Naya membantu bi Dijah menata sarapan dimeja makan sembari ngobrol tentang banyak hal.
"Makanan kesukaan mas Lio apa bi." sebagai istri yang baik dan berbakti Naya bertanya donk.
"Tuan muda itu sukanya makanan barat gitu non, seperti pizza, spageti, pokoknya makanan bule-bule gitu deh non, maklum tuan muda lama tinggal dinegeri orang."
"Pizza, spageti, makanan apa itu bi."
"Itu lho non, bentuknya kayak mi gitu, aduh gimana ya non, bibi gak bisa mendeskripsikannya dengan baik."
Naya berfikir keras, dia baru pertama mendengar nama-nama makanan yang disebutkan oleh bi Dijah, maklumlah gadis kampung yang tiap hari makan tempe.
"Tapi tuan muda juga menyukai makanan Indonesia, jadi nona gak usah khawatir kalau tidak tahu tentang makanan-makanan yang bibi sebutkan barusan."
"Iya bi."
Gak lama kemudian kakek Handoko datang menghampiri meja makan.
"Wah wah, pagi-pagi cucu kakek sudah sibuk saja nieh."
"Tuan besar." bi Dijah ketakutan, difikirnya dia akan dimarahi karna Naya membantunya, "Maaf tuan, saya sudah melarang non Naya untuk membantu, tapi non Naya ngotot mau bantuin." bi Dijah menjelaskan.
"Saya gak marah Dijah."
"Oh, saya fikir." bi Dijah mendesah lega.
"Pagi kek." sapa Naya ramah.
"Pagi sayang."
Naya menarik kursi untuk kakek Handoko, "Silahkan kek."
"Terimakasih sayang, kamu bener-bener gadis yang baik, tidak salah kekek memilihmu untuk jadi cucu menantu kakek."
Naya tersenyum menanggapi pujian kakek Handoko, "Kakek mau sarapan dengan apa, biar Naya yang ambilin." bukannya mau cari muka sieh, tapi Naya merasa itu memang sudah menjadi kewajibannya melayani kakek Handoko.
"Kakek mau nasi goreng gak, itu Naya yang bikin Lho kek."
"Oh ya, kalau gitu kakek mau cobain." kekek Handoko antusias, "Hhmmm, pasti rasanya enak, aromanya saja wangi begini."
Gak lama Renata dan Lio juga datang, duduk dikursi kosong.
"Pagi ma." sapa Naya, namun Renata tidak menggubris sapaan menantunya.
"Pagi pa." sapa Renata malah menyapa Handoko.
"Pagi kek." Lio juga menyapa.
Namun Handoko mengabaikan sapaan mereka, hal itu membuat Renata protes.
"Pa, kok gak dibalas sieh."
"Gimana rasanya dicuekin, gak enakkan. Makanya kalau kamu ingin dihargai hargai juga orang lain." skak kakek Handoko telak.
Renata diam tidak menjawab, dalam hati dia berkata, "Diakan cuma gadis kampung yang gak penting, ngapain dihargai." Renata mendelik kearah Naya.
Karna hal tersebut terjadi ketegangan dimeja makan, Naya berusaha mencairkan.
"Mas, mas Lio mau makan apa, Naya ambilin ya."
Lio menjawab jutek, "Gue bisa sendiri."
"Lio, bersikap baiklah sama istrimu."
"Maaf kek."
"Kenapa kamu malah minta maaf sama kakek, minta maaf sama Naya."
"Maaf." ujar Lio terpkasa.
Naya beralih menanyakan hal yang sama pada ibu mertuanya, "Kalau mama mau makan apa, Naya..."
"Tidak perlu Naya." sebenarnya Renata ingin mengatakan itu dengan nada membentak, tapi mengingat papanya ada disana jadinya diurungkan, dia gak mau dia juga akan mendapat teguran seperti Lio.
Lio mencium aroma nasi goreng yang sangat menggiurkan, sehingga tangannya meraih tempat nasi goreng.
"Itu Naya yang masak mas." Naya memberitahu.
Lio langsung menghentikan pergerakan tangannya, dialihkan untuk mengambil roti.
"Kenapa gak jadi sarapan dengan nasi goreng mas."
Dengan suara dibuat semanis mungkin Lio berkata, "Lagi pengen roti tawar saja."
"Oh."
"Mmm, enak sekali nasi goreng bikinanmu cu" komentar kakek Handoko setelah mencicipi nasi goreng bikinan Naya.
Tentu saja Naya merasa tersanjung, "Makasih kek."
"Sumpah sieh ini enak banget, Lio, Renata, kalian harus coba nasi goreng bikinan Naya, rugi kalian kalau tidak mencobanya."
Karna tidak direspon oleh anak dan cucunya kakek Handoko memaksa, "Ayok dicoba."
Renata dan Lio dengan terpaksa mengikuti keinginan kakek Handoko, yang awalnya mereka niat sarapan pakai roti tawar, kini harus mengambil nasi goreng.
Mereka mengakui kalau nasi goreng buatan Naya enak, tapi malas saja untuk memberi pujian.
"Gimana, enakkan." tanya kakek Handoko.
Lio menjawab, "Hmmm." doank.
Kakek Handoko baru menyadari sesuatu, dia memandang kearah Lio, dan kemudian mengalihkan pandangannya kearah Naya, "Kenapa rambut kalian tidak basah, kalian tidak bekerja keras bikinin saya cicit ya tadi malam."
Mendengar hal tersebut membuat Lio terbatuk-batuk, "Minum mas." Naya menyodorkan air putih pada Lio.
"Papa, ini lagi makan lho, kok papa malah membahas tentang cicit sieh."
"Lho, emang ada yang salah, orang nikah itukan tujuannya untuk mendapatkan keturunan, gak ada yang salahkan dengan pertanyaan kakek, iyakan Lio, Naya."
Naya berusaha membela suaminya, "Iya kek, semalam Naya dan mas Lio capek, jadi kami memutuskan untuk istirahat, iyakan mas." Naya meminta dukungan Lio.
"Iya kek, semalam Lio capek banget."
"Tuhkan, papa denger sendiri, mereka capek pa."
"Bisa dimaklumi, tapi ntar malam kalian janjikan akan bikinin kakek cicit." kakek Handoko ngotot.
Naya hanya tersenyum malu, sedangkan Lio ekspresinya gak bisa diartikan
****
Biasanya, kebanyakan orang yang menikah pasti mengambil cuti pernikahan, Lio juga begitu, dia cuti selama satu minggu, bahkan oleh kakeknya Lio dipaksa untuk mengajak Naya pergi bulan madu, namun tentu saja Lio menolak, buat apa pergi bulan madu, toh dia juga tidak akan menyentuh istrinya itu, jadi, hari-harinya dihabiskan dirumah. Seperti hari ini, terbiasa dikantor membuatnya jenuh berada dirumah, kerjaannya cuma tidur, makan dan buang air. Untuk perusahaan, selama dia mengambil cuti, kakek Handoko menyerahkannya pada Rafa untuk menghendel semua pekerjaan selama Lio tidak masuk kantor. Namun disini tidak hanya Lio saja yang merasa bosan, Naya juga, mungkin karna baru, jadi dia merasa asing dirumah besar tersebut, ditambah tidak ada yang dikerjakan, semua pekerjaan sudah dikerjakan oleh para ART, jadi yang bisa dilakukan adalah hanya nonton TV diruang tengah bersama dengan para ART karna pekerjaan mereka sudah beres semua.
Pada heboh deh mereka semua mengomentari tiap adegan sinetron yang mereka tonton.
Dimulai dari bi Dijah, "Ihh, kok aku yang gemes ya, dihina bukannya ngelawan malah diam saja." bi Dijah mengomentari pemeran utamanya.
Wati salah satu ART dirumah besar tersebut juga menimpali, "Iya, coba kalau aku, sudah aku bejek-bejek sik jahat itu."
Begitulah kalau ibu-ibu berkumpul nonton sinetron, suka pada gregetan sendiri, padahalkan sudah diatur sama sutradaranya.
Naya jadi inget dengan ibunya dikampung, merekakan juga suka gemes sendiri kalau melihat pemeran utamanya ditindas.
"Sudahlah bik, itu semuakan sudah diatur sama sutradaranya, pasti nanti pemeran utamanya dibuat bisa ngebalas perlakuan tokoh antagonisnya."
"Iya juga ya non, tapi gimana ya non, bibik suka gimana gregetan sendiei kalau nonton sinetron."
Naya hanya terkekeh memaklumi.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments