"Yah, laki-laki yang tadi siang sebenarnya siapa sieh, pakai foto-foto segala, emang Naya artis apa." Naya bertanya saat makan malam.
Kedua orang tuanya memang belum sempat menjelaskan tentang kedatangan Rafa pada Naya, dan sebelum menjawab pertanyaan anak perempuannya, orang tua Naya saling melempar pandangan satu sama lain, dan lewat kode mata, sang ayah meminta sik istri yang menjawab maksud kedatangan Rafa tadi siang.
"Gini Lho nak." ibu Naya memulai, "Nak Rafa itu adalah orang kepercayaan pak Adelio."
"Pak Adelio, siapa lagi itu, namanya kok keren."
"Ayah dan ibu juga gak kenal nak."
"Kalau bapak dan ibu gak kenal mereka, kenapa orang kepercayaannya nyasar ke rumah kita."
"Begini lho nak." sik ayah mencoba menjelaskan, "Kakekmu dulu pernah bersahabat dengan orang kaya."
"Wieeh, hebat sik kakek." Naya main potong saja penjelasan ayahnya.
"Naya, jangan main potong aja, dengerin dulu penjelasan ayahmu."
"Maaf bu."
"Nama sahabat kakekmu adalah pak Handoko, kakekmu pernah menyelamatkan nyawa pak Handoko, dan itu membuat pak Handoko berhutang budi pada kakekmu, dan atas persetujuan kakekmu sebenarnya mereka berniat menjodohkan anak-anak mereka, tapi sayangnya anak-anak mereka adalah perempuan, yaitu ibumu, oleh karna itu mereka merubah perjanjian tersebut dengan mengalihkan menjodohkan cucu-cucu mereka, dalam hal ini adalah kamu Naya." panjang kali lebar ayah Naya menjelaskan.
"Maksudnya ini apa sieh."
Ibu Naya menyela, "Nak, kakek mu telah menjodohkan kamu dengan cucu sahabatnya sejak dulu, dan kedatangan Rafa untuk memberitahu akan hal perjodohan tersebut."
Seperti petir disiang bolong, itu merupakan perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan kekagetan Naya, "Ayah dan ibu gak seriuskan, ayah dan ibu gak mungkinkan memaksa Naya menerima perjodohan ini."
"Kami gak memaksamu nak, biar bagaimanapun, kebahagianmulah yang terpenting, lagian juga perjanjian itu sudah sangat lama, dan kakekmu juga sudah meninggal."
Kalimat ayahnya itu menenangkan Naya, dia gak bisa membayangkan kalau harus menikah dengan orang yang tidak dicintainya, "Makasih ayah, ibu atas pengertiannya." Naya memeluk ayah dan ibunya bergiliran.
*******
Lio uring-uringan, berulangkali dia mengamati foto yang dikirim oleh Rafa, namun tuh foto sedikitpun tidak berubah, setiap melihat foto tersebut juga dia bakalan marah-marah tanpa sebab, kesalahan kecil saja bisa membuatnya meledak-ledak, hal itu membuat Rafa jadi gak mau berdekat-dekatan dengan bosnya itu.
Tapi mau tidak mau dia harus menghadap Lio karna Lio memanggilnya.
"Lo kenapa sieh, bawaannya ingin nelan orang, lagi PMS lo." Rafa berusaha untuk mengajak Lio bercanda.
"Jangan sembrangan lo kalau ngomong." tuhkan, Rafakan hanya bercanda, tapi malah dapat semprot.
Rafa langsung menarik garis lurus didepan bibirnya seolah-olah bibirnya memiliki resleting, ogah bangetlah dia buka suara kalau pada akhirnya kena semprot.
Lio menunjukkan foto yang dikirim Rafa didepan wajah Rafa, "Lo gak salah orangkan, bilang ini bukan calon istri gue."
Karna takut kalau bicara kena semprot, lio hanya menjawab dengan gelengan, eh, malah dia kembali kena semprot, "Bicara yang bener, jangan hanya menggeleng, lo punya mulutkan."
"Itu benar calon istri lo kok, gue gak salah orang, gadis itu yang bernama Kanaya Azzahra." Rafa menjawab dengan satu tarikan nafas.
Lio menyandarkan tubuhnya dikursi kerjanya, "Kok gini amet nasib gue, dijodohin dengan perempuan yang gak gue kenal, perempuan jelek lagi."
"Gak jelek-jelek amet kok Li, difoto sieh emang jelek karna tuh cewek gak fotogenik, tapi aslinya lumayan cantik kok."
"Diem lo, gue gak minta pendapat lo." Lio kembali membentak.
"Anjirr, diem salah, ngomong salah, mending gue jadi patung aja sekalian." batin Rafa sekarang seperti patung saja caem.
**********
Ketika Naya pulang sore itu, Naya mendengar suara ribut-ribut dari arah rumahnya.
"Nay, ada apaan tuh ribut-ribut dirumah kamu." Eli bertanya khawatir.
"Gak tau Li." Naya mempercepat langkahnya.
Begitu tiba dirumahnya, dia melihat ibunya menangis berusaha melindungi ayahnya yang tengah dipukul oleh preman, Naya langsung berlari untuk melindungi ayah dan ibunya.
"Hentikan." Naya berusaha menghentikan aksi preman tersebut dengan menahan tangan sik preman yang akan melayangkan pukulan ke arah ibunya, karna gak terima dihalangi, preman itu mendorong tubuh Nay, membuat tubuh Naya tersungkur.
"Nayaaa...." Eli menjerit melihat sahabatnya, dia berlari mendekati Naya.
"Jahanam, cuma laki-laki banci yang beraninya sama perempuan." Eli mengumpat.
"Anakku." sik ibu berusaha mendekati Naya dengan berurai air mata.
"Tolong pak Karman, jangan sakiti anak dan istri saya, saya berjanji akan membayar hutang-hutang saya, tapi kasih saya waktu." ayah Naya menghiba.
"Dasar tua bangka, bikin repot orang saja, tapi baiklah, berhubung saya lagi baik hari ini, kamu saya kasih waktu satu minggu, kalau dalam satu minggu kamu tidak bisa membayar hutang-hutang kamu itu, rumah ini yang aka saya sita, paham kamu." Karman menggertak dan berlalu bersama anak buahnya.
Setelah rentenir itu pergi, ayah Naya mendekati putrinya, siku Naya berdarah, "Nak kamu gak apa-apa."
"Gak apa-apa yah, siku Naya hanya tergores sedikit."
"Apa ayah baik-baik saja." Naya bertanya balik.
Ayahnya mengangguk, "Sebenarnya ada apa ini ayah, ibu, kenapa anak buah pak Karman mukulin ayah, dan dia menyebut-nyebut tentang hutang, ayah dan ibu punya hutang sama dia."
Ayah ibunya saling pandang, bungkam tidak ada yang menjawab pertanyaan putri mereka, "Bu, yah, kenapa kalian diam saja." Naya mendesak.
Ayah Naya mengangguk, "Sebenarnya kami memang punya hutang sama pak Karman."
"Apa." Naya dan Eli yang masih disana kaget, pasalnya pak Karman lintah darat yang tidak segan mematok bunga tinggi.
"Kenapa paman dan bibi berhutang sama sik lintah darat itu, kalian tahukan dia adalah orang yang kejam." Eli sudah mewakili pertanyaan Naya.
Ibu Naya berurai air mata, dengan sesenggukan dia memberi penjelasan, "Ini semua gara-gara ibu, gara-gara ibu yang gak bisa melahirkan Naya dengan normal, ayahmu terpaksa harus meminjam uang dari pak Karman untuk biaya operasi sesar."
"Apa." Naya kaget mendengar penjelasan ibunya, dia baru tahu ternyata ayahnya terpaksa meminjam uang karna dirinya.
"Jangan berkata begitu bu, ayah akan melakukan apapun agar ibu dan Naya selamat." merangkul istrinya saling menangisi satu sama lain, Naya ikut bergabung memeluk ayah dan ibunya, di juga menangis, seandainya ada yang bisa dia lakukan untuk membantu ayah dan ibunya pasti akan dia lakukan.
Eli terharu melihat pemandangan tersebut, dia juga ikut menangis.
"Maafkan Naya ayah, ibu, belum lahir saja Naya sudah bikin ayah dan ibu susah."
"Kamu adalah anak kami, kamu adalah segalanya bagi kamu, jadi, kamu jangan pernah berkata begitu."
"Seandainya ada yang Naya bisa lakukan untuk membantu ayah dan ibu." Naya mengeluarkan suara hatinya.
"Naya."
Naya menghapus air matanya, "Kamu ingat nak Rafa yang datang tempo hari itu."
Naya mengangguk, "Dia bilang, Pak Handoko bersedia membayar hutang-hutang kita kalau kamu mau menikah dengan cucunya nak Adelio."
Saat ini Naya tidak bisa berfikir jernih, keinginannya cuma satu yaitu agar beban yang ditanggung orang tuanya sirna, dia gak ingin melihat ayah dan ibunya diperlakukan seperti tadi lagi, dia yang sempat menolak perjodohan itu mengangguk dengan mantap,
"Naya mau menerima perjodohan itu."
**********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments