Karna terbiasa sholat shubuh setelah menikah dengan Naya, Lio bangun jam lima shubuh, heran melihat Naya yang masih tertidur lelap, biasanyakan dia yang selalu membangunkannya.
"Heh, bangun sholat." Lio menowel lengan Naya.
Namun gak ada respon, "Udah shubuh ini, lo gak sholat, lo mau kayak babi."
Masih gak ada respon sehingga Lio mengguncang bahu Naya, Naya menggeliat, membuka matanya perlahan dan menguceknya.
"Kenapa mas."
"Sholat."
"Aku kan lagi halangan mas."
"Halangan, maksudnya." tanya Lio telmi.
"Nayakan lagi haid mas, jadi gak boleh sholat."
"Gitu ya, kata siapa."
Naya gregetan juga melihat suaminya yang pinter ini rada-rada telmi, "Mas, makanya sekali-kali nonton dakwah di TV jangan bola saja yang ditonton."
Karna gak ingin Naya menceramahinya lebih lanjut, Lio buru-buru ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
****
Kini Lio sudah siap dengan stelan jas kerjanya, sedangkan Naya masih bergelung ditempat tidur, "Perut lo udah baikan kan."
"Masih keram mas, tapi gak separah semalam."
"Ya udah, mending lo tidur aja, ntar gue suruh bi Dijah bawain lo sarapan ke atas."
"Gak usah mas, ngerepotin bi Dijah, ntar kalau Naya lapar, Naya bisa turun kok."
"Terserah lo deh." setelah merasa penampilannya sudah cukup rapi, Lio kembali berkata pada Naya, "Gue berangkat dulu, lo mau dibeliin apa gitu ketika gue balik, asal jangan suruh gue beli pembalut saja."
Naya menggeleng, sebagai tanda saat ini dia tidak menginginkan apa-apa.
"Baiklah kalau begitu, tapi jika lo butuh sesuatu, panggil bi Dijah atau Wati."
"Iya mas."
Lio tiba dimeja makan, disana sudah duduk kakek Handoko dan mamanya Renata.
Kakek Handoko bertanya karna melihat Lio turun sendiri, "Kenapa kamu sendiri, istri kamu mana."
"Dia lagi tidur, katanya perutnya keram."
"Keram, kenapa bisa keram."
"Datang bulan katanya."
"Terus kamu mau pergi kerja gitu meninggalkan istri kamu yang lagi sakit."
"Yeelah cuma sakit begituan doank, diakan bukannya sekarat kek."
Kakek Handoko menyodok pinggang Lio dengan tongkatnya.
"Kenapa Lio dipukul sieh kek."
"Temanin Naya, gak usah ke kantor hari ini, biar Rafa yang mengurus kantor."
"Pa, gak perlu selebay itu." Renata menimpali, "Keram datang bulan itu sudah biasa dialami oleh perempuan yang datang bulan." Renata menjelaskan, jelas dia gak setuju kalau Lio gak masuk kerja gara-gara Naya keram datang bulan.
"Diam kamu Renata, papa gak minta pendapat kamu, kamukan dulu kalau datang bulan hebohnya minta ampun, bikin repot satu rumah, pakai pingsan segala lagi."
Renata terdiam gak bisa membantah karna apa yang dibilang sama papanya benar adanya.
"Apalagi yang kamu tunggu, sana bawakan istri kamu sarapan."
"Biar nanti bi Dijah yang Lio suruh bawain Naya sarapan kekamar." masih ngotot.
"Yang suaminyakan kamu, bukan Dijah, sana, bawain Naya sarapan, nanti dia mati kelaparan lagi."
"Astaga kakek, gak begitu juga kali, telat makan lima menit saja masak bisa mati."
Kakek Handoko sudah akan mengarahkan tongkatnya lagi, Lio buru-buru berkata, "Iya iya, Lio akan membawakan sarapan untuk Naya."
Dengan ogah-ogahan Lio mengoles roti dengan selai, menuangkan susu dan membawanya kekamar.
Mendengar suara pintu terbuka, Naya mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang datang, difikirnya bi Dijah, ternyata itu Lio yang kembali dengan membawa nampan berisi roti dan susu.
Naya bangun dan duduk, "Lho, katanya mau ke kantor, kenapa balik lagi."
"Ini gara-gara lo."
"Gara-gara Naya." ulang Naya gak mengerti maksud Lio, "Kok bisa gara-gara Naya."
"Ini gara-gara perut lo keram, gue jadi gak diizinin kerja oleh kakek, difikirnya lo bakalan mati apa sampai gue gak diizinin masuk kantor." Lio mengempaskan jasnya disofa setelah meletakkan sarapan itu dinakas.
"Tapikan Naya gak apa-apa, mas mending pergi saja."
"Tapi kakek gak ngizinin, tuh aki-aki kalau udah ada kemauannya wajib hukumnya untuk dituruti." Lio ngomel, "Mending lo habisin deh sarapan yang gue bawa."
Naya merasa gak enak hati sebenarnya, hanya karna perutnya keram Lio gak jadi kekantor.
Lio duduk disofa dengan jengkel sambil memainkan ponselnya.
Naya memandang Lio dengan perasaan takut sambil mengunyah sarapannya.
****
"Lo gak masuk, jangan bilang perut lo ketularan nyeri kayak Naya." Rafa menelpon Lio untuk mengonfirmasi, tadi dia sudah ditelpon oleh kakek Handoko, memintanya untuk menghandle pekerjaan dikantor.
"Jangan ngeledek lo."
Terdengar suara tawa dari seberang, "Hahaha, Jadi ceritanya, lo udah mulai ada rasa gitu sama Naya, sampai relain gak masuk kantor segala." Rafa menggoda.
"Jangan ngaco lo, ya gaklah, sampai kapanpun gue gak bakalan suka sama dia."
Naya saat ini tengah berada dikamar mandi.
"Jangan bilang begitu Lio, ntar lo yang bucin."
"Sudah deh intinya saja, lo nelpon gue karna apa." ujar Lio gak sabar.
"Gue cuma memastikan lo masuk atau kagak, anjirr pekerjaan seabrek gini ditimpakan ke gue, inikan seharusnya kewajiban lo." gumam Lio gak terima.
"Terima saja nasib lo, kalau difikir-fikir sieh, ada gunanya juga bini gue sakit, jadi gue bisa berleha leha dirumah sementara lo kerja keras bagai kuda."
"Emang sialan lo ya, memanfaatkan penderitaan bini lo untuk bersantai dirumah."
"Sudah deh, gue gak mau denger ocehan lo lagi, gue mau tidur-tidur dulu, dan selamat bekerja keras." ledek Lio mematikan sambungan telpon tanpa membiarkan Rafa membalas.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments