Berbagi Cinta: Istri Untuk Ardhi
Risma POV
Apakah ini mimpi? Rasanya sangat sulit mengatakan ini nyata, seorang gadis Panti Asuhan sepertiku menjadi menantu di rumah besar ini. Bukan kekayaan mereka yang membuatku sangat bahagia. Tapi, kasih sayang semua orang yang ada di rumah ini.
Mama Rita, papa Wisnu, dan suamiku, Ardhi Pramudya. Mereka melimpahiku kasih sayang yang begitu besar.
Pernikahanku dengan Ardhi bukan karena kami sama-sama cinta. Tapi, karena rasa cinta kami yang sama. Ardhi menikah demi papanya yang sangat berharap Ardhi mempunyai anak dan istri, dan diriku, menerima Ardhi demi Panti Asuhan. Cinta yang sama, cinta Ardhi pada papanya, sedang aku cinta kepada seluruh penghuni panti Asuhan, apalagi bunda Aiswa.
Ardhi berjanji akan memberikan lahan itu untuk Panti, asal aku mau menjadi istrinya, kami pun menikah.
Bahkan 4 tahun pernikahan ini, dia dan aku belum tahu apa itu cinta, yang kami tahu, kami berusaha membuat pasangan bahagia.
Perlakuan lembut Ardhi, keperduliannya, kasih sayang kedua orang tuanya, membuatku lupa, sebab apa kami bisa menikah.
Aku berjalan santai memandangi taman bunga yang ada di samping rumah, memandangi tanaman mama Rita yang tumbuh subur.
Tlink!
Sebuah notifikasi membuyarkan segala kekagumanku.
Beb, vitamin kamu, susu kehamilan kamu jangan lupa.
Aku tersenyum membaca pesan dari sahabatku, Ishana. Dia salah satu orang yang sangat protektif menjagaku selain Ardhi dan mama Rita, walau dari kejauhan, dia terus menanyakan keadaan kami.
Di sahabatku, kami sama-sama berasal dari Panti Asuhan, hanya saja dia diadopsi sedang aku masih menetap di Panti Asuhan. Ishana, dia seorang perawat di Rumah Sakit milik keluarga Ardhi.
Iya, semuanya sudah mas Ardhi berikan sama aku.
Pesanku yang aku kirim pada Ishana.
Tidak cuma Ishana sih, tapi, semua orang sangat mencemaskan diriku, bagaimana tidak, ini kehamilan yang keempat yang bisa bertahan sampai sejauh ini.
Kehamilan pertama hanya bertahan beberapa minggu, kehamilan kedua dan ketiga juga hanya merasakan sebentar.
"Sayang … kamu mau kemana?"
Tiba-tiba mama Rita ada di dekatku, di tangannya ada nampan yang berisi 2 cangkir teh.
"Nggak kemana-mana ma, bosan di dalam kamar," jawabku.
"Mau ikut mama ke sana?"
Mama Rita menunjuk kearah gazebo yang menghadap ke kolam renang. Di sana terlihat papa Wisnu tengah bersantai.
"Boleh ma, aku ikut ke sana."
Mama Rita memanggil pelayan, minta bawakan nampan yang dia pegang. Tangan mama yang tadinya memegang nampan, kini kedua tangan itu memegangi kedua tanganku, sedang nampan itu sudah diantar pelayang ke gazebo tempat papa bersantai.
Akhirnya kami sampai di Gazebo, papa tersenyum bahagia melihat kami.
"Apa kabar menantu dan cucu papa?"
Mata papa tertuju pada perut buncitku.
"Kami baik pa," jawabku.
"Padahal cuma 2 bulan lagi, penerus Ardhi akan lahir, tapi kenapa 2 bulan rasanya lebih lama dari 4 tahun." Papa menggelengkan kepalanya, senyuman juga menghiasi wajahnya.
"Papa selalu berkhayal, cucu-cucu papa bermain di kolam renang bersama kamu dan Ardhi, aduh rasanya papa sangat tidak sabar."
Keinginan papa dari dulu hanya ingin cucu, aku sangat kasihan, karena kami terlalu lama memenuhi keinginan terbesar papa.
"Papa sudah minum obat?" tanya mama.
"Sudah dong, papa mau sehat, karena papa mau bermain sama cucu papa nanti."
"Sejak kehamilan kamu, papa nggak susah lagi diminta minum obat, bahkan duluan papa kapan waktunya minum obat."
Mama membelai rambut kepalaku dan memelukku.
"Terima kasih Risma, kamu berhasil meluluhkan hati Ardhi, dan kamu membantu Ardhi memenuhi mimpi papanya."
"Terima kasih juga ma, mama dan papa mencurahiku dengan begitu banyak kasih sayang, kasih sayang orang tua yang selama ini belum ku rasa."
Mama melepas pelukannya, dan menciumku dengan begitu lembut.
"Aku hanya tau kasih sayang bunda Aiswa, dan kasih sayang dari saudara yang ku dapat dari penghuni Panti Asuhan."
"Kamu memang anak kami." ucap mama.
Kami bertiga duduk santai di gazebo, memandangi keindahan tanaman hias yang tumbuh di sana.
"Ishana, dia apa kabar? Lama dia tidak main ke sini," ucap mama.
"Katanya, papanya sakit, ibunya juga sudah meninggal, jadi habis piket, Ishana langsung jaga papanya," jawabku.
"Aku keliling dalam rumah, ternyata kalian di sini."
Kami menoleh kearah suara itu, siapa lagi, dia Ardhi manusia yang paling tampan bagiku.
Dia langsung duduk di sampingku, membelai perut bulat ini dan berbicara dengan anak kami.
"Halo sayang, lagi apa?" ocehnya.
Bla bla bla bla, banyak kata yang dia ucapkan untuk anak kami, dia selalu seperti ini jika di dekatku, tapi aku juga bahagia dia seperti ini.
"Nggak kerja Dhi?" tanya mama.
"Enggak dulu ma, aku selesaikan beberapa pekerjaan dari rumah saja."
Cukup lama Ardhi bermain dengan perut bulatku, akhirnya dia berhenti dan duduk di sampingku.
Nyuttt!
Apa ini? Kenapa perutku tiba-tiba sakit.
"Awhh!"
Jeritan lepas dari mulutku, karena rasa sakit itu semakin menguat, aku tidak tahan.
"Mass!" Aku tidak tahu harus berkata apa.
"Sayang ada apa?" Wajah Ardhi begitu panik.
"Pe-rut aku! Sa-kit!"
"Argh!" Sebelah tanganku bertumpu menahan bobot tubuh, sedang tangan yang satu memegangi perut, rasa sakitnya semakin menguat.
"Ma, aku bawa Risma ke Rumah Sakit."
Ardhi langsung menggendongku, Ardhi belum melangkahkan kakinya, tapi di sana papa tiba-tiba pingsan.
"Papa!" Mama menjerit.
Antara sadar dan tidak, kulihat beberapa pelayan langsung mengangkat tubuh papa, pandanganku semakin kabur.
Harapanku, semoga papa baik-baik saja, dan anakku juga selamat.
***
Author POV
Risma berada di ruang penanganan, beberapa tim medis masih memeriksanya. Di ruang yang berbeda, Wisnu juga tengah diperiksa.
15 menit berlalu, Ardhi dan Rita diminta dokter Jully ke ruangannya. Di sana ada 2 dokter yang berbeda tengah menunggu mereka. Dokter Sonia, dokter kandungan yang menangani Risma, dan dokter Farhan, spesialis jantung yang menangani Wisnu.
"Kita mulai dari siapa?" tanya Jully.
"Risma dulu," sela Ardhi.
Kedua bola mata Rita melotot, dia tidak habis pikir Ardhi begitu memikirkan istrinya dan lupa akan kondisi papanya.
"Rahim Risma ada masalah." Dokter Sonia mulai menjelaskan keadaan Risma dengan bahasa medis.
"Operasi kali ini, kami harus mengangkat bayi itu dan juga rahim Risma, demi keselamatan Risma." Doker Sonia menjelaskan panjang lebar hal yang membahayakan Risma jika rahimnya tidak diangkat.
Ardhi hanya bisa memijat pelipisnya, sangat sakit membayangkan keadaan Risma, dan pastinya Risma sangat down jika mengetahui hal ini nantinya.
"Kalian semua sudah tahu bukan, kalau Tuan Wisnu bisa bertahan sejauh ini karena semangatnya menanti cucunya lahir, sekarang aku tidak tau apa yang terjadi, jika Tuan Wisnu tau keadaan Risma." Dokter Farhan juga menjelaskan keadaan Tuan Wisnu saat ini.
Ardhi semakin kalut, satu sisi papanya sangat menginginkan cucu, sedang istrinya dipastikan tidak bisa hamil lagi.
Rita betah membisu, sesekali dia mengusap air mata yang terlanjur menetes dari pelupuk matanya.
Demi keselamatan Risma, Ardhi terpaksa menandatangani surat persetujuan atas tindakan medis yang akan diambil oleh tim medis yang menangani Risma. Nyawa Risma selamat, entah bagaimana nanti Risma menjalani harinya.
Operasi Risma tengah berlangsung, Ardhi masih setia berada di depan ruangan operasi. Berulang kali kedua telapak tangannya mengusap wajahnya.
"Bagaimana ini?"
Suara itu membuyarkan lamunan Ardhi. Terlihat Rita datang dengan wajah penuh kecemasan.
"Apanya?" Tanya Ardhi.
"Apanya bagaimana? Papamu! Risma!" Wajah Rita sungguh hancur.
"Aku benar-benar tidak mengerti ma, otakku rasanya beku!" Ardhi me-re-mas rambut kepalanya.
"Cintamu sudah membuatmu lupa pada kedua orang tuamu rupanya." Sorot mata yang begitu tajam dari sepasang mata Rita tertuju pada Ardhi. "Kamu lupa, alasan apa sebelumnya membuat kamu mau menikah?"
Ardhi membisu. Dia teringat alasan dia ingin cepat menikah karena ingin memberi kebahagiaan pada papanya di sisa umurnya.
"Cepat atau lambat, papamu memang akan mati, mama juga, kamu juga, Risma juga, semua makhluk yang bernyawa akan menemui kematian, tapi … mama hanya ingin papa mendapatkan keinginan dia sebelum dia pergi meninggalkan kita."
Ardhi mematung, ingin sekali memeluk mamanya, namun dirinya juga saat ini sangat hancur.
"Sekarang Risma tidak bisa hamil lagi setelah ini, sedang papamu?!" Rita berusaha menahan suaranya. Bukan tidak mau mengerti posisi Risma, tapi keadaan suaminya membuat Rita hanya fokus pada suaminya.
"Ma, bisakah kita saat ini fokus pada Risma dan papa dulu? Jangan bahas anak."
Ardhi meraih kedua tangan Rita. "Mama ingat dulu, kata dokter umur papa tidak lama, ternyata papa bisa bertahan sampai sekarang, berarti papa pasti bisa ma …."
Rita melepas kasar tangan Ardhi yang memegangi kedua telapak tangannya. "Yang membuat papa kamu bertahan itu penantiannya!"
"Maa--"
"Kesembuhan papamu cuma itu Ardhi!" Potong Rita begitu cepat. "Risma memang tidak bisa memberi anak, tapi wanita lain bisa!"
Ardhi bungkam. Dia tidak mengira mamanya memikirkan hal sejauh ini.
Tapi, dia juga tidak buta dan tidak tuli, dia sangat sadar, kekuatan papanya hanya karena ingin melihat cucu yang hadir dari pernikahannya kelak.
"Nyonya Rita dan Tuan Ardhi, kalian di panggil dokter Farhan, dokter menunggu kalian di ruangannya." Ucapan salah satu perawat yang datang menghentikan ketegangan antara ibu dan anak itu.
"Mama saja ya yang menemui dokter Farhan, aku mau menunggu Risma saja di sini."
Hati Rita begitu hancur melihat putranya, sebagai seorang ibu, dia sangat bangga Ardhi adalah laki-laki yang setia, bagaimanapun keadaan istrinya, Ardhi tidak berubah.
Tapi sebagai seorang istri, hati Rita hancur, dia tidak bisa membantu suaminya memenuhi keinginan terbesarnya, yaitu menimang cucu, karena putra semata wayangnya itu dipastikan akan tetap setia pada istrinya.
"Andai mama bisa memilih, lebih baik mama tidak punya anak, daripada punya, namun bisanya hanya menyakiti mama!"
Ardhi memejamkan matanya mendengar ucapan mamanya yang begitu tajam.
Rita masih menatap tajam pada Ardhi. "Sekarang aku tidak mengenal lagi siapa pemuda yang ada di depan mataku ini!" Rita pergi begitu saja membawa segala kekecewaan dan luka hatinya.
Mata Ardhi terus memandangi punggung mamanya, pikirannya kacau, apakah dia bisa tetap menjaga hati Risma, atau mewujudkan mimpi papanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Anita Kumala
mampir kak
2022-02-07
0
Nana
baru mo baca ternyata udah tamat..
2021-11-21
0
NiiLam🎀
aku mampir mis mis 🧚♀️🧚♀️🧚♀️
2021-11-12
0