Aisyah menoleh sekilas dan tersenyum, "Sesuatu hal yang dikerjakan dengan senang pasti tidaklah lelah. Lagipula aku ingin mendapatkan gelar menantu yang baik dari yang di Atas."
Intan mengangguk dan tersenyum. Tak lama seluruh anggota keluarga rumah itu pun berkumpul dan menyantap makan malam seperti biasanya.
"Intan niatnya kamu akan bekerja apa?" Tanya Haris pada keponakannya.
"Belum tahu om, masih mencari informasi lowongan kerja di beberapa Perusahaan." Jawab Intan santai.
Yoga menoleh pada sepupunya itu, "Bagaimana kau kerja di Perusahaan yang sama denganku. Kebetulan memang Perusahaan itu sedang membuka lowongan kerja." Usul Yoga.
Mata Intan berbinar, "Wah benarkah? Kalau begitu, aku bekerja di sana saja."
"Baiklah kau bisa berangkat denganku, besok kau siapkan CV lamaran kerja dan beberapa berkas penting lain."
"Baiklah," sahut Intan antusias.
Aisyah dan kedua orang tua Yoga pun tersenyum menatap keduanya. Mereka beranjak dari tempat itu, menyisakan Aisyah dan Intan.
"Jika kau lelah, kau bisa langsung tidur saja Intan. Tak perlu repot-repot seperti ini." Ujar Aisyah tersenyum terhadap Intan.
"Ah tidak, jika kau bisa. Kenapa aku tidak? Aku tahu kau pasti lebih lelah dariku." Intan tetap melanjutkan kegiatannya.
"Baiklah, terserah kau saja."
...***...
Tak terasa usia pernikahan Aisyah dan Yoga sudah memasuki bulan kedua. Mereka jalani semua dengan suka cita. Yoga selalu mencurahkan perhatian dan cintanya pada sang istri di setiap detiknya.
Hubungan antara Aisyah dan Mama mertuanya pun semakin hari semakin memburuk. Semenjak pertengkaran di antara mereka tempo hari, kebencian di hati Dewi kian membuncah setiap harinya. Namun meski demikian, di depan keluarga Dewi tak begitu ketus terhadap menantunya.
"Ya ampun Aisyah kamu itu dari mana saja? Lihat sudah sore, sebentar lagi Papa, Yoga dan Intan akan pulang! Tapi kamu malah keluyuran tidak berpikir untuk memasak!!" Hardik Dewi melihat menantunya yang baru saja pulang.
"Maaf Mah, Aisyah tadi sempat ke rumah Bunda dahulu. Jadi agak telat pulangnya." Jawab Aisyah lemas. Tubuhnya tak dapat diajak kompromi beberapa hari terakhir, hingga ia berpikir untuk mampir ke rumah Bundanya sebentar.
"Halah alasan, sudah sekarang langsung saja kamu belanja. Sudah sore kok masih leyeh-leyeh!" Perintah Dewi ketus.
"Mah, boleh tidak Mama saja yang pergi berbelanja. Aisyah sangat lelah Mah, sedikit pusing juga." Pinta Aisyah dengan wajah pucat.
"Halah kamu ini alasan terus biasanya, dasar wanita lemah. Dulu Mama itu setiap harinya jalan kaki, jauh pula. Tapi tidak ada tuh, yang namanya mengeluh. Sok sokan pusing seperti ini, lah sekarang sudah ada motor tinggal naik juga sampai kok capek. Sudah cepat jangan buang-buang waktu. Sebentar lagi semua orang akan pulang. Dan makanan harus sudah siap." Ujar Dewi tak mau dibantah dan pergi begitu saja.
Kenapa Mama selalu membandingkan dirinya dengan aku. Tentu saja berbeda antara dulu dan sekarang Mah Astaghfirullah Aish sabar.., gumam Aisyah dalam harinya.
Dengan menyeret tubuh letihnya, Aisyah pergi untuk melaksanakan perintah dari mertuanya.
...***...
"Sayang kamu kenapa?" Tanya Yoga khawatir pada Aisyah. Wajah istrinya itu terlihat pucat dan lemas.
Aisyah menoleh dan tersenyum, "Tidak apa-apa Mas." Jawabnya, tanpa menghentikan aktivitasnya.
Yoga tak percaya begitu saja, ia menghampiri sang istri yang tengah berkutat dengan alat-alat masak. Aisyah merasakan aneh dengan kehadiran Mas Yoga di dekatnya. Sontak ia menoleh dan menjauh dengan menutup hidungnya.
"Mas.!!" Serunya mendorong tubuh Mas Yoga.
Terang saja, hal itu membuat Yoga heran dan sedikit tersinggung dengan sikap istrinya.
"Kau kenapa sayang?" Tanyanya sembari terus mendekat.
"Mas menjauh lah!" Pinta Aisyah menghindar dari Mas Yoga. Ia meletakkan semua alat-alat yang tadi ia pegang. Yoga tetap kekeh mendekat pada Aisyah. Niat hati ingin bermanja-manja setelah seharian penat karena pekerja, malah begini.
Ia menghembuskan nafasnya, "Kau ini kenapa Aisyah? Suamimu pulang, seharusnya kau menyambutnya. Bahkan saat aku pulang tadi, kau tidak di depan pintu. Bukan seperti ini, ayolah setidaknya cium punggung tangan suamimu ini."
"Tapi tidak bisa Mas, kau sangat bau." Ucap Aisyah yang membuat Yoga terkejut. Sontak Yoga mencium tubuhnya sendiri, memang ia belum mandi dan sedikit berkeringat. Tapi, biasanya Aisyah tak terlalu mempermasalahkan hal itu.
"Ya, memang sih Mas bau. Tapi kan tidak segitunya juga sayang. Ayolah Aish, ke marilah. Aku ingin memberitahu kabar bahagia."
Aisyah mengerutkan dahinya, namun pada akhirnya ia pasrah dan mendekat ke arah suaminya. Dengan hati-hati ia mencium punggung tangan suaminya. Namun, ia sudah tak tahan lagi.
Dengan menutup hidungnya, ia berlari menuju kamar mandi yang berada di sebelah dapur. Aisyah begitu terkejut dengan dirinya yang tiba-tiba muntah.
Yoga dengan perasaan cemasnya, segera menyusul istri. Dipijatnya lembut tengkuk Aisyah. Drama muntah cairan bening tersebut pun berakhir, dengan sayang Yoga memapahnya duduk di kursi.
"Kalau sakit, kenapa harus memaksakan diri untuk memasak? Bagaimana sekarang, sudah mendingan?" Tanya Yoga.
Aisyah mengangguk lemah, ia menunjuk air putih di atas meja.
"Biar aku yang melanjutkan memasak yah, kamu duduk di sini dulu." Ucap Yoga memberikan air minum untuk sang istri.
"Baiklah Mas," jawab Aisyah.
Yoga tersenyum, lalu melanjutkan kegiatan istrinya yang sempat terhenti. Aisyah memberi arahan apa saja untuk memasak. Tak lama, Dewi datang dengan dahi mengerut.
"Loh, Yoga kok jadi kamu yang masak? Kamu juga Aisyah kok malah diam saja. Itu suamimu baru saja pulang loh, harusnya itu dibuatkan kopi atau teh hangat, setelah itu kamu juga menyiapkan air hangat untuk mandi. Lah ini, capek-capek pulang kerja kok disuruh memasak." Cecar Dewi memberengut.
"Aisyah tidak menyuruh Mah, tapi Yoga yang meminta untuk memasak hari ini. Aisyah baru saja muntah-muntah dan pusing. Jadi ya tidak tega dong akunya membiarkan istri memasak." Sahut Yoga membela sang istri.
"Halah paling alasan saja istrimu ini. Dari dulu sampai sekarang, tidak pernah tuh yang namanya pusing atau capek mengurus suami. Ini baru beberapa hari saja sudah pusing-pusing. Dasar wanita lemah." Cibir Dewi mendekati sang anak.
"Mah, Aisyah juga kan bekerja di restoran. Pulang-pulang terus langsung mengurus suami ya wajah kalau ada kalanya lelah." Jawab Yoga.
"Sudahlah Yoga, kamu langsung ke atas saja. Biar Mama yang melanjutkan memasak. Dan bawa itu istri kamu, diobatin cepat biar tidak menyusahkan." Perintah Dewi mengambil alih kegiatan yang sedang dilakukan oleh Yoga.
"Iya Mah, ya sudah makasih ya Mah." Jawab Yoga tersenyum dan mengajak istrinya.
"Maaf ya Mah," ujar Aisyah pada Mama mertuanya tak enak.
"Hmmm," sahut Dewi.
Di kamar, Yoga mendudukkan istrinya di bibir ranjang. Ia menatap dalam wajah teduh nan menenangkan itu.
"Maafkan sikap Mama ya sayang," lirihnya.
__________________
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan like, komen dan vote.
Terimakasih ;)
Ig; @nick_mlsft
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments