Masih sangat pagi ketika Lio menghubungi Rafa, saat ini Rafa tengah diselimuti oleh bulu domba oleh setan, memasuki waktu shubuh, setan-setan berkeliling menyelimuti setiap hamba supaya lalai terhadap perintah Tuhan, karna kebetulan Lio menelpon setelah menyelsaikan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu sholat shubuh, sejak menikah dengan Naya, Lio yang pemalas itu selalu dipaksa untuk bangun dan sholat shubuh.
Rafa yang sama malasnya dengan Lio soal bangun pagi terlonjak begitu mendengar deringan nyaring ponselnya.
"Paan sieh, pagi-pagi buta begini nelpon." suara orang ngantuk.
"Heh perjaka tua, bangun lo sholat shubuh, udah uzur juga, seumuran lo sudah saatnya malaikat maut nyabut nyawa lo, lo masih saja malas-malasan sholat." sok menasehati.
"Gak jelas banget sieh lo, sejak kapan lo rajin sholat."
"Sejak bini kampungan gue itu suka ngatain gue babi."
"Emang lo babi beneran."
"Gaji lo gue potong."
"Yeelah, bisa gak lo jangan bawa-bawa gaji, bikin lemah iman gue aja." suara seperti orang nelangsa.
"Gue gak bakalan motong gaji lo, asal lo ngelakuin apa yang gue suruh."
"Apaan tuh."
"Lo bawa sik kampungan itu...."
Rafa memotong, "Naya Lio, nama istri lo Naya, panggil dia dengan baik dan benar donk." Lio memperingatkan.
"Iya sik Naya itu, lo bawa gieh dia belanja baju, anjirr gue yang malu lihat dia pakai daster lusuh begitu."
"Bawa Naya belanja, kok gue, itu tugas lolah sebagai suami."
"Ya gaklah, malu gue deket-deketan sama dia, penampilannya itu malu-maluin, bisa turun derajat gue."
"Sok banget sieh lo, ntar lo bakalan bucin setengah idup sama Naya."
"Gadis kampung, jelek, dan norak itu, ya gak akanlah." seru Lio percaya diri.
"Tidak ada yang tidak mungkin, lo lihat saja nanti."
"Gue nelpon lo bukan jadi penasehat cinta ya Raf, gue minta lo bawa Naya belanja pakaian, dan lo gak boleh menolak titik." tandas Lio tidak bisa dibantah.
"Kalau lo sudah bertitah, gue bisa apa."
"Dan satu lagi." ujar Lio, "Beliin juga dia ponsel, sakit kuping gue denger suara keypad ponselnya yang berisik setiap ditekan." Lio jadi curhat.
Maklum, ponsel Naya adalah ponsel jadul yang ada senternya.
"Perintah siap dilaksanakan."
****
"Lo siap-siap gieh sana." tegur Lio begitu Naya keluar dari kamar mandi.
"Siap-siap mas." Naya bertanya heran, "Siap- siap untuk apa."
"Gue udah nelpon Rafa buat bawa lo belanja baju."
"Belanja baju, untuk siapa." Naya bertanya polos.
"Pakai nanya lagi, ya untuk lo lah, siapa lagi."
"Untuk Naya, tapi Naya saat ini gak butuh baju mas, baju Nayakan banyak dan masih bagus-bagus." bagus-bagus versi Naya maksudnya.
"Bagus bagus lo bilang, baju yang sudah cocok jadi kain lap itu lo bilang bagus."
"Meskipun begitu, Naya bersyukur walau hanya pakai kain lap, banyak kok diluar sana yang gak pakai baju." suara Naya sendu, dia jelas tersinggung dengan kalimat Lio.
Lio merasa bersalah sedikit, dia sedikit meralat kalimatnya, "Maksud gue." katanya dengan lebih baik, "Itukan baju lama yang dibeliin oleh orang tua lo, nah sebagai suami gue yang ngambil tanggung jawab orang tua lo, sekarang giliran gue yang ngebeliin lo baju dan apapun hal lainnya yang lo butuhin." dia mengatakan itu seolah dia adalah suami yang baik dan bertanggung jawab.
Naya diam tidak merespon, Lio kembali melanjutkan, "Jadi, lo mau ya."
"Hmmm, tapi mas juga ikut kan."
"Gue gak bisa, ada kerjaan yang mesti gue urus, jadi perginya sama Rafa saja, gak apa-apakan."
"Berdua sama mas Rafa mas, Naya takut."
Lio salah mengartikan kalimat Naya, sehingga dia berkata begini, "Lo takut sama Rafa, gue bisa jamin Rafa aman, lo gak bakalan diapa-apain, kalau iya dia berani ngapa-ngapain lo, gue potong gajinya."
"Bukan itu mas, maksud Naya, berdua dengan laki-laki yang bukan muhrim, ntar jadinya malah fitnah lagi."
Lio berusaha meyakinkan Naya, "Naya, Rafa itu orang kepercyaan gue, sahabat gue, dan sudah gue anggap sebagai saudara gue sendiri, jadi anggaplah lo pergi bersama saudara lo sendiri."
"Iya deh." ujarnya pasrah pada akhirnya.
"Nah, sekarang siapa-siap gieh sana."
"Siap-siap mas, sekarang, masih gelap lho ini, Naya tahu, para pedagang pergi ke pasar pagi-pagi buta begini untuk mempersiapkan dagangannya, tapi kalau mau beli baju, mana bisa milihnya saat masih gelap begini, salah-salah ntar ngambilnya tidak sesuai keinginan lagi."
"Pasar, siapa yang mau pergi kepasar."
"Lho, bukannya pasar mas."
"Bukanlah, tapi butik."
"Butik itu apa mas." Naya bener-bener gak tahu makanya dia nanya.
"Butik itu sejenis toko tempat menjual pakaian, tapi harga yang dipatok sepuluh kali lebih mahal dari yang dijual dipasar-pasar." Lio berusaha mengontrol emosinya, seperti menjelaskan satu tambah satu sama dengan dua pada anak SD, fikirnya Naya beneran anak kampung tulen, kolot banget, butik saja gak tahu.
"Oh begitu ya."
***
Rencananya, Rafa akan menjemput Naya sekitar jam delapan, Naya yang ditemani oleh Lio menunggu sambil duduk diteras depan, kakek Handoko kini mendekam dikamarnya setelah Naya merayunya untuk minum obat, sedangkan Renata mama sekaligus mertua Naya sudah pergi kebutiknya dengan diantar sopir pribadi.
Rafa datang tepat waktu, keluar dari mobil untuk memberi sapaan pada bosnya.
"Pagi bos, bu bos, pagi yang cerah ya." ujarnya menyapa sekaligus mengomentari cuaca.
"Jadi sudah siap bera...." Rafa menggantung kalimatnya begitu memperhatikan dengan sejelas-jelasnya penampilan Naya, istri bosnya yang kaya raya, Naya terlihat seperti bukan istri bos, pakaiannya kuno kayak orang zaman dulu, mana rambutnya dikepang dua lagi, hal ini mempertegas predikatnya sebagai gadis desa, dan Rafa gak heran kalau Lio memintanya menemani Naya untuk membeli baju baru yang menurut Lio layak pakai.
Naya yang diperhatikan sedemikian rupa jadi malu, dan bertanya, "Penampilan Naya aneh ya mas."
Lio buru-buru membantah, "Eh, gak kok." dalam hati bergumam, "Gak aneh, tapi kuno gak sesuai zaman."
"Terus kenapa mas merhatiin Naya."
Nah lho, diskakkan sama Naya, karna gak mungkin mengatakan kebenarannya, Rafa berbohong, "Soalnya, bu bos cantik."
Yang namanya gadis kampung yang sifat malunya masih kental banget, tentu saja pujian Rafa membuatnya malu, dan percaya lagi dengan kalimat hoax yang dilontarkan Lio.
Sementara itu, Lio mendengus, "Raf, bohong untuk membuat orang bahagia itu dosa lho."
"Mas Rafa bohong kenapa mas." tanya dengan polosnya, bener-bener tidak mengerti maksud kalimat suaminya.
Rafa ngedumel dalam hati, "Sik keparat Lio ini, bisa gak sieh kalau dia bekerjasama, Nayakan juga istrinya, masak iya gue tega nyakitin Naya kalau gue berkata jujur." Rafa melisankan, "Gak ada apa-apa kok Nay, maksud Lio ini hanya masalah pekerjaan doank kok."
"Oh." Naya percaya.
"Namanya juga gadis kampung, percaya aja dikibulin." ungkap Lio dalam hati.
Naya kembali bertanya, "Mas Rafa sudah sarapan."
"Tuhkan, nieh cewek baik banget, pakai nanya apa gue sudah sarapan lagi." Rafa terharu, "Belum." Rafa menjawab jujur.
"Ini apaan sieh, sudah mending kalian berangkat sana, dan lo Rafa, sarapannya ntar di direstoran cepat saji saja." Lio mengusir.
"Jangan begitu mas, kasihan mas Rafanya, lagiankan mas Rafa gak punya istri yang ngurusin dia, mending mas Rafa sarapan dulu, kalau menyetir dalam kondisi lapar juga kan jadi gak konsentrasi."
"Nah, lo denger tuh bini lo, menyetir dalam kondisi lapar bikin gak konsentrasi."
"Terserah deh."
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments