Ardhi memandangi tangan Ishana yang berusaha memberinya semangat. "Harusnya kita melakukannya dari dulu Na."
Sontak Ishana langsung menarik tangannya dari pundak Ardhi.
"Maaf kak, aku harus masuk--"
Ishana tidak bisa turun, Ardhi menahan pergerakannya. Sepasang manik mata mereka bertemu, seketika hal itu membuat keduanya terhipnotis, entah kenapa Ardhi tidak pernah menyadari betapa cantik wajah Ishana, bahkan sepasang manik mata milik Ishana seakan membuat Ardhi hilang kesadaran.
Ishana ingin menghindar, namun posisinya terpojok. Ishana masih berusaha agar Ardhi tidak mendekatinya. Namun wajah Ardhi berada sangat dekat dengan wajahnya, kala matanya menatap kedua bola mata Ardhi, ada sorotan yang membuatnya terpaku dan mengagumi pemilik sepasang mata indah itu. Wajah Ardhi, selama ini dirinya tidak pernah memandangnya sedekat ini.
Perlahan jarak diantara keduanya hilang. Kedua wajah itu saling menempel dan semakin dalam.
Deraan napas yang memburu, semakin membuat keduanya terlena.
Kedua mata Ishana terpejam Rapat, tubuhnya tidak mampu menolak semua ini, malah menikmatinya.
Apa yang terjadi padaku?
Ishana! Ini tidak boleh!
Kenapa tidak boleh? Dia suamimu!
Bukan! Dia milik sahabatmu!
Pertarungan kata hatinya membuat Ishana bingung, sedang dirinya seakan hilang kesadaran. Perlakuan Ardhi begitu lembut, Ardhi membuat tubuhnya menolak segala peringatan dari pikirannya sendiri, dan semakin tenggelam dengan bermacam rasa yang muncul.
Senyap ... hanya bunyi decakkan lembut yang terdengar oleh keduanya, bahkan tangan Ardhi perlahan mulai leluasa menjelajah kemana yang dia mau, memijat lembut bagian yang dia susuri. Membuat Ishana semakin terbuai.
...Cuma kamu yang aku percaya yang bisa bahagiain mas Ardhi....
Ishana terbayang ucapan Risma. Seketika napasnya terasa sesak, bukan karena ciuman yang semakin dalam, tapi pertarungan batinnya, mempertahankan pendiriannya, namun dirinya juga menikmati momen ini, dan tubuhnya menikmati semua ini.
Deruan napas Ishana yang sangat jelas terdengar, semakin membuat Ardhi kalap dan liar. Perlahan ciuman Ardhi berpindah ke ceruk leher Ishana, menelusuri leher jenjang itu, aroma parfum Ishana semakin membuat tensi Ardhi menggila. Tangan itu tidak terkontrol lagi, terus dan terus menjelajah, hingga Ardhi kembali manautkan kedua bibir mereka lagi, dan tautan itu semakin dalam dan dalam lagi.
"Lebih baik aku bunuh kamu, daripada aku sakitin kamu."
Ishana teringat ucapannya sendiri saat Risma meminta dirinya menikah dengan Ardhi, sontak kedua bola mata Ishana membulat sempurna. Ishana mendorong begitu kuat tubuh Ardhi hingga tautan mereka terlepas. "Maaf aku tidak bisa!" Kedua bola mata Ishana nampak berkaca-kaca. Ishana langsung turun dari mobil Ardhi.
Air mata seketika merembes membasahi pipi mulusnya. Ciuman itu merubah segala rasa yang selama ini terjalin. Ada yang roboh, namun ada juga yang mulai tumbuh.
Ardhi mematung melihat kepergian Ishana. Sedang di depan sana Ishana terus berlari ke area Rumah Sakit.
Sesampai di ruangan perawat, Ishana hanya diam, bayangan dia bercum-bu dengan Ardhi terpatri jelas dalam benaknya, bahkan terus berputar-putar.
