Tiara keluar dari kamar mandi setelah itu menuju washroom untuk membersihkan wajahnya dengan facial wash.
Tak butuh waktu lama, Amelia Amora atau disapa Lia pun keluar dari kamar mandinya.
Sama seperti halnya tempat tidur mereka yang di pasang nama masing-masing, kamar mandi mereka pun sama.
Lagi Tiara mengabaikan Lia. Meskipun begitu Lia sesekali menatap kearahnya kemudian melakukan hal yang sama dilakukan Tiara.
Lia mengeluarkan facial foam dari keranjang kecilnya dan mulai membersihkan wajahnya.
Selepasnya, keduanya keluar dari sana bersamaan.
-----
"Maksud bapak menghadapi maut apa ya?" Tanya gadis itu bingung.
"Udah duduk tenang aja disitu. Serahkan semuanya sama abang." Jawabnya sedikit songong.
'Abang abang.. Emang sejak kapan bapak kita satu?' Protes gadis berambut hitam, tebal, sebahu tersebut tak terima.
Supir bus menginjak pedal gas untuk menambah kecepatan bus. Jika sebelumnya ia mengendara dengan kecepatan maksimal 40km/jam maka kali ini kecepatan bertambah menjadi 80km/jam.
Gadis itu membuka lebar-lebar kedua matanya. Apa ini yang dimaksud olehnya 'menghadapi maut'?
Rasa takut dengan sendiri menghampirinya. Wajahnya berubah pucat dan keringat dingin mulai bermunculan.
'Sial aku masih pengen hidup. Papah, Mama, apa ini alasan kenapa tiba-tiba Tuhan membuat kalian sibuk jadi tidak bisa mengantarku? Maaf karena belum bisa menjadi anak yang baik.' Batinnya menjerit ketakutan dikala matanya tak mampu lagi untuk membuka.
Kembali ke beberapa jam sebelumnya.
Di kota E waktu menunjukan pukul 12:45, seorang gadis berusia 16 tahun dengan rambut hitam, tebal, sebahu tengah asik menikmati makan siang terakhir bersama kedua orang tuanya.
Wajahnya sangat ceria akhirnya ayah dan ibunya memiliki waktu untuk mengantarnya ke kota H di tengah-tengah kesibukan keduanya.
"Al bagaimana persiapan barang bawaan kamu?" Tanya wanita berusia 40an itu padanya setelah mengelap mulutnya dengan tisu.
"Udah aku siapkan semuanya kok mah. Hanya satu koper dan ransel saja." Jawab Alda.
"Baguslah. Tidak usah bawa banyak barang, nanti sisanya di paketkan saja." Pria dengan setelan kemeja putih lengan panjang setuju pada jawaban Alda.
Alda semakin merasa senang. Baru kali ini ayahnya mengangguk setuju padanya. Biasanya ayah jutek dan tegasnya itu memiliki pemikirannya sendiri.
"Terus uang saku kamu di ATM masih cukup? Mau mama tambahkan lagi?" Tanya wanita itu lagi.
"Transfer tambah lagi uang sakunya. Kebutuhan di SMA berbeda dengan kebutuhan waktu masih SMP." Jawab pria tersebut dengan ekspresi super jutek.
Alda menatap tidak percaya pada kedua orang tuanya. Memang benar bahwa mereka sangat sibuk jadi jarang memiliki waktu bersama tapi ia tahu setiap malam sepulang dari kantor entah itu jam berapapun dan secapek apapun, mereka selalu mendatangi kamarnya.
Menurunkan suhu AC, membenarkan selimutnya dan memberikan kecupan selamat malam.
Terkadang Alda terkejut dimalam hari dan mendapatinya. Bahkan terkadang juga Alda sengaja belajar hingga larut malam hanya untuk menunggu mereka kembali.
Saat mendengar bunyi mobil memasuki garasi, Alda pura-pura tertidur diatas meja dengan tangannya masih menggenggam pulpen.
Jika ibunya kembali lebih awal dari sang ayah maka, ibunya hanya hanya memakaikan selimut padanya. Dengan begitu ketika sang ayah kembali ayahnya yang akan memindahkannya ke tempat tidur.
Alda tahu betapa kedua orang tuanya itu menyayanginya. Dia tidak mengeluh jika mereka sibuk, dia juga tidak merasa kecewa jika mereka tidak memiliki waktu luang untuk bermain dengannya.
Yang perlu dilakukan olehnya adalah bersyukur pada Tuhan karena tidak semua orang bisa merasakan apa yang di rasakannya.
"Oke nanti mama transfer tambah uangnya. Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" Ujarnya sembari melihat jam tangan Guess yang melingkar cantik di tangannya.
DDRRTTT..
Bunyi ponsel ibu Alda berdering menunjukan nama 'Manager' yang kemudian dengan cepat diangkat olehnya.
"Ha.. hallo bu Bella.." Suara panik manager terdengar ke seluruh ruangan karena Bella menyalahkan speaker.
Alda dan ayahnya saling memandang satu sama lain. Alda yakin pasti telah terjadi sesuatu di kantor tempat ibunya bekerja.
"Iya pak Antonio, ada apa? Kenapa bapak panik seperti itu."
"Aduh bu Bella gawat.. barusan saya mendapat telfon dari team BPKP provinsi dan katanya jadwal pengauditan kota E di majukan menjadi hari ini juga."
"Baiklah. Persiapkan semuanya seperti biasa. Bagi laporan belum diselesaikan secepatnya diselesaikan dan segera antar keruangan saya." Perintah Bella tegas.
Mendengar perkataan manager tidak membuat Bella kaget. Team BPKP memang telah memiliki jadwal untuk melakukan pengawasan dan pengauditan di kantor keuangan daerah yang di pimpin olehnya, namun siapa sangka jadwal tersebut dimajukan menjadi hari ini.
Bella memandang Alda tak berdaya. Bagaimanapun juga dia sudah berjanji pada putri tunggalnya itu untuk mengantarnya ke kota H. Tapi apa boleh dikata. Pekerjaannya tak bisa ditinggal begitu saja.
Alda paham maksud Bella. Dia ingin mengatakan bahwa tidak masalah jika Bella tidak bisa mengantarkannya. Kan masih ada Tomi, ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments