Di dalam swalayan itu, juga menjual beberapa jenis makanan instan, Aya mengambil salah satunya, juga sebotol air mineral. Setelah membayar, dia duduk di salah satu kursi yang tersedia. Mengambil ponselnya yang basah karena air hujan, Aya bersyukur ponselnya masih berfungsi. Satu-satunya orang yang dia ingat dan akan dia hubungi saat itu adalah Endri sepupunya.
menempelkan ponsel pada telinganya, Aya menunggu dengan perasaan gelisah, tak keruan, sebab Endri belum menerima panggilannya. Aya tidak menyerah, enam kali dia memanggil dan akhirnya lelaki itu menjawab.
“Mas, a-ku mau minta tolong,” suara Aya bergetar, karena dia sedang menahan dingin, suhu AC yang ada di swalayan itu sangatlah dingin baginya yang kian basah kuyup karena hujan.
“Ada apa, Ya?” tanya Endri.
“Maaf kalau aku menganggu, aku to the point nih Mas. Bisa nggak aku pinjam uang?” tanya Aya takut-takut. Namun, hatinya berharap lelaki itu dapat membantunya saat ini.
“Uang? berapa?” Endri saat itu berusaha menghindar dari kerumunan manusia. Namun, suara dentuman musik masih terdengar jelas, membuatnya kesulitan berbicara dengan Aya.
“Sepuluh juta, Mas. Aku dikejar sama-“
“Oke, aku ngerti. Kirim nomor rekening kamu, sekarang!” titah lelaki itu.
Aya memejamkan matanya, dia bernapas lega. Merasa bersyukur, lelaki yang satu ini selalu bisa menjadi penyelamatnya. “Oke Mas, makasih, nanti aku ganti kalau-“
“Udah Aya, nggak masalah. Kalau aku boleh tau, berapa lagi sisanya?”
“Sekitar seratus ju-ta, Mas,” jawab Aya terbata. Ya memang itu lah sejumlah utang peninggalan ayahnya yang kini sedang mendekam dalam penjara.
“Wow, lumayan juga.”
“Mas, makasih banyak. aku nggak tau gimana lagi harus bilang makasih.”
“Hm, kamu cukup tetap hidup dengan baik dan nggak menyiksa diri, itu aja Ya. Aku kirim sekarang.”
Endri mengakhiri panggilannya. Jauh dalam hatinya dia iba dengan gadis itu. Kalau bukan dia, siapa lagi yang akan peduli? tidak ada. Selama ini Endri juga membantu Aya secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui orang tuanya.
Gadis itu kaget menatap layar ponselnya, dia baru saja menerima sms banking. Uang sejumlah dua puluh juta masuk ke dalam rekeningnya. Endri mengirim dua kali lipat dari yang dia butuhkan.
gadis itu menangis terharu. Masih ada orang baik yang peduli padanya.
Aya enggan berhadapan dengan para penagih utang itu malam ini, dia memilih mencari penginapan dengan harga murah untuk menjadi tempatnya berteduh malam ini. Menggunakan taksi online, Aya pergi ke sebuah penginapan. Bukan hotel berbintang, melainkan penginapan sederhana yang bisa dia pesan melalui sebuah aplikasi.
Tiba di sana, Aya langsung menaikkan suhu AC yang sudah diatur terlebih dahulu. Dia membuka semua pakaiannya lalu beranjak ke kamar mandi membersihkan diri. Sejak kembali bekerja, baru kali ini dia pulang malam. Rasanya terlalu lelah, mungkin karena sudah lama tidak beraktifitas di luar rumah. Tidak memiliki pakaian lain, dia hanya mengenakan ********** saja malam itu, lalu beranjak tidur menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
***
Nadine membuka mata, saat matahari sudah meninggi. Dia menggerakkan satu kakinya untuk memastikan sesuatu. Matanya langsung terbuka kala menyadari Resta tidak ada di sampingnya. “Sayang…” panggilnya pelan pada sang kekasih.
“Resta?!” Nadine melangkah menuju kamar mandi, tidak ada siapapun di sana. Membuatnya menggeram kesal. Lelaki itu pergi tanpa pamit.
“Emangnya aku cewek panggilan? selesai pakai, langsung ditinggal pergi?!” ucapnya menggeram kesal. Dia mengambil ponsel, ternyata sudah jam sembilan pagi. Wajar saja jika Resta menghilang, lelaki itu pasti sudah pergi ke kantornya.
