Arthur berbalik.
"Namaku Xaverius Arthur Valois." Arthur mengenalkan diri sambil melipat tangan kanannya di dada dan membungkuk.
"Kau pasti bukan manusia biasa!" Monica sudah bisa menebak.
"Aku tak berniat membuatmu takut. Saat ini hidupmu sedang terancam. Sosok hitam tadi sedang mengincar dirimu. Kau harus lebih berhati-hati di luar sana," ujar Arthur.
"Apa sosok hitam tadi juga ada hubungannya dengan hilangnya para gadis di desa belakangan ini?" tanya Monica.
"Ya." jawab Arthur.
"Di mana gadis-gadis yang hilang itu di sembunyikan? Apa mereka akan terus menculik para gadis?" tanya Monica.
"Gadis yang terpilih sudah muncul. Mereka tidak akan menculik gadis lain lagi." jawab Arthur.
"Gadis yang terpilih? Siapa gadis itu? Apa maksudnya semua ini? Sebenarnya apa yang terjadi dengan desa ini?" tanya Monica bertubi-tubi. Begitu banyak hal di desa ini yang tidak ia mengerti.
"Aku tidak bisa menjelaskannya sekarang. Jaga dirimu dengan baik, Monica!" kata Arthur. Ia berbalik langsung pergi.
"Tunggu! Bagaimana kau tahu namaku?" tanya Monica tapi Arthur sudah menghilang.
...*****...
Hari ini Monica memutuskan kembali ke sekolah. Semua murid yang melihat kedatangannya nampak terkejut, termasuk Liona. Ia tak menyangka Monica masih bisa muncul di sekolah. Sedangkan teman-temannya yang hilang belum juga di temukan.
"Dia masih bisa datang ke sekolah. Itu berarti dia tidak hilang seperti yang lainnya," bisik Kelly pada Liona.
Liona merasa kesal. Ia langsung berdiri dan menghampiri meja Monica.
"Kau benar-benar tidak tahu diri! Masih berani muncul di sekolah, hah!" bentak Liona.
Monica menatap Liona.
"Memangnya ada alasan apa yang mengharuskan aku meninggalkan sekolah? Jika ini masih berhubungan dengan teman-teman yang hilang itu, sudah kukatakan aku sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu. Aku bahkan tidak tahu ada hal apa yang disembunyikan di desa ini. Kau adalah penduduk asli desa ini. Sebagai penduduk asli harusnya kau yang lebih tahu apa yang terjadi dengan desamu. Dan jika memang kau peduli pada teman-temanmu yang hilang itu, harusnya kau berupaya memikirkan jalan keluar. Bukannya menyudutkan dan menyalahkan orang lain," balas Monica.
"Kau ...."
Perkataan Monica membuat Liona tak bisa berkata-kata. Ia pun pergi dengan perasaan kesal.
.......
.......
.......
Di jam istirahat, Monica duduk termenung sendiri di kantin.
"Aku tak menyangka kau bisa kembali ke sekolah. Aku pikir kau juga hilang seperti teman sekelasmu yang lain," kata Sera.
"Sayang sekali membuatmu kecewa. Aku masih bisa duduk di sini," ujar Monica ketus.
"Aku bukan bagian dari mereka. Jadi bersikaplah sedikit manis denganku!" pinta Sera.
Tiba-tiba Sera mengendus-endus lalu sedikit mendekati Monica. Ia menutup hidungnya dan menjauh. Monica merasa sikap Sera kali ini lebih aneh, ia mencoba mencium pakaiannya sendiri. Tidak ada bau aneh.
"Bau mu seperti dua orang aneh yang ada di kelasku. Bahkan lebih kuat," kata Sera.
"Apa maksudmu? Aku bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di kelasmu. Dan lagi ... Aku tidak mencium apa-apa. Ah apa parfum yang kupakai sama dengan yang dipakai mereka?" tanya Monica bingung.
"Itu bukan bau parfum! Kau mana bisa menciumnya. Aku pergi dulu!" Sera langsung pergi.
"Bau apa sih? Siapa yang dia maksud dua orang aneh?" Monica bertanya-tanya seorang diri.
"Akhirnya kau masuk juga!" sapa Isabelle yang langsung duduk di sampingnya. Sedang Melisa duduk di kursi depan.
"Kalian ...."
"Jangan bilang kau sudah lupa pada kami." kata Melisa.
"Tentu saja tidak. Mana mungkin aku lupa teman yang sudah mentraktirku minum." jawab Monica.
'Dua orang aneh itu apakah Isabelle dan Melisa?' pikir Monica.
"Apa kalian kenal dengan murid bernama Sera Elfred?" tanya Monica.
"Tentu saja. Dia sekelas dengan kami," jawab Isabelle.
"Tapi tidak berteman dekat," timpal Melisa.
"Oohh ..." ujar Monica. 'Berarti memang benar.'
"Apa beberapa hari ini kau mengalami masalah berat?" tanya Isabelle.
"Ha? Tidak." jawab Monica.
"Bagaimana kalau malam ini kita pergi minum?" usul Isabelle.
"Aku sedang tidak bersemangat. Apa kalian tahu legenda mengenai desa ini?" tanya Monica.
Isabelle dan Melisa saling berpandangan.
"Aku tidak tahu!" jawab Isabelle.
"Aku juga," tambah Melisa.
"Ya tidak apa-apa," ucap Monica.
.......
.......
.......
Jam sekolah sudah selesai. Monica masih berdiri di depan gerbang sekolah. Saat melihat Sera muncul, Monica segera menghampiri nya.
"Sera!"
"Monica? Pasti ada hal yang mau kau tanyakan sampai-sampai menungguku di sini, kan?" tebak Sera.
"Kau tidak hanya bisa membaca petaka tapi juga pandai membaca pikiran." puji Monica.
"Terima kasih pujianmu! Jadi mau tanya apa?" tanya Sera.
"Monica!" teriak Nathan.
Monica dan Sera menoleh ke belakang. Nampak Nathan berlari mendekati mereka.
"Hah ... hah ... kita pulang bersama ya?" kata Nathan yang ngos-ngosan.
"Hei, kau tidak lihat ada aku di sini?" protes Sera.
"Lihat. Kita bertiga maksudku." ralat Nathan.
"Hm." gumam Sera. Ia mulai berjalan, Monica juga. Nathan pun mengikuti.
"Jadi, kau mau tanya apa tadi?" tanya Sera pada Monica.
"Aku ingin tahu legenda tentang menara lonceng di katedral St. Monica. Kau pasti bisa menceritakannya padaku, kan?!" jawab Monica.
"Tentu saja. Hanya bercerita apa sulitnya?" ujar Sera.
"Biar aku yang menceritakannya padamu, Monica!" sahut Nathan. Sera mengacungkan tangannya mempersilahkan.
Nathan berjalan lebih rapat ke Monica dan mulai bercerita.
"Kisah menara lonceng sudah diceritakan dari generasi ke generasi. Yang kemudian berkembang menjadi legenda yang menakutkan di desa ini. Legendanya, lonceng menara yang berdentang seratus tahun sekali merupakan pertanda bangkitnya mahkluk penghisap darah. Makhluk itu hanya bangun sekali dalam seratus tahun. Para penduduk meyakini bangkitnya mahkluk itu untuk mencari mangsa. Itu dibuktikan dengan hilangnya orang-orang termasuk para gadis di desa ini secara misterius. Dan mereka yang dulunya hilang tidak pernah ditemukan sampai sekarang."
"Makhluk penghisap darah?!" gumam Monica.
Sera menimpali,
"Ya. Kau pasti merasa cerita ini tidak masuk akal bukan?! Kau berasal dari kota be--"
"Tunggu! Kau pernah mengatakan kalau aku adalah orang yang terpilih. Apa maksudnya?" tanya Monica. Ia ingat Sera pernah mengatakannya. Arthur juga menyebut itu semalam.
"Kau tidak takut jika aku mengatakannya?" tanya Sera.
"Orang yang terpilih untuk apa? Kau jangan sembarangan bicara, Sera!" timpal Nathan. Sera memutar matanya pada Nathan.
"Aku tidak menyuruhmu meramal. Aku hanya ingin tahu maksud dari 'terpilih' itu," jelas Monica.
Sera memegang dagunya mencoba mengingat.
"Ah! Selain mahkluk penghisap darah ada satu sekte yang juga ikut andil dalam legenda menara lonceng ini," katanya.
"Kau sedang mengarang cerita ya?!" tanya Monica tak percaya.
"Sekte? Sejak kapan ada sekte di desa kita? Kenapa aku tidak tahu?" serobot Nathan.
"Ishh ...." Monica mencubit lengan Nathan karena ia begitu berisik. Nathan berseru 'aww'.
"Aku tidak tahu banyak mengenai sekte ini. Tapi aku pernah dengar ramalan ibuku yang mengatakan akan ada gadis yang datang ...." Sera berhenti dan ragu-ragu ia menunjuk Monica.
"Itu kamu!"
"Apa lagi yang ibumu katakan?" tanya Monica penasaran.
"Hanya itu saja. Waktu itu aku tidak sengaja menguping pembicaraannya. Waktu sehari sebelum kau datang ke desa ini." jawab Sera.
"Kalau menguping sudah pasti sengaja. Bagaimana bisa menguping dan tahu ceritanya kalau tidak disengaja?" celutuk Nathan.
"Diam!" bentak Monica pada Nathan yang lagi-lagi 'berisik'. Nathan seketika menutup mulutnya dengan tangan.
"Apa kau bisa bertanya pada ibumu lebih banyak tentang itu?" tanya Monica.
Sera menggeleng.
"Dia pernah bilang padaku lebih baik tidak ikut campur mengenai masalah sekte ini. Sekte ini sangat rahasia. Hanya beberapa penduduk desa yang mengetahuinya. Perasaanku mengatakan sekte ini berbahaya."
Sera tiba-tiba menarik tangan Monica.
"Monica, kau harus meninggalkan desa ini secepatnya."
Monica bingung melihat perubahan ekspresi Sera yang tiba-tiba.
"Mana mungkin aku pergi dari desa ini? Aku sudah menghabiskan tabungan untuk sewa apartemen dan sekolah. Kalau pun harus meninggalkan desa setidaknya harus tunggu sampai lulus sekolah," jelas Monica.
Sera melepaskan tangannya.
"Ya, maaf aku hanya terbawa perasaan," ucapnya.
Nathan tidak berani bersuara lagi setelah dibentak Monica. Ia hanya memperhatikan.
"Apartemenku di jalan sana. Kita berpisah sampai di sini. Terima kasih sudah mau cerita padaku," pamit Monica.
"Yah, sudah tidak sejalan?" ucap Nathan.
"Kau mau ikut Monica pulang ke apartemennya?" tanya Sera ketus.
"Tidak." jawab Nathan.
"Kalau begitu jangan menggerutu!" seru Sera dengan galak. Nathan melambai pada Monica dan melanjutkan jalannya.
Sera juga melambai 'bye bye' pada Monica.
"Mana mungkin aku mengatakan yang sebenarnya padamu, Monica! Itu terlalu menakutkan dalam penglihatanku," batin Sera. Ia lalu pergi.
bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
👑Lian Siyue👑
MAKIN PENASARAN DEH
2022-12-26
1
💙 Ɯιʅԃα 🦅™ 📴
Gadis terpilih itu lu Monica
2022-11-16
0
ɴᴏᴠɪ
Monica bener deh mending pergi aja yg jauh, jgn sampe mati sia² 🙈 tp semoga Arthur bisa bantu km ya
2022-11-08
1