Satu bulan kemudian, Richard melangsungkan acara wisuda dengan didampingi oleh ayah kandungnya, Felix Calder dan juga Renata Calder, adiknya.
Mengingat ibu kandungnya yang telah meninggal satu tahun yang lalu, karena penyakit ginjal sehingga tidak bisa menemani pria itu dalam acara bersejarah baginya.
Tak ketinggalan, Aretha yang juga turut hadir pada acra tersebut. Gadis itu rela mengambil ijin untuk tidak masuk sekolah demi menghadiri acara yang sangat bersejarah untuk kekasihnya itu.
Aretha memang sudah sangat mengenal baik keluarga Richard, begitupun sebaliknya. Bahkan Felix sudah menganggap Aretha seperti putri kandungnya sendiri sehingga tidak terlalu membuat gadis itu merasa canggung, ketika harus berkumpul dengan keluarga Richard.
Setelah acara selesai, mereka melakukan foto bersama dengan penuh bahagia. Mata Richard tampak berkaca-kaca seolah menahan kesedihan. Kesedihan mengingat almarhumah sang ibu yang selama ini turut memperjuangkan, tampak tidak bisa hadir menemaninya dalam acara yang selama ini ia nantikan.
Meninggalnya Riana Calder membuat putranya merasa sangat kehilangan dan cukup memberikan luka yang mendalam.
Andai saja mama ada disini, mungkin mama akan merasakan kebahagiaan yang sama seperti yang aku rasakan, batin Richard
Semoga mama juga bahagia dengan apa yang telah aku capai hari ini, gumamnya dalam hati.
Seketika suara Felix menyadarkan Richard dari lamunannya.
"Nak, karena acaranya sudah selesai, papa sama adikmu pulang duluan ya, karena sore ini papa ada janji meeting dengan klien," pamit Felix. "Sekali lagi selamat ya, Nak. Sukses buat kamu!" imbuhnya seraya menepuk pelan bahu Richard.
"Iya, Pa, terima kasih. Papa hati-hati," balas Richard.
Felix menganggukkan kepala mengiyakan ucapan putranya.
"Sayang, om duluan ya," ucap Felix seraya menoleh kepada Aretha dengan memasang senyuman khasnya.
***
Setelah ayah dan adiknya pulang, Richard mengajak Aretha ke sebuah kafe yang tak jauh dari kampus, dimana Richard kuliah. Pria itu memilih tempat duduk yang berada di sudut kanan kafe tersebut. Sedikit menjauh dari keramaian.
Tidak harus menunggu lama, pesanan mereka telah siap dihidangkan di atas meja oleh seorang pelayan kafe tersebut. Mereka berdua segera menyantap makanannya masing-masing.
"Yank, padahal kamu gak perlu bela-belain ijin gak masuk sekolah," Ucap Richard di tengah-tengah kegiatan mereka.
"Gak apa-apa, kapan lagi coba aku bisa hadir di acara bersejarah kamu?" ucap Aretha seraya menyeruput es lemon tea yang ada di hadapannya.
Richard mengangguk. "Makasih ya, Sayang," ucapnya senang, Ia tampak menarik kedua sudut bibirnya mengukir senyuman sembari mengusap pelan puncak kepala gadis itu. Aretha hanya tersenyum melihat perlakuan kekasihnya itu.
"Sekali lagi selamat ya, Kak" ucap Aretha "Semoga sukses!" imbuhnya mendo'akan.
"Aamiin. Makasih, Sayang." Jawab Richard lagi-lagi mengulas senyumnya.
"Oh iya, aku punya sesuatu buat kamu." Aretha tampak merogoh tasnya, lalu mengeluarkan kotak kecil dari dalam tas itu dan memberikan kotak itu kepada Richard.
"Apa ini?" Tanya Richard senang sembari meraih kado berukuran kecil itu. Dia memang selalu merasa senang ketika Aretha memberikan sesuatu untuknya.
"Dibuka saja!" titah Aretha.
"Boleh aku buka sekarang?" tanya Richard. Aretha hanya mengangguk.
Setalah Richard membuka kadonya, ternyata isinya adalah sebuah jam tangan mewah dan sudah pasti harganya mahal. Tapi itu tidak penting bagi Aretha.
"Jam tangan?" Ucap Richard membelalakan matanya begitu kegirangan. "Kamu kok tau kalau aku lagi butuh banget barang ini?" Tanya Richard kemudian.
"Ya … karna beberapa hari ini, aku perhatikan kamu gak pake jam, biasanya kan gak pernah lepas dari jam kesayangan kamu itu!" Ucap Aretha.
"Kamu tuh, diam-diam perhatian juga," Ucap Richard tersenyum. "Jam tangan aku tuh rusak, Yank, makannya gak aku pake lagi." imbuhnya sembari memakai jam tangan pemberian gadis itu
"Kamu suka?" Tanya Aretha.
"Suka!" Jawab Richard senang tanpa memalingkan pandangannya dari jam tersebut. "Jamnya bagus!" imhubnya memuji.
"Itu gak penting!" Tukas Aretha. "Yang terpenting itu, kamu tahu gak alasan aku beliin kamu jam itu biar apa?" Tanyanya.
"Biar apa coba?" Tanya Richard mendekatkan wajahnya ke Aretha sehingga wajah mereka terisa sekitar sepuluh centimeter.
"Ya ... biar kamu inget terus sama aku, setiap waktu!" Tegas Aretha seraya memundurkan wajahnya sedikit menjauh dari tatapan Richard. Seketika Richard tersenyum gemas dan ingin menggodanya.
"Memangnya ... kapan aku melupakanmu, hah?" tanya Richard sembari menarik hidung mancung Aretha dengan gemas, sontak membuat gadis itu merasa kesakitan, lalu memanyunkan bibirnya.
"Menyebalkan!!" gerutu Aretha sembari mengusap hidungnya yang masih terasa sedikit sakit.
"Tapi, makasih ya, Sayang, untuk hadiahnya, aku senang banget. Mulai sekarang, ini akan menjadi jam tangan kesayanganku," ucap Richard, lalu menunjuk ke arah jam tangan yang telah melingkar di pergelangan tangan kanannya.
"Yakin?" Tanya Aretha meyakinkan.
"Iya ih, beneran, serius, swear deh!" jawab Richard sembari mengacungkan kedua jari tangan kanannya membentuk huruf V.
"Bahkan, aku tidak akan lupa untuk semua yang telah kamu berikan untukku," Imbuhnya seraya menatap sayu gadis itu.
"Uuuh ... so sweet!!!" ucap Aretha meledek membuat Richard berdecak kesal.
" kamu tuh ya, begitu banget, aku lagi serius juga, menyebalkan!" ucap Richard kesal.
"Lagian, kamu gombal mulu kerjaannya!" ucap Aretha. "Aku tuh gak bakalan mempan digombalin kaya gitu, receh banget sih!" imbuhnya.
"Ya udah, besok-besok aku gombalin cewek lain saja!" Ketus Richard sembari cemberut, lalu melipatkan kedua tangannya di atas meja dengan memalingkan wajah ke sembarang arah.
"Ngambek Masnya?" Goda Aretha. Namun, Richard hanya diam tak menghiraukan.
Gadis itu melanjutkan kembali kegiatan makannya yang sempat tertunda. Lain halnya dengan Richard yang sedari tadi hanya diam membisu. Semakin lama, Aretha semakin kesal melihat sikap Richard. Seketika tebersit ide jahil dalam otakknya.
"Hmm ... well, aku pulang saja deh! BT juga didiemin mulu dari tadi, kayak lagi makan sama boneka!" ketus Aretha seolah sedang marah. Padahal ia hanya berniat untuk msngerjai Richard.
Gadis itu tampak meletakkan sendok makan yang di atas piring, sontak membuat Richard seketika menoleh ke arahnya. Ia mencoba beranjak dari tempat itu. Namun, belum sempat ia melangkahkan kaku, Richard telah lebih dulu menahan gadis itu dengan menarik salah satu tangannya.
Aretha menoleh. Ia tampak menahan senyumnya. Sudah ia duga bahwa rencananya akan berhasil. Ia tahu betul apa yang akan dilakukan Richard, ketika ia bersikap seperti itu terhadapnya.
"Ya udah, iya ... iya ...maaf!" kesal Richard. Ia terpaksa mengalah.
Tangannya masih memegang pergelangan tangan Aretha. "Duduk lagi donk!" pintanya kemudian.
Sembari masih menahan senyum, Aretha tampak mengiyakan perintah Richard untuk duduk kembali di tempat semula, lalu mereka melanjutkan kegiatan sebelumnya, yaitu makan.
Lagi-lagi Richard harus mengalah. Ia tidak ingin melihat kekasihnya marah, meski sebenarnya itu hanya rencana jahil gadis itu. Namun, demi menghindari pertikaian dengan Aretha, pria itu pun rela mengalah agar keadaan kembali membaik seperti semula.
Suasana telah kembali seperti semula, setelah Richard berhasil membujuk Aretha yang sebenarnya sama sekali tidak marah. Mereka tampak berbincang kembali, membahas berbagai hal, di sela-sela kegiata mereka.
__________
Terima kasih ya udah mau mampir di novelku, semoga kalian suka.
jangan lupa terus tinggalin jejak kalian dengan rate 5 star, like and comment😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 238 Episodes
Comments
Utit Dewisetyowati
lanjut
2021-05-18
0
Dien Sriwahyuli
berikan 1 kayak richard tuk aku Tuhan. sweet banget
2021-03-05
1
QueenApril
thorr kek nya cwo yg kya richard jarang bgt deh thorr, pngn pny cwo yg kek richard slalu pengertian, baik, perhatian slalu mengalah lagi😌sisain atu kek thor cwo yg kek richard😅
2020-07-27
7