Satu bulan berlalu. Setiap tengah malam Monica selalu terbangun oleh suara lonceng. Tidak hanya dirinya yang terganggu dengan suara lonceng itu, para penduduk di sekitar pun mendengarnya. Desas-desus mengenai legenda lonceng di menara katedral pun menjadi topik hangat.
Di jam istirahat sekolah, Monica, Renata dan Leslie sedang duduk di kantin. Beberapa murid yang duduk di dekat mereka nampak berbisik sambil melihat ke arah Monica. Sejak pindah ke sekolah ini, hanya Renata dan Leslie yang berteman dengannya. Sedangkan murid-murid yang lain menatapnya dengan aneh.
"Kenapa mereka terus melihat ke arah kita?" tanya Leslie.
"Mereka pasti membicarakanku," tebak Monica.
"Jangan di hiraukan! Itu pasti karena lonceng menara katedral. Apa lagi katedral itu memiliki nama yang sama denganmu." ujar Renata.
"Apa lonceng menara itu selalu berdentang?" tanya Monica.
"Sejak lahir aku belum pernah mendengar lonceng menara itu berdentang. Entah kenapa tiba-tiba sekarang berdentang." jawab Leslie.
"Siapa yang tidak punya kerjaan membunyikan lonceng sampai dua belas kali di tengah malam?" tanya Monica penasaran.
"Tidak ada orang yang membunyikan. Lonceng itu berdentang sendiri. Menurut legenda yang beredar, jika lonceng di menara katedral berdentang akan ada hal buruk yang terjadi," tutur Renata.
"Tepat sekali! Lonceng menara berdentang kembali setelah seratus tahun! Dan jika sudah berdentang, maka akan ada yang menjadi korban!" kata Sera yang tiba-tiba duduk di depan Monica.
" Selama ini aku menyelidiki dan mendapat kesimpulan, lonceng mulai berdentang sejak kedatangan mu di desa ini! " lanjutnya sambil menunjuk Monica.
Monica menatap Sera sambil mengernyitkan dahi.
"Jangan bicara sembarangan!" bentak Renata.
"Aku mana mungkin bicara sembarangan! Coba kalian ingat kapan pertama kali lonceng mulai berbunyi dan kapan gadis ini menginjakkan kaki di desa ini. Ini sesuatu yang jelas. Sera tidak pernah bicara tanpa bukti!" terang Sera. Ia lalu beranjak pergi begitu saja.
"Siapa dia?" tanya Monica karena tidak pernah melihat Sera di kelasnya.
"Namanya Sera Elfred. Ibunya seorang cenayang di desa ini," jawab Renata.
"Dia tidak memiliki teman. Mereka takut dengan apa yang dia ucapkan. Hampir semua hal yang dikatakannya terjadi dan semuanya bencana. Murid di sini menyebutnya 'Si Mulut Bencana'," timpal Leslie. Ia lalu menatap Renata. Kembali terpikir dengan yang dikatakan Sera barusan.
...****...
Teng...... Teng... Teng..... Teng..... Teng.....
Malam ini Monica duduk di atas kasurnya sampai lonceng berdentang dua belas kali di tengah malam. Ucapan Sera Elfred cukup mengganggu pikirannya.
"Ini tidak masuk akal! Bagaimana mungkin lonceng yang berdentang itu ada hubungannya denganku?! Namaku hanya kebetulan sama dengan nama katedral itu saja. Mana bisa di jadikan alasan untuk menuduh orang?!" pikir Monica.
Malam itu ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Keesokan pagi, Monica pergi ke sekolah dengan lesu.
"Pagi!" sapa Monica saat lewat di bangku Renata.
Tak seperti Renata biasanya yang akan langsung membalas sapaannya. Kali ini tak ada jawaban dari gadis itu.
Monica hanya menatap punggung Renata dan Leslie yang seakan membeku.
"Sepertinya mereka termakan ucapan Sera," batin Monica.
Sampai saat jam istirahat tiba, Renata dan Leslie juga tidak bicara pada Monica. Kedua gadis itu seperti menghindari dirinya.
Monica berjalan sendiri ke kantin. Ia melihat Sera duduk sendiri lalu menghampirinya.
"Hei, aku ucapkan selamat padamu karena sudah berhasil membuat dua temanku menjauhiku," kata Monica.
"Aku tidak pernah menyuruh mereka menjauhimu, Sera selalu berbicara sesuai logika," jawab Sera penuh percaya diri.
Melihat Monica dan Sera berbicara, menarik perhatian murid-murid lain untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan.
"Oh begitukah? Jadi apa logikanya lonceng bisa berdentang sendiri tengah malam jika tidak ada orang di sana? Apa mungkin lonceng itu ditiup angin?" tanya Monica dengan ketus.
"Jika aku jelaskan kau tidak akan mengerti. Jika aku katakan kau juga tidak akan percaya. Jika terjadi sesuatu padamu, jangan salahkan siapa-siapa. Kau orang yang dipilih!" tutur Sera.
"Omong kosong!" Monica membalikkan badan hendak pergi.
"Kalau kau tidak percaya, kenapa tidak pergi mengeceknya sendiri?" ucapan Sera menghentikan langkah Monica sejenak kemudian berjalan pergi.
...****...
Semakin lama bukannya semakin terbiasa, Monica justru semakin terganggu dengan suara lonceng di tengah malam itu. Di tambah murid-murid di sekolahnya yang terus menatapnya dengan tatapan tidak suka, juga Renata dan Leslie yang menjauhinya. Monica merasa seperti menjadi satu-satunya mahkluk asing di sekolahnya. Tidak ada yang mau berteman dengannya, apalagi mendekatinya. Itu membuatnya mulai merasa tidak nyaman.
Sepulang sekolah Monica mencoba melihat lebih dekat seperti apa katedral St. Monica.
Tidak ada yang istimewa selain bangunannya yang sudah tua. Katedral itu merupakan satu-satunya katedral di desa ini. Setiap hari minggu selalu ada penduduk yang datang beribadah. Menara lonceng berada di belakang nampak menyatu dengan bangunan utama katedral. Saat Monica tengah memperhatikan menara lonceng di atas, pundaknya di tepuk seseorang. Monica terperanjat.
"Sedang apa di sini?" tanya seorang pria paruh baya.
"Hanya ... melihat-lihat," jawab Monica.
"Di sini bukan tempat untuk bermain, Nona!" kata pria paruh baya itu.
"Aku bukan datang untuk bermain. Aku hanya penasaran dengan lonceng di menara itu," Monica mencoba menjelaskan.
Pria paruh baya itu langsung menatap tajam pada Monica.
"Siapa yang membunyikan lonceng itu setiap tengah malam? Apa tidak tahu menganggu waktu ti--"
"DIAM!" hardik pria paruh baya itu sebelum Monica selesai bicara.
"Jangan bicara sembarangan. Lonceng itu berdentang bukan pertanda baik. Kau pikir siapa yang berani mendekati menara itu di tengah malam buta? Membunyikan lonceng hanya untuk mengganggu tidur seluruh penduduk desa?" tanyanya.
"Pak tua, kalau aku tahu aku tidak perlu datang kemari bertanya," jawab Monica.
"Dentang lonceng itu adalah teror. Waktunya hampir tiba, tidak tahu siapa yang akan menjadi korban selanjutnya," kata pria paruh baya penuh tanda tanya.
"Teror? Apa maksudnya? Apa yang terjadi-"
"Nona, jika tak ada keperluan sebaiknya kau pergi saja. Sebaiknya kau juga tidak mencari tahu," kata pria paruh baya sambil berjalan pergi.
"Aku hanya ingin tahu ada peristiwa apa yang terjadi di sini. Seperti apa kisah legenda yang berhubungan dengan lonceng ini? Apa tidak boleh?" Monica berbicara sendiri.
bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
〈⎳ HIATUS
jangan-jangan hantu
2023-06-19
1
༄𝑓𝑠𝑝⍟𝓜§ ᴮᵉᵉ ⃝•Offff👏 🅠🅛
wah ada apa dengan lonceng itu??
2023-06-19
1
Keysha ʚHiatusɞ
ikut nimbrung tiba2
2023-06-19
1