"Ternyata dia memang sudah melupakan masa lalunya," ucap Felix sambil menatap langit yang menitikkan air hujan. Tatapannya kosong, seolah tenggelam dalam kenangan yang jauh.
Sepuluh tahun yang lalu, di taman komplek perumahan...
"Eylla, apa yang kamu sukai?" tanya Felix kepada Floey yang masih kecil.
"Aku... sangat suka bintang di malam hari," ucap Floey dengan penuh keceriaan.
"Oh, yah? Kalau begitu, suatu hari nanti, aku akan menunjukkan bintang yang sangat indah padamu," janji Felix dengan tulus.
"Yang bener ya, janji," kata Floey sambil menyatukan jari kelingking mereka.
"Felix, nak, ayok kita pulang," panggil ibu Felix yang menghampiri mereka.
"Bun, bisakah kita mengantar Eylla pulang?" tanya Felix dengan sopan.
"Oh, tentu saja boleh, ayok, La," jawab ibu Felix dengan senyum.
Sesampai di depan rumah Floey, terdengar suara bentakan dari dalam rumah. Ibu Floey keluar dengan membawa koper-koper.
"Kamu salah paham," ucap seorang lelaki.
"Salah paham apanya? Aku melihat dengan jelas kamu begitu mesra dengan perempuan itu," tukas Zeora dengan nada tajam.
Floey, yang baru berusia tujuh tahun, hanya bisa terdiam. Zeora mendekat dan mengatakan, "Eylla, ayok, ikut ibu." Zeora menggenggam tangan kecil milik Floey.
"Kita kemana, Bu?" tanya Floey dengan rasa kebingungan.
"Kita akan tinggal di rumah di mana kamu bisa menikmati keindahan bintang setiap malam," jawab Zeora dengan suara lembut.
"Tapi, ayah kenapa tidak diajak?" tanya Floey dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Hmm, sayang, nanti ayah menyusul, ayo," ajak Zeora sambil menarik tangan Floey.
Itulah sedikit cerita singkat mengenai masa lalu mereka, di mana Floey terpaksa berpisah dengan sahabat kecilnya di kampung halamannya.
"Hmm, memang benar dia harus melupakannya, karena itu akan membuat hatinya sakit. Tapi, kenapa hanya itu saja yang bisa kuingat?" gumam Felix sambil berjalan menuju mobil.
"Ayo, Pak, jalan," ucap Felix kepada sopirnya.
"Baik, tuan," jawab sopir dengan ramah.
Sesampainya di depan rumah Floey, ia turun dari motornya yang basah kuyup.
"Haha, seru juga nih!" ucap Floey dengan antusias.
"Iyakan, seru banget," kata Felix dengan senyum.
"Ehhhh, apa-apaan ini? Kok basah kuyup?" ucap Zeora sambil terkejut melihat keadaan mereka.
"Hehe, kalau begitu, saya pamit, Tante," kata Kieran sambil langsung memacu motor pergi.
"Dah," ucap Floey sambil melambaikan tangan pada Kieran yang pergi.
"Udah! Ayo, cepat masuk mandi," ujar Zeora dengan nada sedikit kesal.
"Iyaa," jawab Floey dengan senyum, mereka pun bergegas masuk ke dalam rumah.
🌃
Malam hari di kediaman rumah mewah Felix, rintik hujan gerimis terdengar merdu dari luar. Suara hujan yang lembut mengisi ruangan, menciptakan suasana yang tenang dan damai.
Felix berada di ruang makan, dikelilingi oleh kemewahan dan keindahan interior rumahnya yang mirip dengan istana. Wanita berumur 30-an dengan rambut selehernya, yang biasa dipanggil "Tante," mengajaknya untuk tidur.
"Felix, nak, tidur gih, sudah malam," ucap Tante dengan lembut.
"Iya, Tan," jawab Felix sambil beranjak dari kursi yang didudukinya dan pergi ke kamarnya.
Dalam baju tidur berwarna abu yang nyaman, Felix merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk miliknya. Dalam keheningan malam, dia merasa ngantuk dan menguap dengan lelah. Pikirannya mulai terlelap, dan dia masuk ke dalam dunia mimpinya.
Felix memasuki mimpi yang sangat aneh, di mana gambar-gambar tentang masa lalunya mulai terbuka. Ingatan-ingatan yang pernah dia lupakan mulai menghantui mimpinya. Dia melihat dirinya kecil, berlari-lari riang di tengah taman perumahan,namun ingatan yang tidak pernah ia ingin ketahui mulai muncul dimana dalam mimpi ia melihat dirinya serta Floey dan wanita yang disebut bundanya sedang mengendarai sebuah mobil dimana saat itu kondisinya hujan.
"Bunda! Jangan pergi!" Felix mengigau dalam tidurnya, terjaga oleh mimpi yang membingungkannya.
Felix melihat dirinya yang kecil, terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Di sisi ranjangnya, ada bundanya , serta Floey, sahabat kecilnya terbaring berada di ruang gawat darurat. Dalam semburat mimpinya, Felix melihat bundanya meminta salah satu perawat untuk memberikan kalung yang Felix kenakan padanya.
Tante Felix, yang sedang lewat di depan kamar, mendengar suara Felix yang mengigau dan segera masuk ke dalam kamar untuk memeriksa keadaannya.
"Felix, bangun," ucap Tante Felix sambil mengusap dahi Felix dengan penuh kekhawatiran. "Panas banget, Kak Zergan, sini..." teriaknya
"Iya, sebentar," jawab Zergan, sang kakak, sambil masuk ke dalam kamar. "Ada apa?"
"Felix mengigau... suhu badannya panas banget," ujar Tante Felix dengan nada cemas.
Zergan, yang juga merasa cemas, melihat kondisi Felix yang lemah. Dia meraih termometer di meja samping dan dengan hati-hati menempelkannya di dahi Felix.
"Suhunya tinggi," bisik Zergan dengan nada khawatir. "Apa yang harus kita lakukan?"
Tante Felix dengan tegas mengambil keputusan. "Yaudah, kita bawa dia ke rumah sakit. Mungkin mereka bisa memberikan pertolongan yang lebih baik di sana."
Tidak ada waktu lagi untuk ragu. Ayah dan Tante Felix dengan sigap membawa Felix yang lemah ke mobil keluarga. Mereka berdua dengan hati-hati meletakkan Felix di kursi belakang, menutup pintu mobil, dan segera memulai perjalanan ke rumah sakit.
Di dalam mobil, suasana tegang terasa semakin nyata. Felix terbaring di kursi belakang, wajahnya pucat dan berkeringat. Ayah Felix mengendarai mobil dengan cepat, melintasi jalan yang penuh dengan hujan. Suara hujan yang deras menghasilkan suara yang menggema di dalam mobil, menciptakan suasana yang hening namun tegang.
Felix, di antara kebingungan dan kelemahan, merasa getaran mobil yang bergerak dengan cepat. Dia meraih tangan Tante Felix yang ada di sampingnya, mencari kehangatan dan kekuatan dalam genggaman itu.
Perjalanan ke rumah sakit terasa berkepanjangan, meskipun sebenarnya hanya beberapa menit. Setelah melintasi jalan yang licin dan terus dikejar oleh suara hujan, mereka akhirnya tiba di rumah sakit.
Ayah Felix segera memarkir mobil di area parkir yang hampir penuh. Mereka keluar dari mobil dengan terburu-buru, berlari melintasi gerimis dan masuk ke dalam pintu utama rumah sakit.
Di dalam rumah sakit, suasana terasa berbeda. Cahaya terang dari lampu-langit menyinari lorong-lorong yang sepi. Bau antiseptik menguar di udara, mencampur dengan keheningan yang tegang.
Ayah Felix berbicara dengan petugas medis yang siap menerima mereka.
"Anak saya demam tinggi dan mengigau," kata Ayah Felix dengan suara gemetar
Para petugas medis langsung membawa felix keruang instalasi gawat darurat menggunakan kursi roda
Tiba-tiba, dalam keadaan setengah sadar, Felix melihat dirinya sendiri yang kecil terbaring di ranjang rumah sakit. Di sisinya, bundanya duduk dengan wajah penuh kekhawatiran. Felix mencoba menggapai tangan bundanya, tetapi bayangan itu menghilang begitu cepat seperti sebatang kilat yang menyambar langit.
di ruang rawat, Felix terbaring di ranjang rumah sakit. Dia masih merasa lemah dan demamnya belum turun. Dia memejamkan mata, berusaha tidur, tetapi suara-suaranya yang mengigau terus mengganggunya.
"Dok, mengapa Felix selalu mengigau seperti itu?" tanya Zergan dengan kekhawatiran di wajahnya.
Dokter menjawab dengan lembut, "Mengigau adalah reaksi alami dari tubuh ketika menghadapi demam tinggi. Pikirannya mungkin sedang berusaha memproses hal-hal yang dialaminya. Tapi jangan khawatir, ini adalah hal yang umum terjadi pada pasien."
Zergan merasa lega mendengar penjelasan dokter. Dia berharap Felix segera pulih dan bisa bermain seperti biasa.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Iin Al-arief
gak rugi mampir disini😊
2022-12-15
0
naumiiii🎈✨
Berasa nonton drakor aku ngap🤧🤧
2022-06-30
0