***
Resta mengetuk meja dengan jari telunjuknya. Berulang kali dia melirik arloji di tangannya.
Ada apa dengan Aya? dia bergumam di hati. Sekretarisnya belum tiba. Bahkan kini sudah mendekati pukul sepuluh.
Mengambil ponsel, dia menyadari bahwa belum menyimpan nomor Aya. Resta membuka sebuah lemari khusus penyimpanan file, mengambil sebuah map di sana. Saat dia membuka map, pandangan pertamanya melihat pas foto seorang Widi Naraya tanpa kaca mata, membuatnya mengerutkan kening.
Aneh. dalam hati Resta mengejek gadis itu. Ya memang aneh dan terlihat jauh berbeda dari pada Aya yang dilihatnya di dunia nyata.
“Permisi Pak, maaf saya terlambat.” Aya masuk ke ruangan dengan gelagat yang tergesa-gesa. Dia membuka tas selempangnya, sambil berjalan mendekati Resta.
“Maaf ya Pak,” ucapnya sekali lagi.
“Baru aja saya mau nanyain kamu, masih mau kerja atau enggak-“
“Ya masih lah Pak,” sahut Aya cepat.
“Siapa tau kamu nyerah, setelah saya kasih tugas tambahan.” Resta meletakkan kembali map yang sedang dipegangnya. Lalu dia duduk di kursi kerjanya.
“Enggak Pak, saya nggak nyerah.” sungguh Aya tidak ingin kehilangan pekerjaannya saat ini.
“Kenapa kamu telat?” Resta menatap gadis berkaca mata itu dengan tatapan serius. Lalu tanpa sengaja pandangannya turun ke leher putih mulus milik Aya, terdapat beberapa bercak kemerahan di sana.
“Sa-saya.”
“Udah, nggak usah kamu jelaskan. Saya tau kenapa. Tapi lain kali, bilang sama pacar kamu, jangan mengakhirinya sampai terlalu larut malam, karena besoknya kamu harus bekerja dan harus pergi pagi.”
Aya menggeleng, sungguh tidak mengerti apa maksud ucapan bosnya itu. “Maksud Pak Resta gimana? banyak hal yang saya alami sejak malam tadi, makanya saya telat hari ini.
Resta tertawa sarkas. “Oh ya, tentu banyak yang kamu alami pastinya, sampa meninggalkan bekas di leher dan rahang kamu, sebanyak itu?” sindir Resta.
Aya menutupi lehernya dengan kerah baju yang dia naikkan ke atas. “Jangan negatif Pak, saya alergi. Tadi malam, saya nggak sengaja makan makanan yang mengandung udang.” Aya balik badan, segera menuju meja kerjanya, malas berdebat pagi ini, apalagi itu dengan bos.
“Kamu alergi? sekarang, gimana keadaan kamu?”
“Iya, pagi tadi saya harus ke apotik dulu beli obat. Seperti yang bapak lihat, saya baik-baik aja.” Bodohnya Aya saat ini mengenakan pakaian yang sedikit memperlihatkan kulit lehernya yang meninggalkan banyak bekas gatal-gatal karena alergi. Dia bukan hanya singgah ke apotik pagi tadi. Melainkan dari penginapan, Aya juga pulang menuju kosnya untuk mengganti pakaiannya. Tidak mungkin dia pergi bekerja dengan menggunakan pakaian yang sama dengan kemarin. Apalagi sudah terkena hujan dan mengering dengan sendirinya.
“Memangnya kamu nggak bisa kabarin saya kalau kamu telat?”
“Hape saya low bat-“
“Alasan apalagi itu? nggak punya charger hape di rumah?”
Aya diam, dia tidak mampu lagi menjawab pertanyaan Resta. Tidak mungkin dia menjelaskan terlalu detil tentang apa yang dia alami semalam, bukan? Siapa Resta, hanyalah atasannya, bukan teman curhat atau tempat menampung keluh kesahnya.
“Nggak bisa jawab, kan?” sindir lelaki itu lagi.
“Maaf Pak.” ya hanya maaf yang mampu dia ucapkan saat ini. Perdebatan pagi ini berakhir karena Resta keluar ruangan menerima panggilan telepon.
😥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
mendadak berdebar-debar ya Res ? 😅😅
2023-05-23
0
🍊𝐂𝕦𝕞𝕚
Resta kepo nih sama aya
2022-07-09
0
iyut_PAntes
negatif tingking bae
2022-07-05
0