Cleantha berlari ke kamarnya sambil berlinang air mata. Entah mengapa kabut hitam belum berlalu juga dari hidupnya, bahkan kini terasa lebih pekat daripada sebelumnya.
Cleantha duduk bersimpuh sembari menyandarkan kepalanya di pintu.
Rasanya Cleantha ingin menangis sejadi-jadinya, meratapi nasibnya yang begitu malang. Namun betapapun banyaknya air mata yang tertumpah akan menjadi sia-sia.
Satu-satunya cara yang bisa dilakukannya adalah tetap tegar untuk menghadapi kesulitan ini. Ia harus mencari jalan keluar agar bisa mendapatkan uang secepat mungkin. Atau Puspa akan menawarkannya kepada pria hidung belang.
"Sisa *waktuku tidak banyak. Dimana aku bisa mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang se*cepat itu?"
Cleantha berusaha memutar otak untuk menemukan jawabannya. Tapi pikirannya justru bertambah kusut. Dengan putus asa, Cleantha meremas rambutnya sendiri untuk meringankan sedikit rasa frustasi yang sedang menderanya.
"Drrrtt, drrrrt," terdengar suara getaran ponsel beberapa kali.
Sambil menghapus sisa air matanya, Cleantha berdiri dan mengambil ponselnya dari atas nakas.
"Clea, kenapa belum datang juga ke rumah sakit? Sudah giliranmu menjaga Ayah. Aku lelah dan butuh istirahat," sembur Keyla dari balik telpon.
"Maaf, aku lupa, Kak."
"Lupa? Hal sepenting ini kamu sampai lupa? Apa kamu sengaja menghindar dari tanggungjawab?" tanya Keyla terdengar marah.
"Aku akan berangkat sekarang ke rumah sakit, Kak."
"Okey, aku tunggu. Jangan coba mengulur-ulur waktu."
Takut Keyla bertambah marah, Cleantha buru-buru memesan ojek online dari aplikasi ponselnya.
Ia menyambar salah satu baju terdekat di dalam lemari untuk mengganti baju yang dikenakannya. Baju yang menempel di tubuhnya saat ini nampak lusuh dan kotor, akibat insiden kecelakaan yang menimpanya tadim
Cleantha menyambar tasnya lalu bergegas keluar dari kamar.
"Mau kemana lagi kamu, Clea?" tanya Ana mengejar derap langkah Cleantha yang tergesa-gesa.
"Maaf Tante, aku sedang buru-buru. Kak Keyla menungguku," jawab Cleantha tanpa menoleh.
"Dasar gadis tidak tahu sopan santun! Ditanya orangtua malah menjawab seenaknya,"
gerutu Ana.
...****************...
"Terima kasih, Bang," ujar Cleantha turun dari atas motor. Sambil berlari kecil, Cleantha menuju ke lobi rumah sakit. Suasana rumah sakit yang tidak terlalu ramai menjelang senja hari, membuat Cleantha tidak perlu mengantri untuk masuk ke dalam lift.
Dengan jari telunjuknya, Cleantha menekan tombol angka empat, lantai khusus rawat inap dimana ayahnya berada.
Lift pun bergerak naik ke atas. Saat pintu lift terbuka, Cleantha langsung menghambur keluar. Ia berjalan melewati para perawat yang sedang sibuk bertugas di meja mereka.
Cleantha berbelok ke lorong sebelah kanan. Tujuan utamanya adalah segera tiba di kamar nomor 410, kamar tempat ayahnya dirawat.
"Tok, tok, tok" ketuk Cleantha tiga kali sebelum membuka pintu. Ia sengaja berbuat demikian agar Keyla tidak kaget dengan kedatangannya.
"Kak," panggil Cleantha ragu-ragu.
Keyla yang tengah fokus menatap layar ponsel, mengangkat kepalanya saat mendengar suara Cleantha.
"Akhirnya kamu datang juga."
"Kak, bagaimana kondisi Ayah?" tanya Cleantha prihatin memandangi peralatan medis yang terpasang di tubuh ayahnya.
Sang ayah yang dahulu gagah dan tegas, kini tergolek lemah tak berdaya di atas ranjang pasien.
"Lihat saja sendiri. Ayah masih tidur. Tadi dia sempat bangun dan bicara sebentar. Tapi kata-katanya masih belum terlalu jelas."
"Lalu apa kata dokter, Kak?"
"Dokter bilang kita masih harus menunggu perkembangan ayah dua hari kedepan. Semoga besok ayah mulai bisa menggerakkan tangan kirinya."
Keyla berhenti berbicara seraya menyipitkan matanya.
"Clea, apa kamu habis menangis? Kelopak matamu kelihatan bengkak."
Cleantha hanya menggelengkan kepalanya.
"Ah, mana mungkin kamu bisa membohongi aku, Clea. Kamu pasti baru saja menangis. Memangnya ada apa lagi? Apa Tante Ana memarahimu?"
"Bukan Kak. Aku hanya...sedang menghadapi masalah besar."
"Ccckkk, aku heran kenapa masalah tidak habis-habisnya mendatangimu," seru Keyla menepuk dahinya sendiri.
"Sebenarnya ini soal bunga pinjaman, Kak. Ternyata aku harus membayarnya setiap tanggal satu. Dan aku hanya punya sisa waktu tiga hari lagi sebelum jatuh tempo."
Bukannya turut prihatin atas persoalan adiknya, Keyla justru mendengus kesal.
"Aku sudah memperingatkanmu, Clea. Kamu sendiri yang gegabah meminjam uang dari rentenir. Kalau kamu tidak sanggup bayar, bungamu akan berlipat ganda. Kemungkinan terburuknya, Tante Puspa akan mengirimkan debt collectornya untuk memukulmu dan mengacak-acak isi rumah kita."
"Kak, maafkan aku. Seharusnya aku mendengarkan nasehat Kak Keyla. Tapi sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku juga gagal melewati proses seleksi karyawan," tutur Cleantha dengan mata memerah.
"Ini sifatmu yang paling aku benci. Cengeng dan mudah menyerah. Pantas saja Tante Ana selalu merendahkanmu."
Keyla bangkit berdiri sambil menekan beberapa tombol huruf di ponselnya.
"Buka ponselmu sekarang. Baca forward message yang aku kirimkan," perintah Keyla kepada adiknya.
"Iya, Kak."
Tanpa berani bertanya, Cleantha membuka ponselnya lalu membaca pesan masuk yang dikirimkan Keyla.
"Kak, apa ini?"
"Yang aku kirimkan itu adalah solusi dari masalahmu. Baca baik-baik."
"Kompetisi khusus para gadis. Dicari segera pengasuh untuk anak berusia enam tahun. Syarat wanita berusia dua puluh hingga dua puluh lima tahun, single. Bagi yang lolos seleksi akan menjadi pengasuh tetap sekaligus memenangkan uang....seratus juta. Penyelenggara : Adhiyaksa Group," baca Cleantha membelalakkan matanya
"Kak, Adhiyaksa Group, bukankah itu perusahaan tempat Kak Keyla bekerja?"
"Betul. Aku menerima broadcast messagenya tadi siang dari grup karyawan. Kamu harus segera mengikuti kompetisi ini, Clea. Kapan lagi ada kontes yang hadiahnya seratus juta. Pekerjaannya juga gampang, hanya menjadi seorang pengasuh anak. Jika kamu menang, maka seluruh hutangmu pada rentenir itu akan lunas."
Cleantha mengernyitkan dahinya.
"Tapi menurutku ini agak aneh, Kak. Kenapa untuk mencari seorang pengasuh harus mengadakan kontes segala. Apalagi ditambah dengan hadiah uang yang besar. Aku...tidak yakin apakah aku akan ikut."
Keyla bergerak mendekati adiknya itu.
"Kamu benar-benar bodoh, Clea. Ada kesempatan langka seperti ini malah kamu sia-siakan. Kamu tahu siapa sesungguhnya yang menyelenggarakan kontes ini?"
"Tidak, Kak."
"Yang mengadakannya adalah CEO perusahaan Adhiyaksa Group, Raja Adhiyaksa. Menurut desas desus yang aku dengar, istrinya sekarang mengalami kelumpuhan. Karena itu dia butuh pengasuh untuk merawat putrinya yang masih kecil."
Keyla mengambil tasnya dari kursi lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Orang kaya bisa berbuat apa saja yang mereka mau. Termasuk melakukan hal-hal diluar nalar kita. Tuan Raja pasti menginginkan pengasuh yang terbaik untuk putri tunggalnya. Makanya dia sampai mengadakan kompetisi berhadiah ini."
"Sekarang keputusan ada di tanganmu. Kalau kamu berminat segera kirimkan data dirimu ke alamat email yang tertera di bawah. Pengumuman ini hanya disebarkan di kalangan terbatas," lanjut Keyla.
"Tapi aku..."
"Sudahlah, aku tidak punya banyak waktu untuk mendengarkan rengekanmu. Aku sudah memberikan jalan termudah untuk melunasi hutangmu. Selanjutnya terserah padamu. Aku pulang dulu," ucap Keyla berjalan meninggalkan adiknya.
Setelah Keyla pergi, Cleantha masih tertegun. Ia membaca sekali lagi syarat-syarat mengikuti kompetisi yang tidak lazim itu.
"Aku harus berani mengambil resiko. Lebih baik menjadi pengasuh anak daripada aku harus dijual oleh Tante Puspa."
Sambil menarik nafas panjang, Cleantha mengambil kartu identitasnya dari dalam dompet.
Ia memulai syarat utama untuk menjadi peserta kompetisi, yaitu mengambil foto identitasnya secara jelas. Langkah kedua adalah mengambil foto dirinya sendiri dengan membawa kartu identitas tersebut.
Sebelum mengarahkan kamera ponsel ke wajahnya, Cleantha merapikan rambutnya ke belakang telinga. Ia menarik sudut bibirnya ke atas. Mencoba membentuk senyuman manis meskipun itu bertentangan dengan suasana hatinya yang kelam.
Karena senyumnya nampak dipaksakan, Cleantha harus mengulang foto dirinya hingga beberapa kali. Barulah pada foto ke delapan, ia merasa cukup percaya diri untuk mengirimkannya.
"Sekarang langkah berikutnya aku harus mengisi data pada formulir ini,"
gumam Cleantha menggerakkan jemarinya untuk mengetikkan huruf demi huruf.
Semua bagian formulir itu telah terisi dengan lengkap. Begitu pula pada bagian attachment yang berisi foto dirinya.
Cleantha memejamkan mata sejenak. Memanjatkan doa agar harapannya menjadi kenyataan.
"Akhirnya selesai juga. Semoga aku diterima sebagai salah satu peserta."
Perlahan-lahan, Cleantha mendekatkan jari telunjuknya dan menekan tombol send pada email. Ia berharap kali ini keberuntungan akan berpihak padanya, sehingga ia punya kesempatan untuk memenangkan hadiah uang seratus juta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
ya nasip, mau gimana lg ya org kecil., kalau udh di tindas ngk bisa apa2
2024-08-28
0
ande
menuju jalan masuk ke dalam Sangkar Emas
2022-01-29
1
Aqiyu
bakal ketemu lagi😁😁😁😀
2022-01-17
0