Bianca masuk ke dalam mobil dengan tak sabaran. Ia bahkan tak menyadari kehadiaran Alan sampai mendengar suara pria itu memanggil namanya.
“Bianca.” Bianca terperanjat. Iris cokelatnya segera menatap asal suara dan menemukan Alan tengah menatapnya bingung.
Bianca mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia tak ingin menarik perhatian Alan dan membuat pria itu sampai tahu akan apa yang tadi dilakukan Rico padanya. Ia hanya tak bisa membayangkan bagaimana nasib Rico setelahnya.
“Kau tak bekerja?” Tanya Bianca. Sengaja mencari pembahasan lain.
“Aku bosnya.” Jawab Alan santai. Wajahnya menatap Bianca dengan ekspresi angkuh yang dibuat-buat.
“Cih!” Decih Bianca.
Secara tak segaja, Bianca menatap segelas milkshake yang berada pada dashbord mobil—di dalam cup holder. Matanya berbinar. Dengan gerakan pelan, ia memajukan tubuhnya untuk berada di sebalah Jimmy—di antara kedua kursi penumpang depan.
“Untukku?” Bianca berujar senang seraya menatap Jimmy. Pria bermata biru itu mengangguk sekilas.
“Thank you, Jimmy.” Ucap Bianca lagi. Dengan cepat, ia segera meraih milkshake tersebut. Sementara Alan hanya tersenyum menatapnya.
“Alan?” Panggil Bianca. Alan segera menoleh dan mendapati Bianca sedang mengangkat gelas milkshake tersebut seraya menggoyangkannya sebentar—menawarkannya.
Alan menyeringai. Secepat kilat, ia mengecup bibir Bianca. Lalu menyapukan lidahnya pada kedua bibirnya sendiri.
“Manis.” Ucap Alan.
Bianca tak berucap apa-apa. Ia lebih memilih untuk menunduk dengan wajah tersipu malu.
“Apa ini?!” Alan secara tiba-tiba menarik tangan kiri Bianca ketika melihat pergelangan tangan wanitanya memerah. Yang juga membuat Jimmy ikut menatapnya sekilas melalui spion.
Bianca terdiam. Pura-pura tak mendengar ucapan Alan.
“Aku bertanya padamu, Mrs. Drax.” Alan kembali bersuara seraya menatap Bianca tajam. Jelas sekali telah terjadi sesuatu pada wanita itu. Terbukti dari wajah Bianca yang tiba-tiba saja memucat.
“Bianca Rosaline!” Alan berteriak marah seraya menarik dagu Bianca agar berbalik menatapnya.
“Tidak apa-apa.” Ujar Bianca pelan. Dengan cepat ia menarik tangannya yang masih dipegang oleh Alan.
Alan terdiam. Berusaha untuk menahan amarahnya. Di rumah nanti, ia akan kembali menanyai istrinya.
***
“Sofie! SOFIE!” Alan yang baru saja memasuki rumah berteriak-teriak marah memanggil nama Sofie. Dari arah dapur, wanita paruh baya itu berlari cepat sebisa yang ia mampu. Ia memang telah menghubungi Sofie ketika masih berada di jalan tadi dan menyuruh wanita itu menunggunya pulang.
“Ya, Tuan.” Jawab Sofie.
“Cepat siapkan makanan. Sekarang!” Alan berucap tegas dan penuh penekanan. Dengan sigap, Sofie mengangguk lalu kembali menuju dapur. Berusaha untuk menyiapkan makanan secepat mungkin.
Sembari sibuk memasak, Sofie kembali memikirkan sikap aneh tuannya hari ini. Selama bekerja bersama Alan, pria itu hanya meminta untuk disiapkan sarapan pagi. Setelahnya, Alan hanya menyuruhnya datang untuk berjaga-jaga jika ia sedang ingin makan di rumah. Tak masalah baginya, karena Alan telah membangunkan sebuah rumah yang cukup luas untuknya. Dan masih berada di dalam kawasan rumah pria itu—sedikit jauh dari rumah utama yang dihuni oleh Alan dan Bianca.
