Akad nikah selesai, mereka semua segera bersiap meninggalkan KUA.
Ardhi melihat supir pribadi mamanya baru turun dari mobil, dia memanggil sang supir agar mendekat padanya. "Mas Abim, mobil masih bisa bawa 2 orang lagi?" Tanya-nya.
"Sepertinya bisa Tuan, kan isinya hanya Tuan dan Nyonya," terang Abim.
Perlahan Ardhi mendekati kedua orang tuanya. "Ma, pah, boleh kalau Risma dan Ishana pulang sama kalian?" Aku ada urusan kantor mah, sebulan ini aku banyak meninggalkan pekerjaan."
Rita terdiam, dia bingung percaya atau tidak. "Ya sudah, biar kedua istrimu pulang sama kami."
Ardhi tersenyum, dia langsung meraih telapak tangan mamanya, dan mencium punggung telapak tangan itu, hal serupa juga Ardhi lakukan pada papanya. Perlahan Ardhi mendekati Risma.
"Maaf, mas harus pergi."
"Iya mas." Risma langsung meraih telapak tangan suaminya dan menciumnya.
Setelah berpamitan pada Risma, Ardhi pun berlalu begitu saja, karena seperti itulah yang biasa dia lakukan.
"Mas, mas melupakan sesuatu." Risma meng-isyarat pada Ishana.
"Langsung saja kak, pasti orang-orang di kantor menunggu Anda," sela Ishana. Hanya alibi, sebenarnya Ishana belum siap melakukan seperti yang Risma lakukan pada Ardhi.
Ardhi merasa lega, jujur dirinya masih belum siap menerima kehadiran Ishana.
Melihat hal ini Rita sangat kesal. "Kamu harus ingat Ishana, apa tugas kamu menjadi istri kedua Ardhi," sela Rita.
"Iya bu," sahut Ishana.
Mereka semua segera masuk ke dalam mobil, Wisnu duduk di depan, Rita di belakang, diapit oleh kedua menantunya.
Perlahan mobil yang Abim kendarai parkir di halaman rumah besar itu, dirinya langsung membantu Tuan besarnya turun dari mobil.
"Kalian berdua, istirahat saja, silakan masuk duluan, biar papa sama aku saja," ucap Rita.
"Iya ma," sahut Risma.
Risma dan Ishana masuk bersamaan ke rumah besar itu. Perasaan Ishana saat ini sangat kacau, sebelumnya dirinya datang ke rumah ini dengan perasaan gembira, mengunjungi sahabatnya. Sekarang dirinya menjadi bagian dalam keluarga ini.
"Ikut aku Na, aku tunjukkin kamar kamu." Risma menarik tangan Ishana menuju lantai 2, di sana ada 5 buah kamar, salah satunya adalah kamar Risma dan Ardhi. Risma masuk ke sebuah kamar yang berada tepat di samping kamarnya dan Ardhi.
Ketika Ishana memasuki kamar itu, terlihat sebuah kamar yang sama luasnya dengan kamar Risma, kamar itu dihias sedemikian rupa.
Wangi yang begitu lembut menyambut indra penciuman Ishana, dia tahu sahabatnya ini melakukan semua ini untuknya dan Ardhi. "Kenapa kamu lakuin ini Ris?"
"Aku selalu ingin melakukan yang terbaik untukmu." Risma mendekati Ishana dan memeluknya. "Bantu aku membahagiakan mas Ardhi ya Na."
Ishana hanya diam.
Bagaimana aku bisa membahagiakan kak Ardhi? Membahagiakan dia sama saja menyakiti kamu.
Ishana hanya diam, tidak mampu mengatakan apa yang hatinya katakan.
"Selamat beristirahat, aku mau ke kamarku dulu, kalau perlu sesuatu cari aku atau bi Atin, kamu sudah sangat mengenal keluarga ini, dulu kamu sahabatku, sekarang kamu saudariku." Risma menepuk punggung Ishana begitu lembut, dan langsung pergi meninggalkan Ishana.
Bagaimana kehidupan kita Risma?
Antara aku dan kak Ardhi sulit melakukan tugas yang harus kami lakukan, selain tidak ada cinta, kami juga sangat memikirkan dirimu.
Ishana memandangi dirinya pada cermin.
"Kenapa harus aku Risma? Apa benar suatu saat nanti kamu bisa tidak cemburu padaku? Ini pernikahan, bukan suatu drama!"
Ishana sangat bingung.
Di tempat lain ....
Ardhi menyelesaikan semua pekerjaannya begitu lancar, sibuk dengan pekerjaan dia bisa melupakan masalahnya untuk sementara waktu. Jam sudah menunjukkan pukul 16:00, namun Ardhi sengaja berdiam diri di ruangannnya. Dia sangat malas untuk pulang, padahal sebelumnya dirinya selalu bergegas pulang agar punya banyak waktu untuk Risma.
Jam menunjukkan jam 21:00, namun Ardhi masih juga belum pulang, sengaja melewatkan waktu makan malam bersama keluarga, demi menghindari Ishana.
Sedang di rumah Ardhi. Selesai makan malam bersama Ishana dan kedua mertuanya, Risma kembali ke kamarnya, dia langsung mengambil handphone dan menelepon Ardhi.
Bunyi panggilan yang pertama, Ardhi langsung menjawab panggilan Risma.
"Iya sayang," sahutnya.
"Mas sengaja lembur?"
Ardhi terdiam, kalau dirinya pulang cepat, sudah pasti Risma memintanya menghabiskan waktu bersama Ishana.
"Jangan lari dari tanggung jawab mas, sekarang Ishana istri mas juga, dia berhak mendapat nafkah batin, tidak semata nafkah lahir belaka. Pulang mas, penuhi kewajiban mas sebagai suami."
Risma berusaha untuk tegar, walau hatinya sangat sakit meminta Ardhi melakukan tugasnya kepada Ishana.
Tidak ada jawaban dari Ardhi, hanya helaan napas laki-laki itu yang terdengar oleh telinga Risma.
"Mas, lupakan aku sebentar … saja, ingat mimpi papa, kalau mas tidak melakukan tugas mas, bagaimana Ishana memenuhi impian papa?"
"Baik aku pulang, tapi setelah pekerjaanku selesai, sedikit lagi," kilah Ardhi.
"Keperluan mas sudah aku taruh di kamar Ishana, maafkan aku, pintu kamarku aku kunci dulu." Risma menyudahi panggilan teleponnya.
Bukan hanya pintu kamarku mas, tapi juga semua pintu kamar kosong, kecuali kamar Ishana.
Batin Risma.
40 menit berlalu, Ardhi pun sampai di rumahnya, rumah itu nampak gelap, karena penghuni rumah itu sudah berlarut ke alam mimpinya. Ardhi menuju kamarnya dan Risma, saat pintu tangannya menyentuh gagang pintu, benar saja pintu kamar itu dikunci Risma.
Ardhi mendongakkan wajahnya keatas, menghembuskan napasnya begitu kasar. Dia segera menuju kamar lain, semua kamar kosong yang ada di lantai 2 dikunci, Ardhi tidak menyerah, dia mencari kamar kosong yang lain yang ada di lantai bawah, namun sama, semuanya dikunci.
Ardhi kembali ke lantai 2, saat yang sama Ishana keluar dari kamar membawa teko kaca yang kosong. Wajahnya seketika pucat saat kedua matanya melihat sosok Ardhi.
Ishana menundukkan pandangannya. "Keperluan kak Ardhi sudah Risma siapkan di dalam, aku permisi mau ke dapur mengisi ini." Tetap menunduk, Ishana berlalu begitu saja melewati Ardhi.
Selesai keperluannya di dapur, berulang kali Ishana menarik napasnya begitu dalam dan menghembuskannya perlahan. Berusaha menetralkan ketegangannya. Merasa lebih baik, dia segera kembali ke kamarnya.
Kala kedua kakinya sudah memasuki ruangan itu, terlihat baju yang sebelumnya Ardhi kenakan sudah teronggok didalam keranjang pakaian kotor. Suara gemericik air terdengar jelas dari arah kamar mandi. Ishana meletakkan teko yang dia isi sebelumnya.
Dia melangkah kearah tempat tidur, dan mengambil bantal juga selimut, dan segera berbaring diatas karpet yang ada di kamar itu.
Saat yang sama Ardhi keluar dari kamar mandi, dia terkejut melihat Ishana berbaring di lantai walau beralaskan karpet tebal.
"Na, bangun."
Perlahan Ishana membuka matanya yang tadinya dia pejamkan. "Maaf kak, aku tidak sanggup melakukan tugasku sebagai istri pada kakak."
Air mata itu kembali membasahi pipi Ishana. "Aku sangat menyayangi Risma, aku tidak sanggup." Ishana berusaha menahan tangisnya.
Ardhi merasa bersalah, dirinya terlalu pede, dia pikir Ishana berharap disentuh olehnya. Perlahan Ardhi mendekati Ishana.
"Tidak ada yang harus turun dari ranjang itu, percaya padaku, aku juga tidak bisa melakukan hal itu selain dengan Risma."
Ishana memandang wajah Ardhi, dia seakan tidak percaya dengan ucapan Ardhi.
"Kau tetap temanku, hanya saja status kamu sebagai istri keduaku, tapi apa yang terjadi di kamar ini, hanya kamu dan aku yang tahu bukan?" Ardhi duduk bersila di depan Ishana. "Ku harap pernikahan ini tidak merubah apapun yang telah terjalin antara kita, kamu sahabat istriku, dan temanku."
Ardhi meraih kedua tangan Ishana. "Kita akan satu kamar, berbagi tempat tidur, tapi aku janji, aku tidak akan menyentuhmu, karena aku tidak bisa."
Ishana sangat bahagia mendengar pengakuan Ardhi. Dia berharap kehadirannya tidak merubah perasaan cinta antara Ardhi dan Risma.
Atas permintaan Ardhi, Ishana mau kembali keatas tempat tidur, mereka berdua berbagi tempat tidur, tidak terjadi apapun diantara keduanya. Bagi Ardhi sudah cukup memenuhi keinginan mamanya dan Risma untuk menikah lagi, namun dirinya tidak berjanji kalau akan memenuhi tugas batin seorang suami pada istri keduanya.
***
Pagi menyapa, dengan semangat Risma menyiapkan sarapan untuk semua anggota keluarga di rumah ini, walau hatinya sakit membayangkan malam pengantin suaminya dan sahabatnya, tapi Risma berusaha bahagia.
Berbagai menu makanan sudah tersaji di meja makan. Tugasnya di dapur selesai, Risma segera melangkah menuju lantai 2 rumah ini, tujuannya kamar Ishana. Dengan wajah yang dihiasi senyuman, Risma segera mengetukkan punggung telapak tangannya dipintu kamar Ishana.
Hanya menunggu sebentar, pintu itu terbuka, tampak sosok yang begitu tampan mengenakan setelan kerjanya.
"Selamat pagi sayang." Ardhi langsung menarik Risma kedalam pelukannya, dan mendaratkan ciuman lembut di pucuk kepala Risma, tanpa memerdulikan keberadaan Ishana.
Ishana tetap santai, dirinya masih sibuk mengeringkan rambutnya.
"Mas, ada Ishana," rengek Risma.
"Santai aja Ma, aku nggak lihat," sela Ishana.
"Lihat pun nggak apa-apa, Ishana sudah sering lihat kok." Ardhi semakin gemas menciumi Risma.
Risma menyudahi keisengan Ardhi. "Mas, mas itu punya 2 istri, mas harus jaga perasaan istri yang lain," bisik Risma.
"Iya, makasih nasehatnya." Ardhi kembali mendaratkan ciuman lembut di pipi kanan dan kiri Risma.
Risma merasa tidak nyaman dengan perlakuan Ardhi, dia berusaha bersikap biasa-biasa saja. "Mas, Ishana, kita sarapan sama-sama."
Perhatian Risma tertuju pada seragam serba putih yang dikenakan Ishana. "Kamu masih kerja?" tanya Risma pada Ishana.
"Sebelum menikah kak Ardhi tidak masalah aku tetap bekerja. Jadi aku memilih untuk tetap bekerja."
"Bagaimana program kita?" Risma menatap Ardhi dan Ishana bergantian.
"Kalau dengan Ishana gagal, aku tinggal nikah lagi, begitukan? Jadi santai saja." Ardhi menggandeng Risma menuju lantai bawah, sedang Ishana mengikuti mereka dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
ummi_Շɧ𝐞𝐞ՐՏ🍻muneey☪️
hhmmm kuat berapa lama nggak nyentuh klo tiap hari ketemu
2022-06-27
0
Didin Kembar
GB
2021-11-07
0
🕊⃟🍁F1R4
sebaik2 orang kalo mau di mandu gk deh tetap aja gk enak
2021-10-22
1