Ardhi tidak perduli dengan Eva, dia terus melangkahkan kakinya menuju ruang ganti. Namun langkahnya terhenti kala mendengar jeritan wanita itu. Ardhi pun mengesampingkan kemarahannya dan mendekati Eva. Terihat wanita itu terkulai di sisi tempat tidur.
"Ada apa?" tanya Ardhi.
"Aku tidak mampu berjalan. Sangat sakit." Eva meng-isyarat pada miliknya.
Ardhi memahami derita Eva, hal yang sama juga pernah terjadi pada Risma 4 tahun yang lalu.
Ardhi mengalah, dia menggendong Eva menuju kamar mandi, setelah wanita itu selesai, Ardhi menggendongnya kembali dan mendudukkan Eva di sofa panjang yang ada di kamar itu.
Ardhi meneruskan kegiatannya yang tertunda, dia segera mengenakan setelan kerjanya.
"Boleh minta tolong lagi?" sela Eva.
Ardhi tidak menjawab, dia hanya menatap kearah Eva.
"Aku sangat lapar, tapi tenagaku rasanya tidak sampai mengantarku sampai ke bawah, bisa minta pelayan mengantar makanan ke sini?"
Ardhi tidak menjawab, dia segera pergi dari sana.
Saat sampai di lantai bawah, semua orang sudah berada di kursi mereka masing-masing.
"Lah, kenapa turun sesiang ini? Nggak bisa bangun ya?" ledek Rita.
Ardhi hanya diam. Dia terus menuruni tangga, dan duduk di samping Risma. Hatinya ingin memeluk Risma dan mencium pipi istrinya, namun bayangan petualangannya bersama Eva membelenggu keinginannya.
Baru 1 malam mas, kamu sudah berubah, kamu tidak menyapaku, tidak memelukku, juga tidak menciumku.
Risma berusaha nampak tegar.
"Mana Eva?" Pandangan mata Rita tertuju kearah tangga. Namun menantu pilihannya itu belum juga tampak batang hidungnya.
"Dia tidak bisa turun," sahut Ardhi lemas.
"Bi Atin, antarkan sarapan ke kamar Eva," pinta Ardhi.
Duggg!
Hati Risma seakan habis dilalap si jago merah, mendengar Ardhi mempedulikan Eva.
"Owh, kasian menantu mama tidak bisa jalan karena penyesuaian pertama kali." Rita begitu bahagia.
Seketika Risma merasa sulit bernapas, dia terbayang kejadian Eva dan Ardhi tadi malam. Risma terus berusaha agar tampak tegar, walau air matanya ingin sekali menetes.
"Biar aku bantu mengantarnya bi, kasian pagi pertamanya Eva malah hanya ditemani oleh pelayan, bukan suaminya!" Risma menatap tajam kearah Ardhi.
"Tapi tidak kamu racun kan makanan buat Eva?" ucap Rita sinis.
"Mama!" tegur Ardhi.
"Siapa tahu saja dia iri dengan Eva," ucap Rita.
Risma dan Bi Atin meneruskan langkah mereka menuju kamar Eva. Sesampainya di sana, pintu kamar terbuka lebar, terlihat Eva duduk santai di sofa sambil membaca majalah fashion yang selalu dia bawa.
"Aku sangat lapar, ayo sini!" Eva menepuk sofa kosong yang ada di sampingnya.
Risma berusaha tersenyum, dia segera membawa nampan yang berisi makanan itu pada Eva.
"Bi, tolong ya beresin kasur aku." Eva menunjuk kearah tempat tidur yang tidak berupa lagi.
Tanpa komentar, bi Atin langsung melakukan tugasnya, sedang Eva langsung memasukan makanan yang ada di depannya ke mulutnya.
Saat melihat sprai terlihat kotor, bi Atin menarik sprai itu, dia berjalan menuju ruangan khusus yang ada di kamar Eva, saat kembali bi Atin membawa sprai baru dan memasangnya.
Sepasang mata Risma tertuju pada bercak merah yang ada di sprai yang bi atin letakkan di keranjang kotor. Batin Risma menjerit, namun dia tidak tahu harus apa. Sakit, kecewa. Semua khayalannya tentang berbagi suami dengan wanita lain tidak seperti perkiraannya.
"Maaf ya, aku makan sendiri, aku lapar banget."
Ucapan Eva menyadarkan Risma dari lamunan rasa sakitnya.
"Nggak apa-apa, makan saja."
Eva tersenyum, dia bisa melihat jelas kehancuran Risma dari sorot matanya. "Ardhi memang cocok punya istri 3, kalau 1 saja bisa mati kita kena jajah dia, aduh dia luar biasa!" Eva memasang mimik wajah yang menggambarkan indahnya petualangannya bersama Ardhi.
"Iya, mas Ardhi staminanya luar biasa, aku malah tidak mampu berjalan selama seminggu," balas Risma.
Sial! Ni wanita bukannya marah malah membalas.
Namun Eva berusaha tersenyum.
"Selama 4 tahun aku hanya sendiri yang melayani mas Ardhi, aku sanggup. Sekarang aku meragukan kekuatan kamu, masa baru semalam aja kamu hampir nyerah?"
Menyombongkan diri sedikit, walau rasa sakit di hatinya tidak berkurang sedikit pun.
Rasa enak makanan di lidah Eva seketika lenyap karena ucapan Risma, secara tidak langsung wanita itu menghinanya dengan meragukan staminanya dan servisnya pada Ardhi. Namun Eva tetap mengunyah makanannya, walau rasanya tidak enak lagi baginya.
Deringan handphone membuat Eva menghentikan kegiatan makannya. "Bi Atin, minta tolong, ambilkan handphone saya, saya masih tidak mampu berjalan, tadi saja saya terus digendong Ardhi."
Bi Atin memberikan barang yang diminta istri ketiga Tuannya, dan dirinya kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Kalau laki-laki seperti Ardhi, tidak mengecewakan punya banyak istri, rasanya tadi malam aku ingin panggil kalian, aku nggak kuat Ris," goda Eva.
Risma diam, tidak tau harus berkata apa. "Harusnya kamu panggil saja tidak lucu kalau mas Ardhi masuk penjara karena membunuh istri barunya yang tidak kuat melayaninya."
Eva ingin sekali melempari wanita di sampingnya dengan makanan.
"Pagi semua."
Sapaan itu menyita perhatian Eva dan menghentika niatnya.
"Hai Ishana." Senyuman menghiasi wajah Eva.
"Ada apa Na?" tanya Risma.
"Kamu ditunggu di meja makan, kak Ardhi mau berangkat, tapi kita belum mulai sarapan, karena kamu belum balik ke bawah," ucap Ishana.
"Mas Ardhi itu manja, Va. Dia nggak mau makan kalau aku nggak ada di sampingnya." Risma langsung berdiri dan mendekati Ishana.
Sesaat Risma menghentikan langkah kakinya, dia menoleh kearah Eva. "Aku tinggal ya Va, kalau ingin sesuatu panggil saja pelayan yang ada."
Risma dan Ishana segera pergi dari sana. Mereka memulai sarapan pagi mereka.
Selesai sarapan, Risma mengantar Ardhi hingga kedepan rumah. Sedang Ishana sudah berada di sana, sambil memainkan handphone-nya.
"Na, sudah pesan ojek online?" tanya Ardhi.
Perhatian Ishana pada benda yang ada di tangannya ter-alihakan. "Belum bisa kak," jawabnya.
Rasa sakit Risma semakin bertambah, biasanya Ardhi tidak pernah mempedulikan Ishana.
"Kenapa?" tanya Ardhi.
"Sepertinya aplikasinya eror kak, kayaknya aku nunggu taksi aja di depan," sahut Ishana.
"Bareng aku aja, aku ngerasa jahat banget, aku naik mobil sedang istri aku naik ojek," tawar Ardhi.
"Santai aja kak, bawa happy aja, aku aja nggak masalah kok." Ishana tersenyum menanggapi tawaran Ardhi.
Istri? Sejak kapan mas Ardhi menganggap Ishana istrinya?
Risma berusaha santai, walau batinnya terus menjerit.
"Ayo Na, bareng, biar hemat ongkos, jadi gajih kamu, bisa kasih lebih banyak buat Ayahmu," tawar Ardhi.
Ishana memandang kearah Risma, meminta persetujuan Risma. Melihat Risma menganggukkan kepalanya Ishana pun setuju.
"Ya udah, tapi ini kakak yang minta ya."
Ardhi merasa lega, dia dan Ishana segera berangkat bersama.
Setelah mobil itu menjauh, air mata Risma pun lepas.
"Perlahan kamu berubah mas, tadi malam kamu berbagi dengan Eva, sekarang kamu memperhatikan Ishana, lama-lama aku akhirnya terdepak dari hati dan rumahmu mas." Risma segera berlari menuju kamarnya.
Dalam perjalanan, Ardhi dan Ishana hanya diam. Berulang kali Ardhi berusaha bicara, namun dia bingung, harus memulai dari mana. Hingga mobil Ardhi semakin dekat dengan gedung Rumah Sakit miliknya.
"Kak, turunin aku di depan gerbang saja, biar kakak bisa lanjut perjalanan ke kantor," ucap Ishana.
Namun laki-laki itu tidak mendengari Ishana, dia malah mengemudikan mobilnya masuk ke area Rumah Sakit, perlahan mobil itu parkir di tempat sepi, parkiran khusus untuk pegawai Rumah Sakit.
"Ya ampun kakak, malah parkir di sini, ini parkiran pegawai kak," ucap Ishana.
"Aku pemilik Rumah Sakit, dan kamu pegawai di sini, apa ada yang salah?" sela Ardhi.
"Tidak ada yang salah, makasih kak, aku turun ya."
"Na, aku ingin cerita," ucap Ardhi.
Melihat wajah Ardhi yang begitu tertekan Ishana pun membatalkan niatnya. "Cerita saja kak."
"Aku telah melakukannya dengan Eva." Tangis Ardhi terlepas, terlihat jelas segala penyesalan Ardhi karena melakukan hal itu bersama Eva.
"Pagi ini, bahkan memeluk Risma aku tidak berani, aku telah--" tangisan Ardhi menahan ucapannya, dia tidak mampu lagi meneruskan kata-katanya.
Ishana faham akan segala rasa bersalah Ardhi terhadap Risma. "Cepat atau lambat, hal itu memang harus terjadi. Semoga Eva cepat hamil. Agar ketenangan semua Anggota keluarga kembali." Tepukkan lembut Ishana berulang kali mendarat di pundak Ardhi, berusaha menyemangati laki-laki itu.
Ardhi terdiam mencerna ucapan Ishana. Dia sadar, kekacauan ini terjadi karena impian papanya yang belum terwujud. Hadirnya keturunannya, maka semua kekacauan ini akan hilang.
Impian papanya hanya ingin cucu, dan kemarahan mamanya karena dirinya yang terlalu lama mewujudkan impian itu. Sedang mamanya rela melakukan apa saja demi kebahagiaan suaminya.
"Jangan merasa tertekan seperti ini, ibu seperti itu karena beliau stres, takut kalau tidak sempat memenuhi mimpi Bapak." Tepukkan lembut dari Ishana kembali berulang kali mendarat di pundak Ardhi.
Kini Mata Ardhi tertuju pada tangan Ishana yang terus memberinya semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
🔵🍭ͪ ͩ𝐒𝓊𝓈𝓌𝒶𝓉𝒾 ՇɧeeՐՏ🍻
baru melihat ardi yg perhatian ke isana saja kau sudah "sakit" bagaimana jika suatu hari ardi benar benar mencintai isana???,
apa yanng akan kau lakukan, risma? tetap bertahan???
2021-10-24
3
🕊⃟🍁F1R4
lanjut kak😁
2021-10-22
0
🅛➊🅝⸙ᵍᵏ
ayooook Ardi lnjut pacu ke ishana moga ishana juga hamil 🤭🤭🤭
2021-10-18
0