Berbagi Cinta: Istri Untuk Ardhi

Berbagi Cinta: Istri Untuk Ardhi

Bab 1 Hati atau Mimpi

Risma POV 

Apakah ini mimpi? Rasanya sangat sulit mengatakan ini nyata, seorang gadis Panti Asuhan sepertiku menjadi menantu di rumah besar ini. Bukan kekayaan mereka yang membuatku sangat bahagia. Tapi, kasih sayang semua orang yang ada di rumah ini.

Mama Rita, papa Wisnu, dan suamiku, Ardhi Pramudya. Mereka melimpahiku kasih sayang yang begitu besar.

Pernikahanku dengan Ardhi bukan karena kami sama-sama cinta. Tapi, karena rasa cinta kami yang sama. Ardhi menikah demi papanya yang sangat berharap Ardhi mempunyai anak dan istri, dan diriku, menerima Ardhi demi Panti Asuhan. Cinta yang sama, cinta Ardhi pada papanya, sedang aku cinta kepada seluruh penghuni panti Asuhan, apalagi bunda Aiswa.

Ardhi berjanji akan memberikan lahan itu untuk Panti, asal aku mau menjadi istrinya, kami pun menikah.

Bahkan 4 tahun pernikahan ini, dia dan aku belum tahu apa itu cinta, yang kami tahu, kami berusaha membuat pasangan bahagia.

Perlakuan lembut Ardhi, keperduliannya, kasih sayang kedua orang tuanya, membuatku lupa, sebab apa kami bisa menikah.

Aku berjalan santai memandangi taman bunga yang ada di samping rumah, memandangi tanaman mama Rita yang tumbuh subur.

Tlink!

Sebuah notifikasi membuyarkan segala kekagumanku.

Beb, vitamin kamu, susu kehamilan kamu jangan lupa.

Aku tersenyum membaca pesan dari sahabatku, Ishana. Dia salah satu orang yang sangat protektif menjagaku selain Ardhi dan mama Rita, walau dari kejauhan, dia terus menanyakan keadaan kami.

Di sahabatku, kami sama-sama berasal dari Panti Asuhan, hanya saja dia diadopsi sedang aku masih menetap di Panti Asuhan. Ishana, dia seorang perawat di Rumah Sakit milik keluarga Ardhi.

Iya, semuanya sudah mas Ardhi berikan sama aku.

Pesanku yang aku kirim pada Ishana.

Tidak cuma Ishana sih, tapi, semua orang sangat mencemaskan diriku, bagaimana tidak, ini kehamilan yang keempat yang bisa bertahan sampai sejauh ini.

Kehamilan pertama hanya bertahan beberapa minggu, kehamilan kedua dan ketiga juga hanya merasakan sebentar.

"Sayang … kamu mau kemana?"

Tiba-tiba mama Rita ada di dekatku, di tangannya ada nampan yang berisi 2 cangkir teh.

"Nggak kemana-mana ma, bosan di dalam kamar," jawabku.

"Mau ikut mama ke sana?"

Mama Rita menunjuk kearah gazebo yang menghadap ke kolam renang. Di sana terlihat papa Wisnu tengah bersantai.

"Boleh ma, aku ikut ke sana."

Mama Rita memanggil pelayan, minta bawakan nampan yang dia pegang. Tangan mama yang tadinya memegang nampan, kini kedua tangan itu memegangi kedua tanganku, sedang nampan itu sudah diantar pelayang ke gazebo tempat papa bersantai.

Akhirnya kami sampai di Gazebo, papa tersenyum bahagia melihat kami.

"Apa kabar menantu dan cucu papa?" 

Mata papa tertuju pada perut buncitku.

"Kami baik pa," jawabku.

"Padahal cuma 2 bulan lagi, penerus Ardhi akan lahir, tapi kenapa 2 bulan rasanya lebih lama dari 4 tahun." Papa menggelengkan kepalanya, senyuman juga menghiasi wajahnya.

"Papa selalu berkhayal, cucu-cucu papa bermain di kolam renang bersama kamu dan Ardhi, aduh rasanya papa sangat tidak sabar."

Keinginan papa dari dulu hanya ingin cucu, aku sangat kasihan, karena kami terlalu lama memenuhi keinginan terbesar papa.

"Papa sudah minum obat?" tanya mama.

"Sudah dong, papa mau sehat, karena papa mau bermain sama cucu papa nanti."

"Sejak kehamilan kamu, papa nggak susah lagi diminta minum obat, bahkan duluan papa kapan waktunya minum obat."

Mama membelai rambut kepalaku dan memelukku.

"Terima kasih Risma, kamu berhasil meluluhkan hati Ardhi, dan kamu membantu Ardhi memenuhi mimpi papanya."

"Terima kasih juga ma, mama dan papa mencurahiku dengan begitu banyak kasih sayang, kasih sayang orang tua yang selama ini belum ku rasa."

Mama melepas pelukannya, dan menciumku dengan begitu lembut.

"Aku hanya tau kasih sayang bunda Aiswa, dan kasih sayang dari saudara yang ku dapat dari penghuni Panti Asuhan."

"Kamu memang anak kami." ucap mama.

Kami bertiga duduk santai di gazebo, memandangi keindahan tanaman hias yang tumbuh di sana.

"Ishana, dia apa kabar? Lama dia tidak main ke sini," ucap mama.

"Katanya, papanya sakit, ibunya juga sudah meninggal, jadi habis piket, Ishana langsung jaga papanya," jawabku.

"Aku keliling dalam rumah, ternyata kalian di sini."

Kami menoleh kearah suara itu, siapa lagi, dia Ardhi manusia yang paling tampan bagiku.

Dia langsung duduk di sampingku, membelai perut bulat ini dan berbicara dengan anak kami.

"Halo sayang, lagi apa?" ocehnya.

Bla bla bla bla, banyak kata yang dia ucapkan untuk anak kami, dia selalu seperti ini jika di dekatku, tapi aku juga bahagia dia seperti ini.

"Nggak kerja Dhi?" tanya mama.

"Enggak dulu ma, aku selesaikan beberapa pekerjaan dari rumah saja."

Cukup lama Ardhi bermain dengan perut bulatku, akhirnya dia berhenti dan duduk di sampingku.

Nyuttt!

Apa ini? Kenapa perutku tiba-tiba sakit.

"Awhh!" 

Jeritan lepas dari mulutku, karena rasa sakit itu semakin menguat, aku tidak tahan.

"Mass!" Aku tidak tahu harus berkata apa.

"Sayang ada apa?" Wajah Ardhi begitu panik.

"Pe-rut aku! Sa-kit!" 

"Argh!" Sebelah tanganku bertumpu menahan bobot tubuh, sedang tangan yang satu memegangi perut, rasa sakitnya semakin menguat.

"Ma, aku bawa Risma ke Rumah Sakit."

Ardhi langsung menggendongku, Ardhi belum melangkahkan kakinya, tapi di sana papa tiba-tiba pingsan.

"Papa!" Mama menjerit.

Antara sadar dan tidak, kulihat beberapa pelayan langsung mengangkat tubuh papa, pandanganku semakin kabur.

Harapanku, semoga papa baik-baik saja, dan anakku juga selamat.

***

Author POV

Risma berada di ruang penanganan, beberapa tim medis masih memeriksanya. Di ruang yang berbeda, Wisnu juga tengah diperiksa.

15 menit berlalu, Ardhi dan Rita diminta dokter Jully ke ruangannya. Di sana ada 2 dokter yang berbeda tengah menunggu mereka. Dokter Sonia, dokter kandungan yang menangani Risma, dan dokter Farhan, spesialis jantung yang menangani Wisnu.

"Kita mulai dari siapa?" tanya Jully.

"Risma dulu," sela Ardhi.

Kedua bola mata Rita melotot, dia tidak habis pikir Ardhi begitu memikirkan istrinya dan lupa akan kondisi papanya.

"Rahim Risma ada masalah." Dokter Sonia mulai menjelaskan keadaan Risma dengan bahasa medis.

"Operasi kali ini, kami harus mengangkat bayi itu dan juga rahim Risma, demi keselamatan Risma." Doker Sonia menjelaskan panjang lebar hal yang membahayakan Risma jika rahimnya tidak diangkat.

Ardhi hanya bisa memijat pelipisnya, sangat sakit membayangkan keadaan Risma, dan pastinya Risma sangat down jika mengetahui hal ini nantinya.

"Kalian semua sudah tahu bukan, kalau Tuan Wisnu bisa bertahan sejauh ini karena semangatnya menanti cucunya lahir, sekarang aku tidak tau apa yang terjadi, jika Tuan Wisnu tau keadaan Risma." Dokter Farhan juga menjelaskan keadaan Tuan Wisnu saat ini.

Ardhi semakin kalut, satu sisi papanya sangat menginginkan cucu, sedang istrinya dipastikan tidak bisa hamil lagi.

Rita betah membisu, sesekali dia mengusap air mata yang terlanjur menetes dari pelupuk matanya.

Demi keselamatan Risma, Ardhi terpaksa menandatangani surat persetujuan atas tindakan medis yang akan diambil oleh tim medis yang menangani Risma. Nyawa Risma selamat, entah bagaimana nanti Risma menjalani harinya.

Operasi Risma tengah berlangsung, Ardhi masih setia berada di depan ruangan operasi. Berulang kali kedua telapak tangannya mengusap wajahnya.

"Bagaimana ini?" 

Suara itu membuyarkan lamunan Ardhi. Terlihat Rita datang dengan wajah penuh kecemasan.

"Apanya?" Tanya Ardhi.

"Apanya bagaimana? Papamu! Risma!" Wajah Rita sungguh hancur.

"Aku benar-benar tidak mengerti ma, otakku rasanya beku!" Ardhi me-re-mas rambut kepalanya.

"Cintamu sudah membuatmu lupa pada kedua orang tuamu rupanya." Sorot mata yang begitu tajam dari sepasang mata Rita tertuju pada Ardhi. "Kamu lupa, alasan apa sebelumnya membuat kamu mau menikah?"

Ardhi membisu. Dia teringat alasan dia ingin cepat menikah karena ingin memberi kebahagiaan pada papanya di sisa umurnya.

"Cepat atau lambat, papamu memang akan mati, mama juga, kamu juga, Risma juga, semua makhluk yang bernyawa akan menemui kematian, tapi … mama hanya ingin papa mendapatkan keinginan dia sebelum dia pergi meninggalkan kita."

Ardhi mematung, ingin sekali memeluk mamanya, namun dirinya juga saat ini sangat hancur.

"Sekarang Risma tidak bisa hamil lagi setelah ini, sedang papamu?!" Rita berusaha menahan suaranya. Bukan tidak mau mengerti posisi Risma, tapi keadaan suaminya membuat Rita hanya fokus pada suaminya.

"Ma, bisakah kita saat ini fokus pada Risma dan papa dulu? Jangan bahas anak."

Ardhi meraih kedua tangan Rita. "Mama ingat dulu, kata dokter umur papa tidak lama, ternyata papa bisa bertahan sampai sekarang, berarti papa pasti bisa ma …."

Rita melepas kasar tangan Ardhi yang memegangi kedua telapak tangannya. "Yang membuat papa kamu bertahan itu penantiannya!"

"Maa--"

"Kesembuhan papamu cuma itu Ardhi!" Potong Rita begitu cepat. "Risma memang tidak bisa memberi anak, tapi wanita lain bisa!"

Ardhi bungkam. Dia tidak mengira mamanya memikirkan hal sejauh ini.

Tapi, dia juga tidak buta dan tidak tuli, dia sangat sadar, kekuatan papanya hanya karena ingin melihat cucu yang hadir dari pernikahannya kelak.

"Nyonya Rita dan Tuan Ardhi, kalian di panggil dokter Farhan, dokter menunggu kalian di ruangannya." Ucapan salah satu perawat yang datang menghentikan ketegangan antara ibu dan anak itu.

"Mama saja ya yang menemui dokter Farhan, aku mau menunggu Risma saja di sini."

Hati Rita begitu hancur melihat putranya, sebagai seorang ibu, dia sangat bangga Ardhi adalah laki-laki yang setia, bagaimanapun keadaan istrinya, Ardhi tidak berubah.

Tapi sebagai seorang istri, hati Rita hancur, dia tidak bisa membantu suaminya memenuhi keinginan terbesarnya, yaitu menimang cucu, karena putra semata wayangnya itu dipastikan akan tetap setia pada istrinya.

"Andai mama bisa memilih, lebih baik mama tidak punya anak, daripada punya, namun bisanya hanya menyakiti mama!"

Ardhi memejamkan matanya mendengar ucapan mamanya yang begitu tajam.

Rita masih menatap tajam pada Ardhi. "Sekarang aku tidak mengenal lagi siapa pemuda yang ada di depan mataku ini!" Rita pergi begitu saja membawa segala kekecewaan dan luka hatinya.

Mata Ardhi terus memandangi punggung mamanya, pikirannya kacau, apakah dia bisa tetap menjaga hati Risma, atau mewujudkan mimpi papanya.

Terpopuler

Comments

Anita Kumala

Anita Kumala

mampir kak

2022-02-07

0

Nana

Nana

baru mo baca ternyata udah tamat..

2021-11-21

0

NiiLam🎀

NiiLam🎀

aku mampir mis mis 🧚‍♀️🧚‍♀️🧚‍♀️

2021-11-12

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Hati atau Mimpi
2 Bab 2 Ishana, Tolong Aku
3 Bab 3 Cinta Yang Sama
4 Bab 4 Jaga Perasaan
5 Bab 5 Adil
6 Bab 6 Tidak Sanggup
7 Bab 7 Sama Saja
8 Bab 8 Untuk Kamu
9 Bab 9 Kemarahan Rita
10 Bab 10 Pertempuran
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13 Dia Istrimu Juga
14 Bab 14 Suami Kamu Juga
15 Bab 15 Sakit
16 Bab 16 Sakit
17 Bab 17 Keinginan
18 Bab 18 Strategi Eva
19 Bab 19 Air Mata Eva
20 Bab 20 Ikhlas?
21 Bab 21 Pembelaan Ardhi
22 Bab 22 Ngidam Eva
23 Bab 23 Pencuri Hati
24 Bab 24 Mangga
25 Bab 25 Pengakuan Ishana
26 Bab 26 Paku Kertas
27 Bab 27 Kebahagiaan Ardhi
28 Bab 28 Pengakuan Rita
29 Bab 29 Terlanjur
30 Bab 30 Candu
31 Bab 31 Memastikan
32 Bab 32 Berlawanan
33 33 Hancur
34 Bab 34 Pilihan
35 Bab 35 Nara
36 Bab 36 Perlu Waktu
37 Bab 37 Aku Juga Punya Alasan
38 Bab 38 Ledakkan
39 Bab 39
40 Bab 40 Mungkin Ini Yang Terbaik
41 Bab 41 Terima Kasih Maduku
42 Bab 42 Memberikan, Bukan Menjual
43 Bab 43 Dunia Baru
44 Bab 44 Memulai
45 Bab 45 Jangan Bahas Masa Lalu
46 Bab 46 Jangan Rayu Bunda
47 Bab 47 Bundaaa
48 Bab 48 Perkenalan Anak Kecil
49 Bab 49 Mama?
50 Bab 50 Kehilangan Jejak
51 Bab 51 Makna Nama
52 Bab 52
53 Bab 53 Cincin
54 Bab 54 Jalan Yang Tepat
55 Bab 55 Siapa Lagi
56 Bab 56 Rasa Yang Hilang
57 Bab 57 Merasa Kosong
58 Bab 58 Cinta Yang Tertinggal
59 Bab 59 Cari Tau
60 Bab 60
61 Bab 61 Menepi
62 Bab 62 Rasa Itu
63 Bab 63 Sulit Percaya
64 Bab 64 Pulang Ke Rumah
65 Bab 65 Keluarga Jully
66 Bab 66 Rahasia
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Bab 1 Hati atau Mimpi
2
Bab 2 Ishana, Tolong Aku
3
Bab 3 Cinta Yang Sama
4
Bab 4 Jaga Perasaan
5
Bab 5 Adil
6
Bab 6 Tidak Sanggup
7
Bab 7 Sama Saja
8
Bab 8 Untuk Kamu
9
Bab 9 Kemarahan Rita
10
Bab 10 Pertempuran
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13 Dia Istrimu Juga
14
Bab 14 Suami Kamu Juga
15
Bab 15 Sakit
16
Bab 16 Sakit
17
Bab 17 Keinginan
18
Bab 18 Strategi Eva
19
Bab 19 Air Mata Eva
20
Bab 20 Ikhlas?
21
Bab 21 Pembelaan Ardhi
22
Bab 22 Ngidam Eva
23
Bab 23 Pencuri Hati
24
Bab 24 Mangga
25
Bab 25 Pengakuan Ishana
26
Bab 26 Paku Kertas
27
Bab 27 Kebahagiaan Ardhi
28
Bab 28 Pengakuan Rita
29
Bab 29 Terlanjur
30
Bab 30 Candu
31
Bab 31 Memastikan
32
Bab 32 Berlawanan
33
33 Hancur
34
Bab 34 Pilihan
35
Bab 35 Nara
36
Bab 36 Perlu Waktu
37
Bab 37 Aku Juga Punya Alasan
38
Bab 38 Ledakkan
39
Bab 39
40
Bab 40 Mungkin Ini Yang Terbaik
41
Bab 41 Terima Kasih Maduku
42
Bab 42 Memberikan, Bukan Menjual
43
Bab 43 Dunia Baru
44
Bab 44 Memulai
45
Bab 45 Jangan Bahas Masa Lalu
46
Bab 46 Jangan Rayu Bunda
47
Bab 47 Bundaaa
48
Bab 48 Perkenalan Anak Kecil
49
Bab 49 Mama?
50
Bab 50 Kehilangan Jejak
51
Bab 51 Makna Nama
52
Bab 52
53
Bab 53 Cincin
54
Bab 54 Jalan Yang Tepat
55
Bab 55 Siapa Lagi
56
Bab 56 Rasa Yang Hilang
57
Bab 57 Merasa Kosong
58
Bab 58 Cinta Yang Tertinggal
59
Bab 59 Cari Tau
60
Bab 60
61
Bab 61 Menepi
62
Bab 62 Rasa Itu
63
Bab 63 Sulit Percaya
64
Bab 64 Pulang Ke Rumah
65
Bab 65 Keluarga Jully
66
Bab 66 Rahasia
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!