Beberapa Minggu setelah Yoga melamar kekasih hatinya, keluarganya pun mendatangi ke rumah Aisyah untuk membahas tentang acara pernikahan mereka. Yang tentu saja disambut antusias oleh Aisyah dan seluruh keluarganya.
Namun ada beberapa hal yang mengganjal di hati Fahmi juga istrinya. Ini semua adalah tentang masa lalu mereka dan Aisyah.
"Mas kita memang harus mengatakan hal ini semua, tapi aku masih belum memiliki keberanian untuk mengatakan semuanya. Aku tak sanggup untuk itu." Ucap Melati dengan mata berkaca-kaca.
"Berani atau tidak, siap atau tidak, bersedia atau tidak kita tetap harus mengatakan ini semua. Kita juga harus melakukan ini semua demi masa depan putri kita Mel." Tutur Fahmi dengan membelai kepala istrinya yang dibalut oleh hijab.
"Tapi bagaimana dengan perasaan putri kita nantinya Mas?" Tanya Melati yang masih terisak.
"Sayang aku minta maaf dengan semua yang pernah terjadi." Pasrah Fahmi, sebenarnya ia juga selama ini berusaha melupakan semuanya. Namun tetap saja, apapun kehidupan yang akan dijalaninya selalu saja mengaitkan semuanya ke arah masa lalu.
"Tidak Mas, ini semua mungkin memang sudah takdir kita. Kumohon jangan buat aku merasa bersalah dengan kau yang selalu meminta maaf seperti ini." Ujar Melati meraih wajah suaminya dengan kedua tangannya.
Fahmi tersenyum tipis, ia semakin mengeratkan dekapan istrinya. "Kita memang harus menanggung semua bersama Mas, karena memang kita berdua adalah pelaku semua yang telah terjadi." Lanjutnya dengan menyatukan kening mereka.
"Iya sayang, terimakasih sudah selalu mendampingi Mas. Kau wanita terhebatku setelah Ibuku." Puji Fahmi mencium pucuk kepala sang istri.
Lalu keduanya memutuskan untuk beranjak menuju tempat istirahat mereka.
***
"Nak ada yang harus Ayah katakan padamu." Ucap Fahmi di ruang makan setelah ia melihat semuanya telah selesai menyantap makan malam masing-masing.
"Iya Yah, tentu saja. Ada apa Yah?" Jujur saja, perasaan Aisyah merasa gugup dan entah kenapa hawanya menjadi tidak enak. Apalagi melihat wajah Ayahnya yang sulit untuk digambarkan.
"Setelah ini ikut Ayah ke ruangan kerja Ayah." Titahnya. Setelahnya ia meninggalkan ruangan tersebut.
"Baik Yah." Patuh Aisyah. Perasaannya menjadi semakin tak karuan. Sangat jarang ia memasuki ruangan pribadi Ayahnya seperti ini, bahkan sekedar untuk mengantarkan kopi saja ia tak berani. Dan hari ini, Ayahnya sendiri bertitah untuk mengikutinya menuju ruang kerja Ayahnya. Bukankah aneh.
Tok tok tok.
Dengan ragu Aisyah mengetuk pintu ruangan yang ada di hadapannya kini.
"Masuk." Ucap seseorang yang ia yakini adalah Ayahnya dari dalam.
Ceklek. Aisyah terkejut karena juga melihat keberadaan Bundanya yang juga berada di sana tengah menunduk. Bahkan matanya juga terlihat sedikit membengkak.
"Ayah, Bunda.." panggilnya lembut dan memasang senyum terindahnya. Ia melihat Ayahnya yang menunjuk dirinya untuk duduk di antara kedua orang tuanya.
Fahmi mengelus rambut Aisyah. Ia memasang senyum terindahnya. Sebenarnya ia tengah berusaha untuk menutupi kegelisahan yang ia rasa sedari semalam.
Perlahan Fahmi menghembuskan nafasnya, sejenak ia memandang istrinya. Istrinya hanya bisa memandangnya sendu namun sedikit menganggukkan kepalanya.
"Nak kau tahu kan tidak ada manusia yang sempurna?" Tanya Fahmi lembut.
Aisyah mengangguk.
"Kau tahu kan setiap manusia pasti melakukan kesalahan?"
Lagi-lagi Aisyah mengangguk menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh Ayahnya.
"Dan manusia yang memiliki hati seluas samudera pasti akan membuka pintu maaf untuk orang yang melakukan kesalahan padanya kan?"
Deg. Jantung Asiyah seakan berhenti seketika. Entahlah sedari tadi ia merasa gelisah, dan saat mendengar pertanyaan yang baru saja ia dengar hatinya semakin tak karuan.
"Kau akan memaafkan Ayah kan Nak?" Mata Fahmi mulai mengembun.
"Ayah apa yang sedang kau katakan ini?, Kenapa Ayah harus mengatakan hal ini?, Bagaimana seharusnya perilaku seorang anak pada orang tuanya jelas Ayah lebih mengetahuinya." Ungkap Aisyah dengan wajah sedih. Entahlah ia merasa seperti anak yang tak baik saat ini mendapatkan pertanyaan seperti itu.
Suami Melati itu tersenyum, dengan cepat ia merengkuh tubuh putrinya. Sesekali ia mengecup pucuk kepala sang anak.
"Nak.." panggilnya ragu.
Aisyah mendongakkan wajahnya dan sedikit menjauh dari Ayahnya, agar ia dapat melihat wajah Ayahnya dengan jelas.
"Iya Yah,"
"Seburuk-buruknya orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya bukan?,"
"Tentu saja Yah. Kalian adalah orang tua terbaik bagiku."
Berkali-kali Aisyah melihat jakun serta dada Ayahnya yang naik turun. Ia tahu Ayahnya sedang gugup dan ragu untuk mengatakan sesuatu padanya. Dan itu semakin membuat dirinya gusar, namun ia tahan. Tak mungkin baginya memperlihatkan itu semua di hadapan kedua orang tuanya kini.
"Nak maaf Ayah tak dapat menjadi wali di pernikahanmu kelak.."
Deg. Bagai dihujam ribuan belati, hati Aisyah begitu sakit mendengar penuturan dari Ayahnya. Air matanya tak dapat lagi ia bendung. Ada apakah gerangan hingga Ayahnya dengan tega menggerakkan benda tak bertulang itu.
Pikirannya benar-benar kacau saat ini, hal-hal negatif tak mampu lagi ia usir dari pikirannya. Kepalanya terus menggeleng menolak semua ini.
"T-tapi mengapa Yah?" Suaranya hampir tercekat, kekuatan untuk sekedar berbicara saja seakan telah terenggut paksa darinya.
Fahmi memejamkan matanya, diliriknya wajah sang istri yang telah berlinang air mata. Namun dengan cepat itulah ia menghapusnya.
"Karena pernikahanmu hanya sah jika hakim yang menjadi walimu Nak." Ucapnya dengan suara berat dan terbata.
Aisyah menutup mulutnya rapat, apa ini maksudnya?, Apakah ia bukan seorang anak dari keluarga ini?, Tuhan, jika memang benar seperti ini mengapa harus sesakit ini?, Ia memukul dadanya untuk sekedar menghilangkan rasa sesak yang kian menghimpit dadanya.
Fahmi segera merengkuh tubuh anaknya, namun dengan cepat Aisyah menggeleng pelan.
"N-nak bagaimanapun kau tetap putri Ayah. Meski hanya sebagai Ayah biologis.." Ujarnya dengan menunduk, jujur saja ia sendiri sangat malu dengan putrinya ini.
Gadis muda tersebut mendongakkan wajahnya, keningnya mengkerut dan berusaha mencerna perkataan sosok yang dipanggil Ayah itu.
"Apa maksud Ayah?" Tanya nya dengan mengusap lelehan di pipinya.
"Maaf Nak, tapi Ayahmu dulu hilaf Nak." Hilang sudah mukanya saat ini, bahkan ia tak berani untuk menatap wajah putrinya.
Namun apa daya keadaan membuatnya harus tetap menjelaskan semuanya. Ini semua juga untuk masa depan putrinya.
Aisyah membelalakkan matanya, ia melirik ke arah Bunda-nya yang berada di belakangnya. Hatinya hancur melihat wajah rapuh wanita yang melahirkannya.
Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya namun tetap saja semua yang ada dihadapannya ini tak pernah mau berlalu. Semuanya benar-benar nyata. Air matanya kembali meluruh.
______________
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan like, komen dan vote.
Terimakasih yang sudah mampir ;)
Ig; @nick_mlsft
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Endang Supriati
ketahuan dah sama ccalon besan dan calon suaminya aisysh. aisyah anak harammm, anak hasil perbuatan syetannnn
2024-04-02
0
khariliska
semangat kak
2022-10-26
0