

“Kamu kenapa?” Resta menyadari, ada sesuatu yang tidak beres dengan gadis itu. Dia yang awalnya berbaring, kini duduk dan menatap Aya lebih serius.

Aya terlihat gelisah, sesekali dia menekuk dan memeluk lututnya. Menyandarkan kepalanya pada lutut. Matanya mulai berkaca-kaca.

Resta mendekat padanya, sungguh dia tidak memiliki niat lain. Hanya ingin memastikan sekretarisnya tidak apa-apa.

“Jangan mendekat, Pak!” titah Aya, dengan suara berbisik, Aya masih bisa menahan suaranya saat itu.

“Kamu nggak apa-apa? kenapa nangis, Ya? saya nggak apa-apain kamu.” Resta masih menatapnya, kali ini dengan jarak agar Aya tidak merasa terbelenggu.

“Nggak apa-apa Pak.” Matanya tak lagi berkaca, melainkan air mata sudah mengalir deras di pipinya.

“Sabar, kamu nggak suka dengan keadaan ini, saya tau… sabar sampai Nadine pergi, saya harap kamu mengerti,” ucap Resta penuh penyesalan. Dia juga tidak ingin seperti ini.

“Iya Pak.” Aya menyeka air matanya, dia bisa tenang mendengar suara Resta yang sepertinya memang tidak akan punya niat lain padanya.

“Atau kamu punya masalah lain, bisa cerita sama saya, Ya.” Resta merasa iba, pada gadis itu. Di antara beberapa sekretarisnya yang lama, Aya yang paling unik, paling tidak banyak tingkah, penurut juga tidak genit seperti yang ditakutkan Nadine.

“Saya punya trauma,” ucap Aya pelan. Dia mencoba tersenyum bersama dengan tangisnya.

Entah mengapa membuat hati Resta teriris. Gadis penuh misteri yang berhasil membuatnya penasaran. Tentang siapa dia sebenarnya, bagaimana keluarganya, kesehariannya dan mengapa dia rela menutupi wajah cantiknya hanya untuk pekerjaan?

“Trauma, kenapa?” Karena Aya sudah membuka suara, Resta akan penasaran jika tidak meneruskan.

“Sebenarnya, saya resign dari pekerjaan lama bukan karena saya nggak sanggup dengan pekerjaannya, bukan juga karena pusing harus melihat angka-angka setiap hari. Tapi, bos saya yang dulu hampir…”

Resta berkerut kening, menanti Aya meneruskan ceritanya. Namun, melihat gelagat Aya yang gelisah dan ketakutan saat ini, dia paham sepertinya Aya pernah mengalami pelecehan?

Aya mencengkeram erat kerah bajunya lalu dia kembali menangis. Sebenarnya, trauma ini sudah hampir hilang dari ingatannya. Hanya saja, keadaan sekarang membuatnya harus mengingat lagi.

“Kalau kamu nggak sanggup nerusin cerita, nggak apa-apa. Saya paham. Lupakan itu, di sini kamu akan baik-baik aja.“ Resta mencoba menguatkan dan memberi semangat hanya dengan kata-kata. Meski sebenarnya ingin sekali melakukan kontak fisik, seperti memberi pelukan misalnya? tapi dia sadar akan posisinya yang bukan siapa-siapa.

Aya mengangguk. “Maafkan saya, karena Bapak harus dengar cerita saya ini.”

“Nggak apa-apa, Ya. Santai aja, yang penting kamu harus ingat… di sini kamu akan aman, saya pastikan itu. Mungkin saya nggak sebaik laki-laki lain di luaran sana. Tapi saya masih tau batasan, apa yang seharusnya dan nggak seharusnya. Saya nggak akan ngerusak orang yang benar-benar menjaga dirinya.” Resta benar-benar menganggap bahwa Aya pernah mengalami hal yang mengerikan, pemerkosaan lebih tepatnya. Memang terlihat pilu, tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain memberi motivasi melalui kata-kata.

Aya mengangguk meski kurang paham dengan maksud dari ucapan Resta barusan.

Aku pergi dulu, temanku ngajak ngemall. Ntar sore kita ketemu, janji ya?

Resta tersenyum membaca pesan dari Nadine.

Pergilah, hati-hati. Oh ya, kalau udah di mobil, kirim selfi dulu. Kangen.

Resta berkilah, mencari alasan agar dia bisa memastikan bahwa kekasihnya itu benar-benar sudah pergi.

Nih. Beberapa detik kemudian, Resta menerima sebuah foto selfi dari Nadine, menandakan bahwa dia sedang berada di lobi kantor. Dan detik itu juga, Resta mengajak Aya keluar.

“Berdiri, Ya. Nadine udah pergi.” Lelaki itu mengulurkan tangannya agar di sambut oleh Aya.

Aya mendongak menatap Resta, terlihat ragu untuk menyambut itu. “Saya nggak akan berbuat kurang ajar atau melecehkan kamu, tenang aja. Ini hanya bentuk kepedulian atasan pada karyawannya. Ayo kita keluar, atau kamu masih mau di sini?” Resta masih membiarkan tangannya terulur sampai Aya menyambutnya.

“Saya mau keluar dari sini, makasih Pak.” akhirnya tangan mereka bertaut untuk pertama kalinya. Bahkan, saat pertama bertemu, mereka juga tidak berjabat tangan.

***

Untuk yang pada protes dan nggak rela Aya sama Resta, suruh cari yang lain aja, dan sebagainya… aku harus gimana ya? karena alur dan outline novel ini memang aku buat seperti ini. Kalau katanya suruh ganti yang lain, Resta itu kan tokoh utamanya. Jalan satu-satunya kalau pada nggak rela ya novelnya aku stop aja nggak usah dilanjutin. Selagi belum di kontrak sama Nt 🙏

Gampang kan😂

Terpopuler

Comments

🌾lvye🌾

🌾lvye🌾

lanjut

2022-12-01

0

Arif Muzakki

Arif Muzakki

semangat kak💪💪💪💪

2022-09-28

0

Nesya Fandrina

Nesya Fandrina

eh, apaan sih thor, semngatt bngett loh aq nya baca novel ni, seruuu bngettt ceritanya😍🥰

2022-07-24

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 62 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!