"serius!?" Wajah cantik Viviane berubah ceria mendengar perkataan putri kesayangannya itu.
"Hmm.." angguk Tiara.
"Kamu memang putriku yang paling cantik, paling baik dan paling segalanya di dunia. Mommy sayang Tiara" Viviane memeluk erat putrinya itu dan menciumnya seolah-olah Tiara adalah mahkota permata paling berharga di muka bumi ini.
Para pelayan terharu bagaimana keluarga ini saling menyayangi satu sama lain. Kebaikan hati mereka tidak hanya ditunjukkan untuk anggota keluarga mereka saja tapi juga ditunjukan kepada para pelayan di rumah mereka. Maka dari itu tak heran jika para pelayan sangat setia kepada keluarga Alexander.
Viviane menanyakan pada Tiara jika ia membawa pakaian yang disiapkan olehnya lalu bagaimana dengan barang-barang yang sudah ia dan pelayannya siapkan sebelumnya.
Tiara lalu mengatakan bahwa dia tidak akan membawa barang-barang tersebut dan hanya akan membawa apa yang telah disiapkan oleh Viviane. Hal ini membuat Viviane merasa sangat bahagia seperti seorang ibu yang telah berhasil melahirkan seorang malaikat.
-----
Di depan pintu rumah mewah keluarga Alexander, terparkir sebuah mobil Mercedes-Benz hitam yang siap mengantar kepergian Tiara ke bandara.
Keluarga Alexander tinggal di kota L dimana membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai ke kota H menggunakan mobil. Namun Tiara memilih untuk menaiki pesawat lantaran tak ingin merepotkan Pulo, salah satu supir keluarga Alexander.
Viviane melihat Tiara tak berdaya. Hati kecilnya tidak rela harus berpisah dengan putri kecilnya itu yang kini sudah mulai tumbuh dewasa. Air mata pun jatuh dikedua pipinya.
Dia memeluk Tiara, mengelusi rambut coklat panjang Tiara yang lembut. Memorinya kembali berputar dari saat pertama kali ia melahirkan putri kecilnya itu. Lalu bagaimana ia mulai merangkak, memanggilnya mommy, bagaimana ia mulai berjalan untuk pertama kalinya, bagaimana ia mulai terjatuh saat belajar berjalan, bagaimana ia mengajari putri kecilnya itu menulis dan membaca. Semua kisah itu kembali terputar seperti sebuah film.
Mata Tiara berkaca-kaca hatinya pun terasa sesak. Tiara ingin tetap bersama dengan keluarganya akan tetapi dia harus tumbuh menjadi putri Alexander yang dewasa tanpa pengaruh keluarga besarnya. Maka dari itu Tiara memilih bersekolah di Boulevar. Selain sekolah itu berada di kota H, merekapun menerima murid tanpa memandang status sosial seseorang.
"Tiara sayang, kamu gak apa-apa kan kalo mommy gak anterin kamu ke bandara?" Viviane melepaskan Tiara dari dekapannya dan mengelap air mata yang membasahi kedua pipinya dengan saputangan yang di berikan oleh Nani kepala pelayan.
"Iya mommy Tiara gak apa-apa kok." Jawab Tiara tersenyum lebar.
"Oke deh sayang. Ini dompetmu. Di dalamnya udah ada uang tunai, ATM, kartu kredit dan.. dan.." Viviane berhenti sejenak. Ia masih merasa tidak tega melihat putri kecilnya harus tinggal terpisah darinya dan suaminya. Tapi bagaimanapun juga ini adalah keputusan Tiara sendiri dan sebagai orang tua, Viviane harus mendukung putrinya.
"Kalau Tiara butuh sesuatu langsung telfon mommy.." Tiara tahu apa yang ingin dikatakan oleh ibunya.
"Iya sayang. Dan kalau kamu tidak betah di sana pulang saja ke rumah okey. Mommy gak masalah kok kalau Tiara sekolah dimana saja."
"Okey mom."
Pulo berjalan menghampiri Viviane dan Tiara, membungkuk sopan lalu mengambil koper milik Tiara dan memasukannya kedalam bagasi mobil. Ia kemudian membuka pintu belakang mobil untuk Tiara.
Mata Tiara tertuju keluar dari kaca jendela mobil. Matanya tak mampu menahan air mata setelah semua kenangan bahagia dirinya bersama keluarganya di ruang keluarga belum lama ini terngiang kembali di otaknya.
Mereka makan bersama, nonton film keluarga bersama, tertawa bersama, menangis bersama saat adegan di film menunjukkan ibu yang kehilangan anaknya. Semua kebahagiaan dan kehangatan itu membuat hati Tiara teriris kesakitan.
'Apa aku bisa melewati tiga tahun kedepan tanpa keluargaku?' tanya Tiara pada dirinya.
Pulo yang melihat Tiara berderai air mata pun tak mampu berkata-kata. Dia hanya merasa kasihan pada gadis kecil itu. Membuat keputusan sendiri diusia yang masih muda untuk bersekolah di Boulevar bukanlah hal yang mudah.
Boulevar tidak pernah mengijinkan para muridnya kembali ke kampung halamannya maupun ke kotanya masing-masing sebelum menyelesaikan pendidikan selama tiga tahun.
Jika sudah membuat keputusan untuk bersekolah di Boulevar maka resiko yang adapun harus diterima apa adanya dan dengan lapang dada.
'Nona Tiara pasti merasa sedih sekali harus terpisah dari keluarganya.' pikir Pulo sembari menghela nafas panjang. Dipikir-pikir lagi bagaimana jika putra dan putri kembarnya pun memiliki keinginan untuk bersekolah di Boulevar? Apa yang akan dia lakukan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments