DDRRTTT...
Belum juga semenit yang lalu Bella mematikan sambungan teleponnya, kini giliran ponsel Tomi bergetar.
Alda memiliki perasaan tidak enak. Ia dan Bella saling bertukar pandangan menantikan apa yang akan terjadi.
"Hallo.." Tomi memulai percakapan setelah mengetahui sekretarisnya yang menelfon.
"Hallo pak ketua.. Maaf mengganggu waktu bapak bersama keluarga. Sa.. saya lupa memberitahu bapak kalau hari ini ada demo dari organisasi A di gedung DPRD." Suara sekretaris Tomi terdengar sampai ke telinga Alda juga Bella.
"Atasi. Saya sama sekali tidak mendapat surat pemberitahuan sebelumnya." Suara dingin namun tegas Tomi membuat sekretarisnya gemetar ketakutan.
"I.. itu pak sebelumnya sa.. saya minta maaf. Surat pemberitahuan sudah ada tapi saya lupa meletakkannya di meja bapak dan.. dan demonya mulai pukul 15:00."
"....." Melihat jam tangannya.
'Ya ampun tamat sudah riwayat saya.' jerit batin sekretaris ketua DPRD itu.
Semenit berlalu, dua menit berlalu sekertaris tak kunjung mendengar suara Tomi.
"Hal.. lo.."
Tut.. Tut.. Tut..
Tomi mematikan sambungan telfonnya tanpa mengatakan apa pun.
Suasana di meja makan terasa hening. Hanya terdengar hembusan angin yang meniup gorden kesana dan kemari.
Ketiga orang tersebut saling menatap satu sama lain untuk beberapa waktu. Sebelumnya akhirnya Alda memecahkan keheningan.
"Sigh.." Alda menghela nafas panjang. "Okey hari ini juga sepertinya mama dan papa sibuk jadi biar Alda pergi sendirian saja."
Alda sedikit merasa kecewa tapi ia tidak ingin menunjukkan kekecewaannya itu di depan Bella dan Tomi.
Alda bangkit dari tempat duduknya hendak ke kamar dan memesan tiket pesawat untuk dirinya.
Tadinya Alda sekeluarga berencana menggunakan mobil ke kota H. Meski memakan waktu selama 7 jam perjalanan tapi itu dilakukan sebagai quality time mereka.
Bella dan Tomi menatap sosok gadis kecil dengan tinggi 160 tersebut berjalan menaiki tangga menuju lantai dua.
Keduanya merasa bersalah karena tidak bisa menepati janji mereka.
Di kamar bernuansa merah muda, Alda menatap kesal pada ponselnya. Air mata jatuh membasahi kedua pipinya. Pesawat dari kota E ke kota H hanya dua kali penerbangan saja. Pukul enam pagi hari dan pukul tiga sore hari.
Alda harus mengambil penerbangan pukul tiga sore tapi tidak di sangka jika tiket sudah terjual habis.
Apa yang harus dilakukan gadis miris itu? Besok hari pertamanya masuk sekolah, tidak mungkin dia berangkat ke kota H keesokan harinya.
Akhirnya ide untuk menaiki bus pun muncul. Supir pribadi mengantar Alda menuju terminal.
Keadaan terminal kota siang itu sangat ramai penumpang. Banyak orang berdesakan dan suara supir maupun kenek bus berteriak menyuarakan kemana tujuan busnya pergi.
Alda bersyukur supir pribadinya membantunya mencari bus dengan tujuan kota H pada supir bus lainnya. Karena ia sama sekali tidak tahu menau tentang hal seperti itu.
Sayang seribu sayang bus baru saja berangkat dua puluh menit yang lalu dan tidak ada lagi bus lain ke kota H.
Alda ingin sekali menitikan air matanya saat itu juga namun kemudian perkataan seorang supir bus memberinya sedikit harapan.
"Dek.. Om kasitau ya, adek bisa naik bus om ke kota M terlebih dahulu setelah turun di kota M adek bisa naik bus dengan tujuan ke kota H." Ucapnya memberi saran.
Akhirnya Alda dan supirnya tersenyum lega. Ia berterima kasih pada supir bus tersebut karena telah memberinya solusi.
-----
Selesai bersiap Tiara pergi ke kantin untuk makan malam. Tidak lupa ia membawa dompetnya bersamanya.
"Tunggu..." Lia menghentikan langkah kaki Tiara.
Lia menatap malu pada Tiara yang terlihat sangat cantik malam itu meski tanpa makeup.
"Eh.. itu apa aku boleh ikut kamu ke kantin?" Tanya Lia kali ini dengan bahasa tidak formal mencoba akrab dengan Tiara.
"Siapa saja boleh pergi ke kantin kok." Jawab Tiara.
"Ti tidak bukan itu maksud aku." Lia menggoyangkan tangan tak setuju. Wajahnya perlahan mulai memerah.
"Maksud aku apa kita boleh pergi bersama? Kamu tau kan aku belum punya temen terus dikamar ini baru kita berdua yang hadir, jadi sebagai temen sekamar bagaimana kalau kita makan bersama."
Tiara menatap dingin pada Lia tanpa berkata-kata.
Lia menyerah pada tatapan dingin itu. Entah kenapa tatapan dingin itu membuatnya ingin mengatakan apa saja yang ada di dalam pikirannya.
"Baiklah. Aku udah kasitau kalo aku belum punya teman dan aku mau kamu jadi temen aku, aku jadi temen kamu dan kita temen." Kejujuran mengalir keluar begitu saja dari mulut Lia.
'Gila. Kenapa aku kayak cewek yang lagi ungkapin perasaan ke cowoknya sih?' Lia membatin. Memikirkannya saja membuat wajahnya memerah seperti buah tomat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments