Suara decit ban mobil terdengar di depan gerbang vila Chrysant. Dion, sang asisten, segera membukakan pintu mobil untuk Raja.
Dion tahu bahwa Raja sudah tidak sabar lagi untuk menangkap gadis bernama Cleantha. Pengalamannya mendampingi Raja selama bertahun-tahun, membuatnya hafal setiap makna dari ekspresi bosnya itu.
"Tuan, apa benar Anda tidak mau bertemu dua peserta lainnya?"
"Aku berubah pikiran, Dion. Aku akan menemui dua gadis yang lain terlebih dulu. Aku ingin membuat gadis pembohong itu menunggu dalam kecemasan sebelum dia jatuh ke tanganku."
"Baik, Tuan."
"Satu lagi, Dion. Tolong siapkan surat perjanjian pranikah sesuai instruksiku tadi. Aku akan memaksa Cleantha menandatanganinya hari ini juga."
"Iya, Tuan."
Dion mengiringi langkah Raja menuju ke dalam vila.
Sementara di kamarnya, Moza tengah menunggu seorang diri dalam ketidakpastian.
Sepanjang pagi, ia telah dirias oleh petugas make up yang diutus oleh Bu Siska. Ia juga diharuskan mengenakan gaun berwarna peach lembut yang berbahan seperti sutera. Nampaknya semua persiapan khusus dilakukan demi menyambut kehadiran sang tuan besar.
Selesai dirias, Cleantha dan dua gadis lainnya diantar kembali ke kamar. Mereka tidak punya kesempatan untuk berbicara satu sama lain.
Bak calon pengantin yang akan dipingit, mereka tidak diizinkan keluar kamar sebelum dipanggil.
Sambil menanti, Cleantha dibuat keheranan memandang perubahan dirinya. Barangkali akibat efek make up dan gaun mahal yang dipakainya, ia telah menjelma dari upik abu menjadi puteri cinderella.
"Apa standar orang kaya sangat tinggi, sehingga calon pengasuh anak mereka harus dirias seperti ini?"
batin Cleantha bertanya-tanya.
Cleantha menempelkan daun telinganya di pintu. Mencoba mendengarkan apakah ada tanda-tanda kedatangan Raja Adhiyaksa di vila itu. Namun sayang tidak terdengar bunyi apapun selain tarikan nafasnya sendiri.
Belum sempat ia menjauh dari daun pintu, seseorang mendadak mengetuk pintu kamarnya dengan keras. Cleantha terlonjak kaget dan hampir kehilangan keseimbangan.
"Iya," sahut Cleantha buru-buru membukakan pintu.
Begitu pintu terbuka, Cleantha disambut oleh tatapan tajam Bu Siska.
"Sedang apa, Nona Cleantha?" tanya Bu Siska mengerutkan alisnya.
"Tidak ada, Bu."
"Nona, sekarang giliran Anda yang dipanggil Tuan Raja. Mari ikut saya. Jangan membuat Beliau menunggu lama," ucap Bu Siska segera membalikkan badannya.
Kaki Cleantha berpacu ke depan, mempercepat langkahnya agar tidak tertinggal jauh oleh wanita gesit itu.
Mereka menyusuri koridor dan berhenti di depan pintu kayu berwarna hitam.
"Nona, Tuan sudah menunggu Anda. Silakan mengetuk pintu dulu, setelah itu langsung masuk ke dalam. Pintunya tidak dikunci."
Tanpa basa-basi, Bu Siska pergi meninggalkan Cleantha. Ia bahkan tidak menoleh ketika Cleantha berusaha memanggilnya.
"Sekarang aku harus bagaimana? Apa sebaiknya aku mengetuk pintu saja?"
Telapak tangan Cleantha mendadak terasa dingin dan berkeringat.
Sambil menggigit bibir bawahnya, ia mulai mengetuk pintu besar itu tiga kali.
Sunyi, tidak ada jawaban. Cleantha kembali mengetuk pintu namun lagi-lagi tidak ada yang memberikan respon.
Cleantha baru teringat pesan Bu Siska bahwa ia bisa masuk ke ruangan itu sesudah mengetuk pintu.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, Cleantha meraih handle pintu.
"Cekrek."
Seperti dugaan Cleantha, pintu itu memang tidak dikunci dari dalam.
Cleantha mendorong daun pintu yang cukup berat itu hingga terbuka setengahnya.
Meskipun ragu, Cleantha memaksakan kakinya untuk melangkah.
Seorang pria berpostur tegap sedang berdiri di dalam ruangan itu. Pria itu membelakanginya, menghadap ke arah meja berukir dan rak buku yang menjulang tinggi. Nampaknya ruangan itu adalah semacam perpustakaan pribadi.
"Permisi, Tuan Raja," sapa Cleantha lirih.
"Tutup pintunya dan mendekatlah kemari," jawab Raja memberikan perintah.
Suara Raja terdengar tidak asing di telinga Cleantha. Bahkan ia merasa pernah mengenal sosok pria itu sebelumnya.
"Kenapa lama sekali? Cepat mendekat," ucap Raja tidak sabar.
"Tuan Raja ini ternyata memang sangat galak. Aku tidak boleh membuatnya marah,"
gumam Cleantha ketakutan.
Cleantha menundukkan kepala seraya mendekat pada calon bosnya itu.
Hanya selang beberapa detik, Raja memutar tubuhnya menghadap Cleantha. Ia memicingkan mata, lalu mengangkat dagu gadis itu agar bersitatap dengannya.
Cleantha terkesiap atas tindakan Raja yang tidak terduga. Namun kejutan belum berhenti sampai disitu.
Denyut jantungnya seolah berhenti, saat menyadari siapa pria yang kini tengah menatapnya.
Seolah melihat hantu, wajah Cleantha berubah pucat pasi. Ia baru menyadari bahwa Raja adalah pria yang dulu mengalami kecelakaan akibat kecerobohannya. Dan pria itu kini tengah memandangnya bagai seekor serigala yang bersiap untuk menelan mangsanya.
"Tu..an," ucap Cleantha tergagap.
Senyum misterius tersungging di bibir Raja. Sekejap kemudian, ia menarik Cleantha merapat pada tubuhnya, lalu mengunci kedua tangan gadis itu ke belakang.
"Ingatanmu ternyata cukup bagus. Kamu masih mengenaliku, kucing kecil yang licik?"
Cleantha berusaha menghindari wajah Raja, namun pria itu justru merengkuhnya lebih dekat lagi.
Jarak mereka yang hanya beberapa inci membuat Cleantha semakin ketakutan.
"Kamu sudah kabur dari tanggungjawabmu. Meninggalkan aku sendirian di rumah sakit. Tapi akhirnya takdir memberiku keadilan. Aku bisa menangkapmu disini," tukas Raja penuh kemenangan.
Bulir air mata mulai mengalir dari sudut mata Cleantha. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan selain meminta maaf atas perbuatannya. Harus diakui bahwa dia telah berbuat kesalahan besar pada lelaki itu.
"Tuan, saya mohon maafkan saya."
Bukannya merasa kasihan dengan wajah memelas Cleantha, Raja justru mencengkeram bahu gadis itu dan mendesak tubuhnya sampai merapat pada meja.
"Maaf? Semudah itu kamu meminta maaf setelah apa yang kamu lakukan padaku."
"Lihat luka-luka ini. Kamulah penyebabnya! Belum ditambah dengan kerusakan mobilku. Kamu juga berani menipuku mentah-mentah. Sekarang aku tidak akan pernah melepaskanmu. Kamu harus membayar semua kesalahanmu padaku," ucap Raja gusar.
Dalam keadaan terjepit seperti sekarang, Cleantha tidak punya peluang sedikitpun untuk lari. Ia hanya bisa pasrah menerima hukuman yang akan segera ditimpakan kepadanya.
"Kamu masih ingat tawaran apa yang kuberikan padamu saat itu?" tanya Raja mendekatkan wajahnya.
"I..iya, Tuan."
"Kalau begitu cepat katakan!" paksa Raja.
"Sa..ya harus menjadi isteri kedua dan Tuan akan memberi imbalan uang seratus juta. Tapi maaf, saya tidak bisa memenuhi permintaan Tuan," jawab Cleantha dengan suara parau.
Raja tertawa sejenak mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Cleantha.
"Apa kamu merasa punya hak untuk mengajukan penolakan?"
Raja kembali melancarkan intimidasinya untuk membuat Cleantha tidak berdaya.
"Lalu untuk apa kamu datang ke vilaku ini dan mengikuti kompetisi? Bukankah kamu ingin mendapatkan uang seratus juta?"
"Saya memang butuh uang seratus juta. Tapi, saya ikut kompetisi untuk menjadi pengasuh dari anak Tuan. Bukan menjadi isteri kedua."
Seringai kemenangan terbentuk di sudut bibir Raja.
"Kamu ini penipu kecil yang mudah ditipu balik olehku. Kamu pikir aku akan mendandani kamu secantik ini hanya untuk dijadikan pengasuh? Aku mengadakan kompetisi ini untuk mencari isteri kedua, bukan seorang pengasuh. Dan kamulah yang akan menjadi isteri keduaku."
Teka teki yang menjadi tanda tanya besar di benak Cleantha terjawab sudah.
Ternyata kompetisi mencari pengasuh ini hanyalah akal-akalan Raja semata demi mengelabuhi khalayak umum. Tujuan pria itu sesungguhnya adalah untuk mencari seorang isteri muda.
"Tuan, tapi saya tidak cocok menjadi isteri Anda. Dua gadis yang lain lebih unggul dari saya," elak Cleantha mencari alasan.
"Apa kamu mengira aku memilihmu karena kamu cantik atau terlihat menarik bagiku? Tidak sama sekali! Aku memilihmu karena kamu adalah seorang pendosa yang sudah sepantasnya dihukum."
"Tuan, tolong lepaskan saya," teriak Cleantha berusaha melepaskan dirinya dari kungkungan Raja.
"Berteriaklah sepuasmu, tidak akan ada yang mendengarnya," ejek Raja.
"Tuan, jadikan saja saya sebagai pembantu di rumah Tuan. Saya bersedia bekerja tanpa digaji untuk menebus kesalahan saya," pinta Cleantha mencoba bernegosiasi.
"Heh, sayang sekali. Pembantu di rumahku sudah sangat banyak. Saat ini yang kubutuhkan adalah isteri bukan pembantu. Atau mungkin kamu lebih suka mendekam di jeruji besi? Jika itu maumu, aku akan menghubungi polisi sekarang," ancam Raja mulai kehilangan kesabarannya.
"Ja..ngan, Tuan. Baik, saya bersedia menuruti permintaan Tuan," jawab Cleantha menyerah.
Ia takut Raja akan melakukan hal-hal buruk padanya bila ia terus saja membantah.
Raja menarik tangan Cleantha dan menghempaskannya di atas kursi.
"Duduklah dan diam disini. Hari ini juga kita akan menikah," ucap Raja dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
seru juga, biar vira kejengkang dr kursi roda
2024-08-28
0
ande
💜💜💜💜💜💜💜💜
2022-01-29
0
Aqiyu
uuuwwwwaaauuuuoooowwwww
2022-01-17
0