Alan selalu pulang larut malam. Atau tak pulang sama sekali. Pria itu lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah. Tapi, setelah kekasihnya—Bianca, tinggal bersamanya, Alan menjadi sering tinggal di rumah. Pun pulang kantor dengan cepat.
Yah. Sofie memang telah diberitahu oleh Jimmy jika Bianca adalah kekasih Alan. Dan mereka memutuskan untuk tinggal bersama di rumah tuannya itu. Walau begitu, Sofie tetap memanggil Bianca dengan sebutan nyonya. Sebab, Bianca adalah wanita pertama yang Alan izinkan untuk masuk dan tinggal di rumahnya.
Di sisi lain, Bianca masih tetap setia menutup rapat-rapat bibirnya.
“Mau ke mana kau? Duduk!” Alan berucap dengan nada dingin ketika melihat Bianca ingin melangkah menuju lantai dua.
“Aku mau mandi, Alan.”
“Lakukan setelah kau selesai makan!”
Tak ada pilihan lain. Bianca menyerah. Ia tak pernah sanggup untuk melawan pria itu. Ia yakin jika saat ini Alan tengah marah padanya karena tidak mengatakan apapun.
Bianca sontak menatap Sofie yang baru saja muncul dari arah dapur seraya mendorong sebuah troli makanan dua susun berukuran sedang. Satu senyuman ia sunggingkan ketika wanita itu menatapnya lembut penuh kehangatan.
“Terima kasih, Sofie.” Bianca berujar senang. Yang dibalas Sofie dengan senyuman.
Alan tak bersuara. Ia tengah sibuk mengisi perutnya dengan perasaan kesal. Setelah ini, ia akan kembali mencerca Bianca dengan berbagai macam pertanyaan dan melakukan apapun sampai wanita itu mau berkata jujur padanya.
***
Bianca melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan perasaan takut. Tak jauh darinya, Alan tengah duduk bersender pada kepala tempat tidur seraya membaca buku. Tubuhnya hanya di tutupi dengan celana tidur panjang berwarna navy.
“Bianca.” Panggil Alan ketika ia melihat Bianca dari sudut matanya, melangkah menuju lemari pakaian. Di kamarnya, terdapat dua lemari pakaian berukuran besar. Satu miliknya, dan satu lagi milik Bianca. Sementara lemari yang berisi jas, kemeja ataupun setelan kerjanya dan gaun Bianca berada di tempat lain.
“Ya.” Jawab Bianca.
“Apa kau masih tak ingin memberitahuku?” Alan segera menutup buku yang dibacanya lalu mengubah posisinya menjadi duduk.
“Tidak terjadi apapun padaku, Alan. Percayalah.” Bianca menghela napas berat seraya mengambil sebuah celana pendek dan baju kaos dari dalam lemari. Hari ini ia sedang malas memakai gaun tidur ataupun piyama.
Alan yang mendengar ucapan Bianca segera bangkit dari atas tempat tidur. Ia melangkah menghampiri istrinya lalu memeluknya dari belakang. Bahkan sebelum Bianca sempat memakai baju.
“Alan.” Panggil Bianca. Tahu betul apa yang ingin pria itu lakukan padanya.
“Aku tak punya cara lain.” Ucap Alan.
Tanpa menunggu lama, ia segera menjangkau bibir Bianca dari arah samping.
Bianca pasrah. Ia sudah tahu jika ini semua pasti akan terjadi. Alan bukanlah tipe pria yang gemar mendengar kalimat penolakan.
“Bianca.” Panggil Alan seraya mengecup daun telinga istrinya.
Bianca masih tetap setia menutup rapat-rapat mulutnya. Ia bukannya ingin melindungi Rico. