Ardhi masih memikirkan perkataan Risma, surat menikah lagi, apa surat kematian. Dia berusaha mengumpulkan kesadarannya.
"Kematian itu pasti datang, hanya saja kamu ingin melihat papa pergi dengan cara apa? Bahagia karena keinginannya terkabul, atau--" Risma sengaja menggantung ucapannya.
Ya Allah, kenapa alur hidupku seperti ini? Banyak orang yang lebih jahat dariku hidupnya malah damai dan mulus. Kenapa aku harus membahagiakan satu dan melukai yang satu?
"Setiap wanita ingin dicinta sepenuhnya oleh pasangan, tapi kamu, malah membagi semua itu dengan orang lain, kamu siap dengan segala ujian dan badai yang akan menantimu di depan sana?"
Risma menganggukkan kepalanya.
"Kalau kamu siap, aku hanya bisa menuruti apa yang kamu mau. Aku tau kamu pastinya tidak menginginkan hal ini, tapi harus kamu ingat, aku menyetujui semua ini, karena kamu."
Risma tersenyum mendengar jawaban Ardhi, dia langsung memeluk suaminya. "Kita datangi mama papa sekarang."
"Kita baru sampai sayang," bujuk Ardhi.
"Apa kamu yakin papa bisa menunggu lebih lama lagi?"
Ardhi menghela napasnya begitu dalam, lagi-lagi dirinya harus mengalah.
Ardhi, Risma, dan Ishana langsung menuju Rumah Sakit Lagi.
Beberapa langkah lagi Ardhi, Ishana dan Risma akan sampai di ruangan Wisnu, namun saat yang sama Rita keluar dari pintu itu. Sorot matanya memperlihatkan kalau si punya diri sangat marah. "Mau apa kalian ke sini!?"
"Menjenguk papa, mah." jawab Risma.
"Tidak perlu, mendengar suaramu papa malah akan semakin malas untuk sehat, alasan dia untuk bertahan sudah tidak ada lagi! 4 tahun penantian ini, kalian pikir mudah bertahan selama 4 tahun ini?" Air mata menetes begitu deras dari pelupuk mata Rita.
"Setiap malam, aku mendengar keluh kesahnya betapa beratnya dia melewati harinya, sedang kalian!" Rita menarik napas begitu dalam, berusaha mengontrol kemarahannya.
"Sedang kalian? Kalian sangat bahagia menikmati hari-hari kalian, kalian lupa ada orang yang berusaha keras untuk bertahan hidup hanya demi penantiannya menimang atau melihat cucunya, hanya itu keinginan papa kalian. Tapi keputusan Ardhi sudah membunuh papanya, untuk membaik sulit saat ini, jadi lebih baik kalian pulang saja!"
"Untuk membuat papa semangat adalah cucu kan mah?" tanya Risma.
"Kau bodoh apa pura-pura bodoh?" Rita seakan tidak kuat lagi menahan emosinya.
"Sayang kita pulang saja," bujuk Ardhi.
"Iya, pulang saja sana bocah pecinta! Jangan coba-coba datang kemari! Anggap kami semua sudah tiada!" bentak Rita.
"Kami kesini, harapan kami supaya papa bisa bangun," rengek Risma. Risma terus berusaha untuk bicara. "Ma …." rengeknya.
"Percuma, kalau kamu mau pun, suamimu nggak bakal mau."
"Risma kita pulang!" Bentak Ardhi.
Risma menoleh kearah Rita. "Maa, aku bersedia ma, aku sendiri yang akan carikan rahim buat suamiku, maksudku aku akan pilihkan istri untuk suamiku."
Risma melingkarkan tangannya di bahu Ishana. "Dia yang ku pilih sebagai istri kedua mas Ardhi, dia adalah wanita yang tepat untuk jadi istri mas Ardhi."
Rita terdiam, seketika kemarahannya padam.
"Mas Ardhi juga bersedia ma, kami semua melakukan ini demi papa, cinta kami pada mama dan papa."
Kedua bola mata Rita yang sebelumnya terlihat begitu marah, kini sepasang mata itu tampak berkaca-kaca, dirinya tidak menyangka menantunya berbesar hati memilihkan istri untuk Ardhi putranya. Rita mendekari Risma dan memeluknya. "Terima kasih Nak."
Melihat sinar kasih sayang kembali terpancar dari mata mamanya, Ardhi merasa bahagia. Dia segera menelepon Derby, Sekretaris pribadinya, untuk mengurus segala macam perlengkapan untuk menikah lagi.
"Bolehkah kami menemui papa?" ucap Risma.
Rita melepaskan pelukannya. "Tentu saja." Rita menhujani wajah Risma dengan ciuman, dia tahu bagaimana beratnya seorang wanita meminta suaminya menikah lagi.
Mereka semua berada di ruangan Wisnu. Mata itu masih terpejam begitu rapat.
Perlahan Ardhi mendekati papanya., memegang telapak tangan Wisnu, telapat tangan yang dulu begitu kuat memandunya, sekarang tangan itu terlihat keriput dan lemah. Ardhi perlahan meraih dan mencium tangan yang banyak melakukan segala hal untuknya itu.
"Papa ingin bermain dengan cucu papa kan? Kalau papa lemah seperti ini, bagaimana Ardhi semangat mendatangkan cucu buat papa? Ardhi lemah lihat papa seperti ini."
Ardhi semakin dalam mencium telapak tangan papanya. "Risma tidak akan mampu melahirkan 100 cucu buat papa, namun jika 100 cucu bisa membuat papa bahagia, Ardhi rela menikahi 10 wanita demi mendatangkan kebahagiaan untuk papa." Ardhi semakin terisak. "Maafin Ardhi pa ...."
Laki-laki itu berusaha tegar, demi memberi semangat pada papanya. "Ardhi gak bercanda pa, bahkan Ardhi akan menikah lagi demi memenuhi mimpi papa, kalau mata papa tertutup, bagaimana papa melihat mimpi papa?"
Perlahan Ardhi melepaskan tangan papanya, dan meletakkannya kembali perlahan. Dia berjalan kearah Risma dan Ishana, dia menarik kedua wanita itu mendekat pada Wisnu.
"Risma, istriku, dia menantu papa, dan Ishana adalah calon menantu papa yang kedua, ayo pa bangun."
Tapi tidak ada reaksi pada Wisnu.
Ardhi menatap sayu kearah Rita. "Ma, sepertinya dua istri tidak mampu untuk membuat papa kuat kembali, tolong carikan 98 wanita lagi," rengek Ardhi.
"Hhhhhh!" Suara napas terdengar dari arah ranjang Wisnu.
Hal itu membuat wajah setiap orang dihiasi senyuman.
Ardhi tersenyum dan mendekati papanya. "Papa mau 100 menantu?"
Wisnu berusaha memukul putranya, namun tenaganya begitu lemah.
Selesai di ruangan papanya, Ardhi, Risma dan Ishana menuju ruang perawatan Wisnu. Ishana menceritakan niat mereka. Mendengar segala rencana 3 orang itu, Purnama hanya bisa menangis.
Andai dirinya berdaya, dia tidak mau Ishana menyerahkan diri untuk dimadu siapapun. Purnama tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi apa daya pahlawannya selama ini tidak bisa dihubungi. Dirinya pasrah dengan permintaan Ishana, agar diizinkan menjadi madu sahabatnya.
***
Seminggu berlalu, Ardhi melunasi hutang anak laki-laki Purnama, melunasi pengobatan Purnama ayah angkat Ishana, dan mengatur pernikahan keduanya dengan Ishana.
Pernikahan Ishana dan Ardhi hanya dilaksanakan di KUA, Ardhi maupun Ishana, menolak jika pernikahan mereka dirayakan.
Disebuah ruangan yang ada di KUA. Risma hanya berduaan dengan Ardhi, dengan telaten dia membantu Ardhi mengenakan jas pengantin yang senada dengan kebaya yang Ishana kenakan.
"Ingat mas, perlakukan Ishana dengan baik ya," ucap Risma.
Ardhi hanya diam. Dia sama sekali tidak menginginkan pernikahan kedua ini.