Apa yang terjadi padaku?
Rasanya Ishana ingin sekali membenturkan kepalanya ke tembok agar melupakan kejadian barusan.
Semakin kuat dia berusaha menepis bayangan itu, bayangan Ardhi malah semakin menghantuinya.
Ciuman maut sebelumnya, seakan menghancurkan pertahanan yang selama ini dia dirikan.
Bahkan pasien laki-laki dewasa itu, Ishana melihat itu Ardhi. Kemana matanya memandang, di sana ada Ardhi.
***
Ardhi merasakan hal yang sama, dia melakukan petualangan yang panjang bersama Eva, namun hanya Ishana yang menari-nari dalam benaknya. Yang bertukar hanya saliva mereka, tapi entah kenapa, rasanya hati Ardhi juga tertinggal bersama Ishana.
"Tuan ...."
Panggilan itu seketika menyadarkan Ardhi.
"Masuk saja, Der." ucap Ardhi.
Derby sekretaris Ardhi memasuki ruangan Ardhi dengan seorang laki-laki.
"Selamat pagi Tuan, perkenalkan ini Ernest, orang yang Tuan minta waktu itu," ucap Derby.
"Yakin dia akan melakukan pekerjaannya dengan profesional?" Ardhi memastikan.
"Dia terbaik dibidangnya," Derby meyakinkan.
"Kamu boleh keluar," ucap Ardhi pada Derby
Perlahan Ardhy menceritakan siapa Eva. "Aku hanya tidak bisa mempercayai dia, makanya aku butuh seseorang untuk memata-matai dia." Ardhi menujuk pada foto Eva. "Terlebih dia aktif di luar rumah karena pekerjaan dia seorang model dan memiliki butik."
"Jika ada yang mencurigakan, kamu laporkan sama saya," ucap Ardhi.
"Pasti," sahut Ernest.
Ernest dan Ardhi saling berjabat tangan.
Setelah Ernes pergi, bayangan Ishana kembali muncul. Ardhi terbayang kebersamaan mereka jauh sebelum ciuman maut itu meluluh lantahkan jiwanya.
"Ishana. Kenapa kamu tidak pergi dari pikiran dan hatiku?"
**
Sepanjang hari Ishana tidak fokus dengan pekerjaannya. Entah kenapa setiap hal yang dia lihat, itu adalah Ardhi. Rasanya, rasa terlarang itu mulai bertumbuh di hatinya, dan tidak mampu dia buang.
Di sela pekerjaanya, panggilan yang masuk menyita perhatian Ishana, melihat nama Risma, dia buru-buru mengangkat panggilan teleponnya.
"Iya Ris?"
Bukan jawaban Risma yang dia dapat, namun isak tangis Risma yang menyambut telinganya.
"Na ... kamu benar. Hikss!"
Seketika sekujur tubuh Ishana gemetar mendengar isak tangis Risma.
"Kamu benar Na, aku bisa berkata aku ikhlas, karena aku belum merasakannya."
Kata-kata itu kembali terhenti oleh isak tangis Risma.
"Sakit banget Na. Sakit ....."
"Makasih Na, kamu selama ini telah menjaga hatiku, dengan tidak mencintai suamiku, walau dia juga suami kamu, aku beneran sakit Na, tadi malam mas Ardhi dan Eva--"
"Hiksss, Aakkkkk ...."
Tangisan, hanya tangisan yang Ishana dengar.
"Kak Ardhi juga terluka Na, sepanjang jalan dia menangis menyesali perbuatannya, dia bilang Eva memasukkan obat perangsang pada minumannya, terus saat kak Ardhi ingin menumpahkannya padamu, Eva sudah menyembunyikan kunci kamar mereka."
"Aku sakit Na ...."
"Iya, kak Ardhi juga."
Ishana bingung memberi kekuatan apa untuk Risma, kata-katanya sama sekali tidak ingin Risma mengerti.
Setelah berbicara dengan Risma, rasa sakit dan rasa bersalah Ishana semakin menebal.
Matahari semakin tergelincir kearah barat. Lampu-lampu jalanan mulai menyala. Saat jam dinasnya berakhir, Ishana tidak pulang ke rumah Ardhi, namun dirinya mendatangi sahabatnya, Anara.
Seseorang yang selama ini menjadi tempat Ishana berbagi banyak hal, bukan hanya Ishana, Nara juga sahabat Risma. Mereka berasal dari Panti Asuhan yang sama.
Saat sampai di halaman rumah Nara, wanita itu sudah berdiri di teras menunggu kedatangannya.
"Masuk Na," ajak Nara.
"Keluarga kamu mana?" Ishana memperhatikan keadaan rumah Nara yang sepi.
"Keluarga aku lagi ke luar kota, andai malam ini kamu mau menginap, aku bahagia banget, temenin aku ya ...." ucap Nara.
Ishana tampak berpikir, rasanya hal yang sangat tepat jika dirinya bermalam di rumah Nara. Saat ini dirinya tidak mampu jika harus bertemu Ardhi. Ishana mengetik pesan yang akan dia kirim pada Risma.
Risma, malam ini aku nginep di rumah Nara, tadinya aku cuma mau main sebentar, ternyata dia sendirian di rumah, aku tidak enak ninggalin dia sendirian.
Hanya beberapa detik, pesan Ishana di balas Risma.
Tega banget kamu, aku butuh kamu Na.
Tapi nggak apa-apa, cuma semalam kan?
Ishana langsung membalas pesan Risma.
Iya, cuma malam ini.
Izin di dapat, Ishana pun memutuskan untuk bermalam di rumah Nara.
Setelah makan malam bersama, Ishana dan Nara merebahkan diri mereka di tempat tidur Nara. Pandangan keduanya ter-arah pada plafon kamar Nara.
"Ra, aku melanggar janjiku."
Mendengar ucapan Ishana, sontak Nara langsung bangkit dari posisi rebahannya, dia duduk dan menatap tajam pada Ishana. Ishana pun bangkit, dan duduk menghadap Nara.
"Ini diluar kendali aku Ra, kak Ardhi terlanjur masuk ke sini!" Ishana memukul dada bagian kirinya. "Aku ingin kak Ardhi keluar dari sini Ra."
Ishana tersiksa dengan perasaan yang dia rasa. Air mata pun kembali membasahi pipi mulusnya. "Ini nggak boleh Ra, kasian Risma."
Nara bingung, atas dasar apa melarang seorang istri jatuh cinta pada suaminya? Ishana berada dalam ikatan poligami ini, karena Risma yang meminta.
"Na, bantu aku keluar dari rasa dan ikatan ini." Tangisan Ishana semakin mengiris hati.
"Jangan sampai Risma merasa sakit karena ada rasa cintaku yang tertuju untuk suaminya."
"Kita bicara pada Risma besok, malam ini kita tidur dulu."
Nara berusaha membuat sahabatnya tenang, hingga Ishana pun larut ke alam bawah sadarnya membawa segala dilema hatinya.
Bagi Ishana, jika dirinya mencintai Ardhi, ini suatu pengkhiatan pada sahabatnya, walau posisinya adalah istri sah Ardhi di mata hukum agama dan Negara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
ummi_Շɧ𝐞𝐞ՐՏ🍻muneey☪️
yesel krna udah ngelakuin sma yang satu.. eh malah mau ngelakuin sma yang satunya lagi..itu mah bukan nyesel ardhi..tp ngelunjak..
2022-06-27
0
🕊⃟🍁F1R4
lanjut 🤗
2021-10-22
0
Kenza al_el
jadi ungu dech.. dilema cinta 🤦🏻♀️
2021-10-18
0