Matahari kini tidak lagi menyinari bumi bagian itu. Gelap … hanya kerlipan bintang yang kini menghiasi langit.
Tidak ada perkembangan bagi Wisnu, penyakitnya sudah parah, hanya semangat dan impiannya yang membuat laki-laki itu mampu bertahan. Rita hanya bisa menangis mendengar segala penjelasan dokter Farhan.
Sedang di ruangan lain, operasi Risma berjalan lancar, wanita malang itu kini kehilangan bayinya juga kehilangan rahimnya.
Ardhi hanya bisa menatap sendu kearah ranjang Rumah Sakit itu. Kalau kedua mata Risma terbuka, ia tidak tahu kata apa yang akan dia ucap untuk menyemangati istrinya.
Kehilangan bayinya lagi, itu saja adalah luka paling mendalam bagi Risma, tapi Ardhi selalu menyemangati Risma, kalau mereka akan punya bayi lagi, Risma pun kembali bangkit. Sedang untuk saat ini? Bagaimana Ardhi menguatkan istrinya.
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukkan menyadarkan Ardhi, dia segera berjalan menuju pintu dan membukanya, terlihat sosok mamanya, wajah yang selalu ceria itu terlihat sangat hancur dan sedih.
"Mama." Ardhi berusaha menyambut mamanya.
Rita masuk begitu saja ke ruangan Risma, dia memandangi wanita yang masih tidak sadarkan diri itu. Rita duduk di sofa yang ada di ruangan itu sambil memijat kepalanya yang begitu pusing. Menantunya belum sadar, tapi demi keinginan terbesar suaminya, dia harus sekejam ini pada Risma. "Papamu." jerit Rita.
"Papa kenapa?" Ardhi duduk di samping mamanya.
"Keadaannya semakin memburuk, sedang Risma, sampai kapanpun dia tidak bisa mewujudkan keinginan papamu, karena dia tidak punya rahim lagi, demi papamu, mama mohon menikah lagi ...."
Ardhi langsung menjauhi mamanya. "Sampai kapanpun aku tidak akan menyakiti Risma."
Hancur sudah harapan Rita, dia hanya bisa menangis dan pergi dari ruangan itu.
Saat pandangan mata Ardhi tertuju pada Risma, ternyata wanita itu sudah membuka kedua matanya.
"Sayang ...." Ardhi langsung mendekati istrinya.
"Apa yang mama katakan tadi?" Butiran crystal bening mulai berjatuhan di ujung pelupuk mata Risma.
Ardhi diam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku--" Risma tidak mampu berkata lagi, membayangkan keadaannya saat ini.
Dia teringat kejadian 4 tahun lalu, di mana Ardhi dan dirinya sepakat untuk menikah, sedang saat ini dirinya tidak mampu mewujudkan keinginan itu.
"Mama benar, sebaiknya mas menikah lagi."
"Sampai kapanpun aku tidak akan menikah lagi."
Risma berusaha membujuk Ardhi, agar lebih mengutamakan kedua orang tuanya, daripada perasaannya, namun semua itu gagal.
Seminggu berlalu, keadaan Risma mulai membaik, tapi tidak dengan Wisnu. Laki-laki itu masih di rawat di Rumah Sakit.
Karena keadaan Risma yang membaik, Risma diizinkan untuk pulang, Ardhi pun segera membawa Risma pulang. Beruntung ada bi Atin yang datang ke Rumah Sakit, dia pun membantu Ardhi membereskan barang-barang mereka.
Ardhi, Risma bi Atin, masih dalam perjalanan pulang. Ketiganya diam. Namun perhatian Ardhi tertuju pada seorang wanita yang terus berlari, terlihat dia dikejar beberapa orang.
"Bukankah itu Ishana?"
Ardhi diam, Risma lebih dulu mengenali wanita itu. "Bi, buka kunci mobil di dekat bibi, sedang bibi langsung geser ya." pinta Ardhi, dia memacu mobilnya kearah Ishana, dan berhenti tepat di depan Ishana.
"Ishana masuk!" Teriak Risma.
Sepersekian detik kemudian, Ishana sudah berada di dalam mobil Ardhi, terdengar jelas napasnya masih memburu.
"Kamu kenapa di kejar-kejar pria berbadan tegap itu Na?" tanya Risma.
"Kakakku, dia punya hutang sama rentenir, kakak kabur meninggalkan hutang, papa sakit di Rumah Sakit, aku tidak tahu harus bagaiana lagi." Ishana masih berusaha mengatur napasnya.
"Sejak mama meninggal, papa sering sakit-sakitan, ditambah kelakuan kak Fajri, penyakit papa makin parah, hariku juga mulai tidak tenang, andai papa mengizinkan aku menjadi istri keempat si rentenir mungkin semua ini akan berakhir."
Mendengar ucapan Ishana barusan, sebuah ide terlintas di benak Risma.
Ishana menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil Ardhi.
"Hutang kakak kamu berapa Na?" tanya Risma.
"Jangan bilang kamu mau bayarin, maaf tidak usah."
Risma terdiam, masalah uang, Ishana sangat tidak mau membebani siapapun.
"Terlalu banyak hutangku padamu Ris, jangan buat aku menambahi lagi, aku tidak sanggup." Ishana masih mengatur napasnya.
"Papa kamu?" tanya Risma.
"Masih di Rumah Sakit, ada teman aku yang bantu mantau kalau aku pergi gini."
"Kamu ke Rumah aku dulu ya," pinta Risma.
Ishana ingin menolak, karena papanya juga mungkin butuh dia, namun mengingat Risma kehilangan bayinya, membuat Ishana tidak tega menolak permintaan Risma sahabatnya.
Sesampai di rumah, keadaan terasa sepi, hanya ada para pelayan yang lalu lalang melakukan tugas mereka. Ishana dan bi Atin keluar dari mobil bersamaan, sedang Ardhi tengah membantu Risma keluar dari mobil. Ishana tersenyum melihat keromantisan pasangan itu.
Barang-barang Ardhi dan Risma sudah di turunkan para pelayan, sedang Risma meminta Ishana menemaninya di kamarnya. Karena ada Ishana, Ardhi memilih menghabiskan waktu di ruang kerjanya, sambil mengerjakan pekerjaannya dari sana.
Di kamar Risma.
Risma dan Ishana berdiri di balkon kamar itu, mata Risma memandangi sayu pemandangan indah yang terhampar di bawah sana.
"Na, aku ingin cerita boleh?"
Ishana meletakkan telapak tangannya di pundak Risma. "Cerita saja, aku siap dengar."
"Kamu ingat, apa sebab pernikahan aku sama mas Ardhi?"
Ishana tersenyum, dia adalah saksi bagaimana Ardhi melamar Risma dengan persyaratan. "Sangat ingat, tapi kak Ardhi sangat sayang padamu, lihat perlakuannya saat ini."
"Kamu ingat, kalau mimpi kedua orang tua Ardhi ingin memiliki cucu dari keturunannya sendiri?"
Ishana terdiam, dia hanya bisa memijat pundak Risma. "Jangan khawatir, kalian pasti bisa."
Buliran air mata mengalir deras di pipi Risma. Dia mulai menceritakan keadaannya.
Melihat sahabatnya menangis seperti itu, Ishana hanya bisa memeluk Risma. Lidahnya kelu, dirinya tidak tahu harus berkata apa, Ishana pun ikut menangis.
"Na, bantu aku mewujudkan mimpi kedua orang tua Ardhi."
Duggg!
Jantung Ishana seakan meledak mendengar permintaan sahabatnya.
Risma melepaskan pelukan mereka, kedua tangannya memegangi pundak Ishana, wanita itu diam seperti patung. "Daripada kamu menikahi bandot tua itu, lebih baik kamu jadi saudariku dalam rumah tangga ini."
"Na, tolong aku, hanya kamu yang aku percaya, aku percaya sama kamu, kamu tidak akan merebut mas Ardhi dariku."
"Sekarang aku tidak punya rahim, laki-laki mana yang nerima aku, kalau aku salah memilihkan istri untuk Ardhi?"
"Kamu baik Na, kamu tidak akan membiarkanku terdepak dari keluarga ini."
"Ada aku, atau tidak ada aku, cinta kak Ardhi kuat buat kamu Risma."
"Tapi tidak ada ketenangan Na, kedua orang tua Ardhi pasti sangat ingin cucu, apalagi itu adalah impian papa. Jika aku tidak berbesar hati, aku akan kehilangan kasih sayang mama Rita."
"Tolong aku Na, kita bertiga bisa bahagia dalam ikatan pernikahan ini ...." Risma terus memohon pada Ishana.
Tangis Ishana kini pecah. "Tega kamu Ma!" Ishana berusaha untuk meneruskan ucapannya. "Kamu tau, aku tuh sayang banget sama kamu, kamu malah minta aku menjadi wanita yang akan membuat kamu cemburu sepanjang hidup kamu, aku gak bisa!" Ishana melepaskan tangan Risma yang memegangi kedua pundaknya, dan pergi dari sana.
"Na, tolong aku ...." tangis Risma pecah, wanita itu memerosotkan tubuhnya ke lantai balkon.
Langkah kaki Ishana terhenti. "Masih banyak wanita lain yang bisa kamu pilih untuk menjadi istri kedua kak Ardhi, kenapa harus aku?"
"Cuma kamu yang aku percaya yang bisa bahagiain mas Ardhi."
"Lebih baik aku bunuh kamu, daripada aku sakitin kamu."
"Ishana, tolong aku ...." tangis Risma semakin pecah. "Sejak kecil kita selalu bersama, berbagi apa saja, kenapa tidak kalau kita harus berbagi suami?"
"Aku mengorbankan keselamatanku demi dirimu, kenapa kamu tidak mau menolongku ...." tangis Risma semakin pilu.
Ishana terdiam, selama ini Risma selalu memberikan apa saja, memberi pertolongan, bahkan saat ibu angkatnya meninggal Risma yang membantunya, yang tidak pernah Ishana lupakan, Risma berani mengorbankan nyawa demi dirinya.
"Baik, tapi jika kak Ardhi mau, kalau kak Ardhi menolak, aku juga menolak, 1 yang harus kamu ingat, aku melakukan ini demi kamu, dan atas permintaan kamu."
Risma bersusah payah bangkit dari posisinya, dia segera memeluk Ishana. "Terima kasih Na."
Sedang Ishana hanya diam meratapi nasibnya, kenapa dirinya harus menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan.
***
Ishana diminta Risma menunggu di ruang tamu, sedang Risma menemui Ardhi di ruangan kerjanya.
"Ada apa sayang? Apa Ishana sudah pergi?" Ardhi kaget menyadari kehadiran Risma di ruang kerjanya.
"Mas aku mau bicara."
Risma langsung mengutarakan semua keinginan dan rencananya.
"Kamu gila?!" Ardhi sangat geram mendengar permintaan Risma.
"Aku hidup bersamamu 4 tahun lamanya, aku yakin, Ishana adalah wanita yang tepat untuk melengkapi kekurangan kita, lagian aku sudah nggak sempurna mas, menjalani tugasku pun tak sebebas dulu, pelayananku sama mas akan terbatas, kehadiran Ishana akan menolong kita semua."
Ardhi bersikukuh menolak keinginan Risma.
"Baik, mas pilih menandatangi surat yang mana? Surat menikah lagi, atau surat kematian papa?"
"Jika mas egois, mas akan menyesal selamanya, karena mengecewakan papa di akhir hayatnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
meski pun awal mula karena keinginan istri pertama, tapi lambat lain istri kedua pun ingin kan cinta suami juga, meski awal nya mereka tidak saling mencintai
2021-11-30
0
Siena
jadi yg keduanya itu temannya?? berat nih..
2021-11-21
0
🧭 Wong Deso
lanjut baca yah
2021-10-27
0