Cleantha membelalakkan matanya. Ia tidak percaya jika pria yang baru saja mengalami kecelakaan itu malah memintanya melakukan suatu hal yang gila.
"Maaf, Tuan, apa Anda salah bicara?"
"Aku tidak pernah main-main dengan kata-kataku. Kamu pikir aku orang yang suka bercanda," balas pria itu menaikkan satu oktaf suaranya.
"Mungkin kepala pria ini terbentur dan mengalami cedera, sehingga pikirannya jadi terganggu. Lebih baik aku berpura-pura menuruti permintaannya. Setelah itu aku akan membawa dia ke rumah sakit, lalu pergi diam-diam. Aku tidak perlu berdebat dengan orang yang sedang sakit,"
gumam Cleantha membuat rencana.
"Bagaimana apa kamu setuju dengan penawaranku? Gadis sepertimu seharusnya merasa beruntung karena mendapatkan kesempatan langka ini," ucap pria itu dengan gayanya yang sok kuasa.
"Nanti akan saya pikirkan, Tuan. Sekarang kita ke rumah sakit dulu."
"Dengar, aku tidak menerima penolakan. Berikan kartu identitasmu padaku. Aku harus mengetahui siapa kamu supaya kamu tidak lepas dari tanggungjawab."
"Aku tidak boleh memberikan data diriku pada pria aneh ini. Dia bisa memakainya untuk memaksaku memenuhi keinginannya,"
pikir Cleantha was-was.
"Maaf, Tuan, saya tidak membawa kartu identitas karena saya buru-buru berangkat dari rumah."
"Apa kamu sengaja berbohong padaku?"
"Tidak, Tuan bisa memeriksa tas saya," ucap Cleantha menyodorkan tasnya.
Pria itu menggerakkan bola matanya. Dari ekspresi wajahnya, pria itu nampak jijik menyentuh tas berwarna hitam milik Cleantha.
"Tidak perlu. Lalu siapa namamu?" tanya pria itu dengan pandangan penuh selidik.
"Nama saya...Liana," jawab Cleantha asal mengucapkan nama yang terlintas di benaknya.
"Sekarang ambilkan ponselku di dalam dashboard mobil! Aku perlu bicara dengan asisten pribadiku."
"Baik, Tuan."
Tanpa membuang waktu, Cleantha menuju ke mobil milik pria itu yang bagian depannya telah penyok. Ia mengambil ponsel dari dashboard lalu menyerahkannya dengan hati-hati.
"Ini, Tuan."
"Diam disini. Aku akan menelpon sebentar."
Pria itu menekan beberapa tombol angka lalu memalingkan wajahnya.
Meski tidak terlalu jelas, Cleantha bisa mendengar pria itu berbicara dengan seseorang.
"Dion, aku mengalami kecelakaan di jalan depan kantor. Tolong kamu segera datang dan urus mobilku."
Pria itu menutup ponselnya lalu memandang Cleantha dengan tatapan tajam.
"Antarkan aku sekarang ke rumah sakit. Aku tidak ingin ada yang melihatku mengalami kecelakaan lalu menyebarkan berita di media massa. Cepat pesan taksi," tukas pria itu.
"Ba..ik, Tuan, saya pesan taksinya sekarang."
Sambil membuka aplikasi taksi online, Cleantha memikirkan ucapan pria itu.
Kini ia bertambah yakin bahwa pria yang sedang mengancamnya ini bukanlah orang sembarangan. Pastilah ia seorang yang berpengaruh, terkenal, atau memiliki kekuasaan tertentu. Buktinya ia sangat khawatir jika berita kecelakaannya akan diliput oleh wartawan di media massa.
"Tuan, saya sudah dapat taksi. Sebentar lagi datang."
Pria itu tidak memberikan tanggapan. Ia hanya bersandar pada bagian samping mobilnya, sambil melemparkan pandangan ke arah jalan raya.
Tidak kurang dari lima menit, taksi berwarna hitam datang untuk menjemput Cleantha.
"Itu taksinya, Tuan. Mari masuk."
Cleantha membukakan pintu taksi dan membiarkan pria itu masuk terlebih dahulu. Ia sendiri memilih duduk di depan, di samping driver. Sedangkan pria itu duduk seorang diri di kursi tengah.
"Pak, tolong antarkan kami ke rumah sakit terdekat dari sini."
"Baik, Mbak," ucap driver taksi segera melajukan mobilnya.
Sepanjang perjalanan, Cleantha dan pria itu tidak saling bicara. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga tiba di Rumah Sakit Permata.
"Terima kasih, Pak," ucap Cleantha sebelum turun dari taksi.
Pria itu sudah keluar mendahului Cleantha. Namun tampaknya kaki pria itu terluka sehingga ia berjalan lebih lambat.
"Tuan, biar saya bantu," kata Cleantha merasa tidak enak hati.
"Jangan menyentuhku!" bentak pria itu memperingatkan Cleantha.
Karena sikap kasar pria itu, Cleantha mengurungkan niatnya. Ia benar-benar dibuat keheranan oleh tingkah pria ajaib yang satu ini. Baru saja dia memaksa Cleantha menjadi isteri keduanya, namun sekarang ia bahkan tidak mau disentuh oleh gadis itu.
Aku harus bersabar menghadapi pria ini. Bagaimanapun aku bersalah padanya,
pikir Cleantha menenangkan diri.
Cleantha dan pria itu berjalan beriringan memasuki lobi rumah sakit.
Keadaan rumah sakit yang sedang ramai membuat para pasien harus sabar mengantri.
Cleantha menyuruh pria itu duduk di kursi tunggu sambil bertanya kepadanya.
"Tuan, Anda mau langsung ke IGD atau mau periksa ke klinik rawat jalan?"
"Duduk saja disini. Aku tidak mau diurus oleh gadis ceroboh sepertimu."
Pria itu kembali memegang ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Aku sudah mengantarkan pria ini ke rumah sakit. Apa sebaiknya aku melarikan diri sekarang? Ini kesempatan yang bagus selagi dia masih menelpon."
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Cleantha beranjak dari duduknya. Sejurus kemudian, ia berjalan cepat meninggalkan pria itu yang masih berbicara melalui ponselnya.
"Hey, tunggu!!! Mau kemana kamu," seru pria itu terperanjat melihat kepergian Cleantha.
Cleantha tidak menghiraukan panggilan dari pria itu. Setengah berlari, ia buru-buru keluar dari lobi rumah sakit. Walaupun diliputi perasaan bersalah, ia terpaksa harus melakukan semua ini karena tidak mempunyai pilihan lain.
"Maafkan aku, Tuan. Aku tidak punya uang untuk membayar ganti rugi dan biaya rumah sakit. Aku juga tidak mau menjadi isteri kedua. Karena itu aku terpaksa melarikan diri. Suatu hari nanti aku pasti akan menebus kesalahanku pada Tuan,"
sesal Cleantha di dalam hati.
****************
Setelah taksi yang ditumpanginya sampai di pekarangan rumah, Cleantha bergegas masuk ke dalam rumah.
Di depan pintu, Ana, ibu tirinya telah berdiri menanti Cleantha. Dengan wajah dinginnya, Ana langsung memegang tangan Cleantha dan mencegahnya masuk.
"Clea, kenapa baru pulang? Keluyuran kemana saja kamu?" tanya Ana mencecar Cleantha dengan pertanyaan.
"Aku melihat pengumuman penerimaan karyawan, Tante."
"Hmmm, wajahmu kelihatan kusut begitu, pasti kamu tidak diterima, kan?"
"I...iya, Tante. Aku sudah gagal dalam proses seleksi," ucap Cleantha muram.
Ana menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya ampun, kamu ini sama sekali tidak bisa diharapkan. Lalu bagaimana kamu akan membayar bunga pinjaman? Tiga hari lagi Puspa pasti akan menagih pembayarannya."
"Tiga hari lagi? Kenapa secepat itu, Tante? Baru seminggu yang lalu aku meminjam uang pada Tante Puspa."
"Clea, kamu ini bodoh atau pura-pura bodoh? Di perjanjian itu jelas-jelas tertulis bahwa kamu harus membayar bunga setiap tanggal satu di awal bulan. Tidak peduli sudah mencapai sebulan atau belum, kamu tetap harus membayarnya pada tanggal satu. Dan sisa waktumu tinggal tiga hari."
"Tante, kenapa tidak mengatakannya padaku? Bukankah Tante yang membaca perjanjian itu?" tanya Cleantha cemas.
"Ah, kenapa malah menyalahkan Tante? Kamu sendiri yang setuju menandatangani perjanjian itu. Tante hanya mengingatkan saja. Kalau kamu tidak membayar bunga, kamu sendiri yang menanggung resikonya. Bukan Tante," ucap Ana mencibir.
"Tante, aku sedang menunggu panggilan wawancara kerja dari perusahaan tekstil. Aku akan minta keringanan dari Tante Puspa untuk menunda pembayaran khusus bulan ini saja."
Mendengar kepolosan Cleantha, Ana langsung tertawa mengejek.
"Kamu pikir Puspa itu pemilik organisasi amal? Dia tidak akan mengabulkan permintaanmu walaupun kamu berlutut sambil menangis di hadapannya."
Ana memiringkan sedikit sudut bibirnya ke kiri, sebelum melanjutkan kata-katanya untuk menyudutkan Cleantha.
"Puspa itu tidak mengenal belas kasihan. Apa yang tercantum di perjanjian harus kamu penuhi. Perlu kamu ingat, jaminannya adalah dirimu sendiri, Cleantha. Jika kamu ingkar, maka Puspa mungkin akan menjualmu supaya kamu bisa melunasi hutang-hutangmu padanya."
"A...apa maksud Tante?" tanya Cleantha tergagap.
"Maksudnya kamu akan dijadikan wanita penghibur. Dijual kepada laki-laki hidung belang yang mampu membayar tubuhmu dengan harga mahal," tegas Ana sinis.
Perkataan Ana bak guntur yang menyambar telinga Cleantha di siang hari. Kaki dan tangan Cleantha mendadak lemas, seolah kehilangan seluruh tenaga yang tersimpan di tubuhnya.
"Apa nasibku memang seburuk ini? Mungkinkah aku harus berakhir menjadi seorang wanita penghibur?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
lo aja jadi tan gir, dasar mm tiri. 😡
2024-08-28
0
pena_sf:)
Ema tiri gila
2022-10-09
0
Aqiyu
kahad bed si mama tiri
2022-01-17
0