Dengan penuh peluh Aisyah mengusap dahinya yang berkeringat dan meregangkan ototnya sejenak. Hatinya lega telah membersihkan lantai di rumah tersebut. Ia memandang lemas ke arah jendela kaca.
Sangat buram karena debu. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, ia pun mengambil alat-alat pembersih kaca.
Cukup lama, akhirnya Aisyah dapat bernafas lega karena telah menyelesaikan pekerjaannya. Dengan tubuh letihnya, ia menyenderkan tubuhnya ke tempat duduk di teras.
Berulang kali ia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya, guna memberikan angin agar tak kepanasan. Tak lama, dari arah lain Dewi datang dengan berkacak pinggang.
"Kamu itu, disuruh bersih-bersih malah nyantai seperti ini!!" Serunya geram melihat tingkah sang menantu.
"Maaf Mah, Aish sudah membersihkan semuanya kok. Dan beres-beres juga. Bahkan cucian piring semua sudah beres. Aish hanya sedang kelelahan." Jawabnya lemah.
"Halah baru segitu saja sudah lemah. Mama saja melakukan itu setiap hari bahkan mengurus suami dan anak." Sahutnya sengit.
"Iya Mah, maaf." Cicit Aisyah merasa bersalah.
"Maaf-maaf saja kerjaannya. Sudah sekarang cepat buatkan makanan dan cemilan untuk teman-teman Mama. Ingat ya harus buat yang banyak, soalnya teman Mama kan banyak yang akan ke sini." Titahnya.
"Nanti ya Mah, Aish baru saja duduk. Istirahat sebentar dulu ya Ma." Pinta Aisyah dengan sangat.
"Tidak bisa, kalau kamu malas-malasan seperti ini. Yang ada kamu tidak bakalan maju-maju. Asal kamu tahu saja, dulu waktu Mama muda tidak ada yang namanya leyeh-leyeh kayak kamu gini. Bahkan mau minum saja harus ngangsu dulu. Nyuci juga sama, apalagi sungainya jauh. Coba kamu bayangkan, bawa cucian banyak-banyak dan harus jalan jauh. Tapi Mama tidak mengeluh dan manja seperti kamu.
Karena melihat orang tua Mama juga susah, masak juga masih pake pawon. Harus bikin apinya dulu. Terus kalau sudah jadi, harus ditiup-tiup biar tidak mati atau besar. Muka sampai hitam karena asap. Lah ini, jaman sudah modern, ambil air tinggal pencet, masak tinggal ceklek, nyuci tinggal muter, nyapu dan ngepel tidak perlu mbungkuk-mbungkuk. Kok malah masih ngeluh. Sudah ayo cepat!" Ujarnya keras dan langsung melengang masuk.
Aisyah lagi-lagi hanya bisa tunduk dan menghela nafas panjang-panjang. Dengan langkah gontai, ia pun mengikuti Ibu mertuanya.
"Jadi mau dibuatkan apa Mah?" Tanya lemah lembut dan sopan.
"Kamu itu jarang menjamu orang lain apa bagaimana sih? Masa gitu saja tidak tahu." Pungkasnya tak menjawab pertanyaan Aisyah bahkan nada bicaranya pun sangat ketus.
"Ya sudah, tapi dilihat-lihat tidak ada bahan makanan ya Mah? Aish belanja dulu ya, mana uangnya Ma?" Menengadahkan tangannya di depan Mama Dewi.
"Kamu selama ini kuliah yang tinggi kan? Dan sudah kerja kan? Ya pakai uang kamu lah. Kamu ini sebagai menantu dan anak muda sudah harus mulai kerja keras. Dulu waktu Mama masih muda sudah harus ngurus suami, ngurus mertua dan ngurus anak.
Dan sekarang Mama sudah tua, jadi ya sekarang gantian lah kamu yang masih muda, tenaganya juga bagus jadi harus ngurus suami, ngurus mertua. Jangan malas-malasan, apalagi kan sekarang masih belum ada anak.
Sudah cepat sekarang, pergi sana ke warung!"
Lagi-lagi Aisyah hanya bisa mengangguk dan menuruti perintah dari sang mertua. Berkali-kali juga Aisyah beristigfar agar tak tersulut emosi karena perlakuan dari Ibu mertuanya.
Mungkin memang ini sudah menjadi tradisi sebagai menantu, ia hanya bisa meminta kekuatan dari Sang Maha Kuasa.
***
Dengan cekatan Aisyah memasak makanan seperti yang telah diperintahkan oleh Ibu mertuanya. Lagi-lagi pertahanannya sebagai menantu diuji, ternyata Mama Dewi juga turut mengawasinya namun sama sekali tak membantunya.
Bahkan sedari ia pulang dari warung, Mama Dewi memarahinya lantaran terlalu lama menunggu. Aisyah hanya menanggapi dengan senyuman.
Ia harus ekstra sabar karena baru saja ia menambahkan bahan ini, Mama Dewi menyergahnya dengan ketus. Yang katanya temannya tak suka pedas, tak suka diberi ini, alergi dengan bahan itu, lebih menyukai ini dan banyak lagi.
Cukup lama ia berkutat, akhirnya ia pun dapat menarik nafas lega. Mama Dewi sedang berada di kamar kecil, hingga Aisyah sedikit tenang meski hanya 15 menit.
"Sudah selesai Aish?" Tanya nya menyelidik dan menatap tak suka, karena melihat Aisyah yang tengah duduk bersandar salah satu kusri di ruang makan.
"Sudah Mah," jawabnya tersenyum bahagia.
Dewi melirik ke arah meja, dan benar saja banyak sekali macam makan tersaji dengan sangat rapi. Dan harumnya makanan benar-benar menggugah selera.
Ia mengangguk angkuh dan memandang tajam ke arah Aisyah dengan melipat kedua tangannya.
"Ada apa Mah?" Tanya Aisyah yang merasa tak enak.
"Kamu tidak berangkat kerja?" Ujar Dewi tanpa menjawab pertanyaan dari Aisyah.
"Em tidak Ma, kenapa ya?"
"Astaghfirullah Aish, kamu pikir hidup kita itu hanya mengandalkan suami. Kamu sebagai istri dan wanita berpendidikan tinggi bisa-bisanya ditanya kenapa tidak berangkat kerja justru kembali bertanya kenapa?!" Serunya berapi-api.
"Maaf Mah, tapi tadi Bunda juga sudah bilang kalau tidak apa-apa jika Aish tidak berangkat." Cicitnya pelan.
"Itu karena Bunda kamu yang terlalu memanjakan kamu. Ingat ya kamu itu sudah menjadi menantu, jadi semuanya itu sudah berubah. Tidak ada lagi yang namanya bersantai dan malas-malasan.
Kamu kan tahu, Yoga itu cuma karyawan biasa. Kebutuhan sudah mulai naik dari waktu ke waktu, kamu yang memiliki pendidikan tinggi gunakan dong untuk membantu suami."
"Tapi sekarang sudah sangat siang Ma, dan mungkin saja Bunda sudah tidak memerlukan Aish lagi." Tuturnya memberi pengertian.
"Restoran Bunda dan Ayahmu itu banyak dan kamu anak dari mereka. Tidak masalah kamu datang kapanpun kamu mau. Lagian juga setelah ini kamu mau ngapain? Rebahan? Malas-malasan lagi?
Sudah sekarang bersiap-siap saja, jangan buang-buang waktu kamu percuma seperti itu." Ucapnya seraya mendorong tubuh Aisyah ke arah kamar anaknya.
Bahkan seorang OB di suatu perusahaan saja pasti akan ada istirahatnya. Ini baru saja beberapa menit sudah suruh ini itu, berat pula kerjaannya. Aku hanya ingin istirahat sebentar saja Ya Allah. Gumam Aisyah dalam hati di sela-sela mempersiapkan diri.
Dengan bismillah, Aisyah keluar dari rumah tersebut. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, suara dari arah belakang terpaksa menghentikan langkahnya.
"Aish, jangan lupa. Nanti kalau pulang belikan Mama mie ayam punya pak Basto ya. Mama sudah jadi langganan tetap di sana, karena memang rasanya yang enak!" Tuturnya memberi perintah.
"Baik Mah," jawabnya patuh.
Dewi mengangguk dan kembali memasuki rumah tersebut. Aisyah hanya bisa menggeleng dan memeriksa ponselnya untuk mencari ojek online.
______________
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan like, komen dan vote.
Terimakasih ;)
Ig; @nick_mlsft
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Merry Dara Santika
Kenapa mertua nya jadi berubah. Dan suaminya juga mana ko ga kelihatan. Ujian Aisyah sabar ya aish.
2021-10-24
0