"apa anda pemilik kafe ini..." tanya Aurora hati-hati
"yah...bisa di bilang begitu... sebenarnya saya tidak baik dalam bisnis seperti ini...tapi yah...demi seseorang..." jawab Melinda jujur, tentu saja dia melakukan hal ini demi bertemu dengan Aurora.
Karena hal ini tentu saja jauh dari passion nya, yang lulusan jurusan seni seperti Aurora, tapi malah membuka kafe, kalau bukan karena modalnya dari pasangan Laura dan Nicholas, Melinda akan lebih memilih membuka butik atau toko baju saja, bahkan dirinya sampai mengambil cuti dari pekerjaannya, demi Aurora, semuanya demi Aurora, sahabat yang dia rindukan 6tahun ini.
"semua memang sulit di awal...tapi kalau kita ikhlas dan bersyukur... semuanya akan baik-baik saja..." ujar Aurora bijak, membuat Melinda tersenyum.
"benar...jadi apa kamu bisa meneruskan pekerjaan ku bersih-bersih sekarang...aku mau ke toilet sebentar..." tanya Melinda menahan gelombang di dadanya.
"tentu saja..." Aurora menjawab singkat, bahkan Melinda sudah lebih dulu beranjak ke arah belakang, Aurora tidak merasa aneh, tapi hanya berpikir mungkin bos baru nya itu memang sedang kebelet.
Disisi lain, Melinda buru-buru masuk ke kamar mandi karena sudah tidak bisa menahan air matanya, hatinya sakit, walaupun Aurora baik-baik saja, tapi Aurora tidak mengenalinya, Melinda yakin jika Aurora menjalani hidup dengan banyak penderitaan, karena itu mengingat apapun.
"apa yang harus aku lakukan..." gumam Melinda kembali membasuh muka nya kesekian kalinya, karena air matanya tak bisa berhenti mengalir.
Beberapa menit kemudian Melinda keluar dan menghampiri Aurora, terlihat jika perempuan itu habis menangis, namun Aurora berniat bertanya atau bahkan ikut campur, Aurora hanya membersihkan dan menata barang-barang, dan membiarkan Melinda duduk terdiam di salah satu kursi yang sudah di bersihkan sebelumnya.
"maaf... saya sudah merapikan semuanya..." Aurora berbicara pelan, namun tetap bisa mengejutkan Melinda yang memang sedang melamun.
"ah iya...apa kau bisa memasak semua yang ada di menu ini..." tanyanya sambil menyerahkan sebuah daftar menu, Aurora mengangguk yakin. "baiklah...kau bisa coba memasaknya...biar saya cicipi..." lanjutnya memerintahkan
"tentu...apa boleh saya memakai semuanya yang ada di dapur..." tanya Aurora.
"tentu saja... silahkan...gunakan semau mu...yang penting makanan mu harus enak..." Melinda mencoba berbicara setegas mungkin seperti seorang Bos.
"baiklah...saya akan berusaha sebaik mungkin..." jawab Aurora kemudian beranjak ke arah dapur. namun beberapa menit kemudian Aurora kembali menghampiri Melinda, membuat perempuan berstatus Bos sekaligus sahabat nya itu mengernyit heran.
"silahkan...saya buatkan teh hangat..." ujar Aurora lebih dulu sebelum Melinda bertanya.
"astaga...kenapa repot-repot... terima kasih ya..." Melinda tak habis pikir, walaupun hilang ingatan, Aurora tetap seperti dulu, baik dan perhatian pada orang lain.
Beberapa hari kemudian
Aurora, Felix dan Antonio sudah berpakaian rapi untuk menyambut tamu yang mereka undang. Makanan bahkan sudah tersedia rapi di atas meja makan minimalis milik mereka.
Hingga beberapa menit kemudian, bel Apartemen mereka berbunyi, Felix bergegas membuka pintu, sedangkan Aurora bergegas ke dapur untuk melihat makanan yang dia sajikan dan meneliti apakah ada yang kurang.
“Ra... Aurora...” panggil Felix dari arah ruang tamu.
“iya sebentar” sahut Aurora, kemudian berjalan ke arah ruang tamu dan menemui penolong itu. Hingga akhirnya, matanya menangkap sosok seseorang yang pernah dia temui, Aurora ingat betul.
“eoh...” Laura berpura-pura ikut terkejut saat melihat Aurora yang sekarang sedang memperhatikannya.
“bukankah...anda yang di taman bermain saat itu...” tanya Aurora heran.
“ah benar...anda adalah orang yang saya tanyai masalah popok ya...” ucapan Laura membuat Aurora mengangguk antusias.
“Astaga...aku tidak menyangka jika orang yang menolong anak saya adalah anda... dunia benar-benar sempit ya...” Aurora berbicara dengan berbinar bahagia.
“benar...saya juga tidak menyangka jika anda adalah ibu Antonio...” Laura berbohong menjawab dengan antusias.
“kalian pernah bertemu...” tanya Felix pura-pura bingung.
“ah iya...pas waktu di taman bermain...saat kau mengantar Nio ke kamar mandi...” jelas Aurora.
“benarkah... padahal saat aku bertemu mereka...aku merasa sayang sekali karena tidak bisa mengenal kan mu pada mereka...tapi ternyata kau bertemu sendiri dengan mereka... benar-benar jalan Tuhan...” jelas Felix panjang lebar.
“iya...saya benar-benar berterima kasih kepada anda...” ujar Aurora tulus
“iya sama-sama...saya juga punya anak kecil...jadi anggap saja...saya sedang mengumpulkan kebaikan...hehe” Laura menjawab dengan terkekeh.
“benar...baik harus di balas baik...oiya Ra...kenalkan...ini namanya Laura...ini Suaminya Nicholas...dan putra mereka...namanya Leon...” sela Felix lebih dulu memperkenalkan.
“senang bertemu Anda Nyonya Laura...Tuan Nicholas... maaf rumah kami kecil dan berantakan...” balas Aurora sopan dan tulus.
“tidak-tidak...jangan terlalu formal... panggil saja saya Laura...biar lebih santai...” ujar Laura santai
“benar...kita tidak sedang dalam urusan bisnis atau pekerjaan apapun...jadi santai saja...anggap saja seperti pertemuan dengan seorang teman...” jelas Nicholas angkat bicara.
“iya... benar-benar... ayo ayo masuk dulu... kita berbincang di dalam...biar lebih santai...” ujar Felix mempersilahkan masuk.
Mereka akhirnya berbincang sebentar, kemudian melanjutkan dengan makan malam bersama. Laura begitu bahagia bertemu dengan Aurora, walaupun dia harus menahan rasanya agar Aurora tidak curiga.
"wah...masakan mu tambah enak daripada dulu..." Laura keceplosan karena terlalu senang, membuat yang lain terkejut, begitupun dengan Aurora yang langsung menatap Laura penuh selidik.
"maksudnya..." tanya Aurora aneh
"ah i-itu mungkin masakan mu seperti masakan ibunya..." sela Nicholas lebih dulu.
"iya iya itu benar... karena sudah lama aku tidak bisa makan masakan ibu ku..." sambung Laura kikuk.
"memangnya kenapa..." tanya Aurora dengan nada yang berubah polos.
"em...itu karena ibu ku sudah meninggal beberapa tahun yang lalu..." jawab Laura kali ini jujur, memang ibu nya meninggal beberapa tahun lalu, tepat sebelum dirinya menikah dengan Nicholas.
"maaf maafkan aku...aku tidak bermaksud membuat mu sedih..." ujar Aurora merasa bersalah.
"tidak... tidak apa-apa...saya sudah ikhlas...agar beliau tenang di sana..." Laura berujar begitu sendu namun dengan senyuman tulus yang terukir di bibirnya.
"benar itu...kami juga baru saja kehilangan ibu kami beberapa waktu yang lalu..." Aurora menunduk sedih, "makanya kami pindah kemari..." lanjutnya.
Felix segera mengusap punggung Aurora untuk menenangkan, Aurora terlihat begitu sedih, mungkin jika orang lain yang tidak tau, mereka akan mengira jika Aurora lah yang putri kandung Nyonya Yang, bukan Felix. karena kedekatan Aurora dan ibu Felix melebihi dengan anak kandung nya sendiri.
"sudah sudah...jangan sedih sedih begini dong..." ujar Felix lembut masih mengusap punggung Aurora, membuat perempuan yang dia cintai itu tersadar dan langsung mengusap matanya yang sudah berkaca-kaca.
"ah maaf maaf...saya jadi melantur seperti ini..." ucap Aurora memohon maaf setelah mengusap matanya.
"tidak apa-apa...santai saja..." Nicholas yang menjawab, karena Laura tertegun saat melihat kesedihan di mata dan wajah Aurora saat bercerita.
Laura juga sudah mendengar semuanya dari Nicholas, jika ternyata Aurora merasa ketakutan dengan masa lalunya sejak bertemu seseorang beberapa hari yang lalu. Laura juga bisa menebak siapa orang yang di maksud Felix.
Bahkan Nicholas berjanji akan membantu melindungi Aurora dari orang-orang yang ingin mencelakai nya, dan mencari bukti, siapa yang menyebabkan Aurora kecelakaan, hingga Amnesia seperti sekarang, sebenarnya bukan hanya untuk Laura, tapi Nicholas juga melakukan nya demi Aprilio sahabat nya.
Bersambung
Anak Genius CEO Tampan
written by Blue Dolphin
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Jeva Tarmidi
lanjut lg dong
2021-09-14
2