Risma meraih tangan Ardhi, dia ingin melepas cincin nikah yang selama 4 tahun ini tersemat di jari manis Ardhi.
"Apa-apaan kamu?" Ardhi menepis tangan Risma, dia tidak mau melepaskan cincin pernikahannya dengan Risma.
"Kosongkan sementara saja mas, setelah akad, terserah mas mau pakai yang mana."
"Aku tidak akan melepasnya, biar saja cincin yang Ishana sematkan nanti pada jari yang lain, karena jari ini mewakili hatiku, hanya kamu yang menempati."
Risma pasrah, Ardhi bersikeras tidak mau melepas cincin nikah mereka.
Sedang di ruangan lain, Ishana hanya bersama Purnama.
"Harusnya Ayah bahagia melihatmu menikah nak, tapi saat ini ayah sedih."
"Janga sedih Ayah, mungkin memang takdirku menjadi yang kedua."
Acara pernikahan itu pun akan segera berlangsung. Ardhi memasuki ruangan bersama Risma, sedang Ishana dengan Ayahnya. Saat hampir sampai di meja akad, Risma langsung menggandeng Ishana, dan membantu wanita itu duduk di samping suaminya.
Risma menepuk pundak Ardhi, memberikan senyuman manisnya, lalu mencium Ishana sebelum pergi menuju tempat duduknya kembali.
Akad nikah Ardhi dan Ishana, hanya di saksikan beberapa orang dari Panti Asuhan Bunda Aiswa dan keluarga Ardhi. Ishana menikah dengan wali hakim, karena kedua orang tuanya tidak tau di mana keberadaannya.
Risma menyaksikan langsung akad nikah suaminya, saat Ardhi menjabat tangan wali hakim yang bertindak sebagai wali nikah Ishana. Sekujur tubuh Risma bergetar, bagaimanapun dia bilang dia bahagia, rasa sakit itu tetap ada.
Suara 'Sah' pun lantang terucap kedua saksi. Hal itu bagaikan salju yang turun di tengah panasnya terik matahari, namun juga bagai jutaaan anak panah yang melesak bersamaan, menusuk tepat di jantung Risma. Sakit menyadari kalau sekarang Ardhi bukan hanya miliknya seorang.
Sedang di depan sana, setelah Ardhi menyematkan cincin di jari manis Ishana, Ishana bingung dia harus menyematkan cincin di jari Ardhi yang mana.
"Maaf," ucap Ishana. Dia menyematkan cincin di jari manis Ardhi yang sudah tersemat satu cincin. Hingga ada dua cincin di jari manis Ardhi.
Setelah selesai acara itu, Ardhi diminta mencium istrinya.
Risma memejamkan kedua matanya, kala ciuman Ardhi mendarat diantara kedua alis Ishana, sedang Ishana langsung mencium punggung telapak tangan Ardhi.
...Hak enggkau ya Allah memberikan ujian apa saja kepada makhluk, sebagai makhlukmu aku hanya berusaha kuat atas segala cobaan yang datang, tapi … bolehkan aku mengeluh padamu? Kenapa engkau berikan ujian seberat ini?...
Air mata pun mengalir begitu saja membasahi pipi Risma. Hal itu dilihat oleh Rita, wanita itu langsung memeluk Risma, memberikan kekuatan pada wanita itu.
"Maafkan kami."
Risma berusaha tersenyum. "Kalian tidak salah."
Setiap pasang pengantin merasakan bahagia saat akad pernikahan mereka, berbeda jauh dengan Ardhi dan Ishana, keduanya sama sekali tidak bahagia karena pernikaha ini, mereka menikah hanya karena rasa cinta mereka pada wanita yang sama, yaitu Risma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
ummi_Շɧ𝐞𝐞ՐՏ🍻muneey☪️
ya ampuuunn..hati rasanya kaya diremes2 😭😭😭😭
2022-06-27
0
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
nex
2021-12-01
0
Yati Parmin
😭😭😭😭😭 awalnya udah nyesek gini gmna selanjutnya..
2021-11-13
0