Snow tau semua ini pasti akan terjadi, cepat atau lambat. Tapi dia sama sekali tidak pernah menduga sedikitpun jika akan menerima dengan keadaan yang sama sekali tidak ia harapkan. Diperlakukan dan dianggap seperti wanita murahan, tentu bukan hal yang bisa dibayangkan oleh Snow.
Maniknya tiba-tiba terbuka lebar setelah sempat terlelap beberapa menit. Langit-langit kamar yang temaram menjadi pemandangan pertama yang menyapa penglihatannya. Seperti sedang ditertawakan, Snow merasakan pilu kembali menyapa relung hatinya yang terluka parah.
Yang terjadi beberapa menit lalu, bukanlah hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Snow dipaksa harus melakukan hal itu setelah menerima gelar Bi*tch dari bibir Winter. Memalukan bukan? Ia dianggap wanita gampangan yang bisa melayani kebutuhan Seksual laki-laki itu dengan cara dibeli.
Snow ingin sekali menangis, tapi airmatanya terasa sudah mengering sejak peristiwa mengerikan baru saja terjadi kepadanya. Otaknya menyimpan memori itu sebagai hal yang tidak lagi ingin ia lakukan. Snow merasa traumah.
Ia bangkit perlahan. Sesekali meringis tanpa suara merasakan tubuhnya seperti hancur, remuk redam dengan pusat tubuh yang terasa sakit dan perih bukan main. Kepalanya pusing, perutnya masih terasa mual sebab aroma alkohol itu kini bukan hanya berasal dari tubuh Winter, melainkan juga dirinya. Secara tidak langsung, bau itu berpindah ketika Winter menyentuhnya tadi.
Dengan gerakan hati-hati,Snow menuruni ranjang dan memungut satu persatu pakaian yang koyak dan tergeletak berserakan di lantai, kemudian berjalan tertatih keluar dari kamar Winter untuk kembali ke kamarnya sendiri.
Disana, layar Ipad yang tadi ia gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan masih menyala. Lampu kamar juga masih menyala terang. Snow terus berjalan dengan kaki terseok menahan sakit untuk sampai di kamar mandi. Sesaat, ia melirik jam dinding diatas ranjang. Pukul dua dini hari.
Ya Tuhan. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi hari ini? Mengapa dia sampai memperlakukan aku seperti wanita rendah yang memang pantas menerima semua ini?
Snow terus membatin.
Sesampainya dikamar mandi, Snow duduk diatas closet, menatap kosong pada dinding kaca yang menjadi pembatas dengan letak bathtub berada. Kepalanya menunduk, dan manik matanya itu dapat melihat dengan jelas bekas perlakuan Winter kepadanya. Ada banyak markah didada, paha, atau bahkan bagian tubuh lain yang tidak bisa dijangkau oleh penglihatan Snow.
Telapak tangan Snow bergerak menyentuh bibirnya yang terasa sakit, dan seketika air mata itu luluh dari kelopak matanya yang sudah sembab.
Dengan suara pelan dan pilu ia menangis. Menaikkan kedua kaki diatas kloset dan meringkuk untuk menyembunyikan wajah menyedihkannya didalam sana. Satu tangan kurusnya memukul-mukul dada yang terasa ngilu.
***
Winter mengerjap pelan ketika kewarasannya kembali terkumpul. Terakhir yang dia ingat, dia pulang dengan keadaan kepala pening karena menenggak segelas Whisky bersama sahabatnya disebuah bar sembari berbincang-bincang tentang bisnis yang menjurus ke masalah pribadi. Ia sempat bercerita tentang hubungan pernikahan yang ia jalani bersama Snow. Lalu ia juga mulai bercerita tentang kembalinya status Amora sebagai kekasih dibelakang Snow.
Bahu lebar tanpa selembar kain itu duduk bersandar dikepala ranjang sembari memijat pelipisnya yang berdenyut. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjuk angka enam lebih tiga puluh menit, dan ia harus bergegas jika tidak ingin terjebak macet dan terlambat sampai di kantor.
Matanya terbelalak ketika selimut tersibak dari tubuhnya yang tidak terbalut apapun. Pusat tubuhnya sedikit terasa perih dan ngilu, dan juga ia melihat ada beberapa bercak merah di bagian tengah ranjang. Menyerupai darah.
Winter mengernyit. Ia kembali mengingat-ingat kejadian setelah ia sampai dirumah, akan tetapi nihil. Tidak ada yang bisa ia ingat setelah ia melepas kemeja yang sempat terkena muntahannya sendiri ketika turun dari mobil sesampainya dirumah.
“Sh*it!!!” umpatnya keras, meraih celana panjang dan ****** ******** yang kedinginan dilantai dengan gerakan gesit, kemudian mencari pakaian seadanya yang bisa ia gunakan keluar dari kamar untuk memastikan sesuatu.
Snow. Gadis itu menjadi tujuan langkahnya pertama kali.
Winter mendorong keras pintu kamar Snow, dan tidak mendapati siapapun disana. Hanya kamar kosong tertata rapi dan aroma vanilla lembut khas seorang Snow yang menyapa hidungnya.
Tidak berhenti disitu, Winter kini menuju dapur. Biasanya Snow akan sibuk memasak sarapan untuk ia makan sebelum berangkat bekerja di jam seperti sekarang. Nihil. Snow tidak ada dimanapun, termasuk halaman belakang rumah, teras, dan beberapa tempat lain yang biasa di pergunakan Snow untuk melewati hari, termasuk Gazebo yang juga terlihat kosong. Hingga tatapan Winter tertuju pada satu sticky note yang tertempel diatas penutup nasi yang sudah berembun ketika ia kembali melangkah masuk.
Kakak jangan lupa sarapan, aku sudah memasak kecil untuk sarapan kakak. Mungkin aku akan pulang sedikit terlambat nanti, ada hal yang harus aku lakukan di luar. Dan untuk makan malam nanti, aku akan membeli makanan siap saji saja. Kakak silahkan makan malam diluar, dan jangan menungguku. Aku akan pulang sangat terlambat.
Snow.
Winter tertegun. Dia sudah membuat kesalahan besar. Winter bukan anak kecil dan ia jelas tau bercak merah diatas spreinya tadi, pasti milik Snow. Virgin blood, mungkin itu sebutan yang pernah ia dengar dari sahabatnya. Dan sekarang, gadis itu sedang berusaha menghindar dari dirinya.
Winter meremas sticky note ditangannya hingga tak berbentuk. Otak cerdasnya mendadak tidak bisa berfikir jernih. Wajah Snow terus menari dipelupuk mata Winter. Kepala Winter terlempar kebelakang. Ia bahkan meremas frustasi surainya yang masih berantakan dan mendengus kesal pada diri sendiri.
“Bodoh!” rutuknya pada diri sendiri, merasa bodoh telah meniduri Snow setelah berjanji pada Amora bahwa tidak akan pernah menyentuh siapapun selain kekasihnya itu. Dia mendadak merasa menjadi orang paling brengsek yang hidup didunia. Bagaimana tidak. Dia memiliki kekasih, tapi menikahi wanita lain, dan yang terjadi, dia meniduri wanita yang menjadi istrinya ketika ia memutuskan untuk menjadikan kekasihnya itu satu-satunya orang yang paling berharga dalam hidupnya. Brengsek sekali bukan?
Lalu, dengan rahang mengeras dan telapak tangan terkepal erat, Winter menegaskan. “Kamu tidak akan bisa lari dariku, Snow White. Kamu milikku.”[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Riska Wulandari
boleh g sih palanya si musim dingin nih ku pukul pake pemukul kasti biar sekalian ilang otak yg udah gengser itu...
2023-05-03
3
Sasliati Lia
pengen tak pentok kepalamu biar gegar otak.. kok jd orang egois banget
2023-05-03
1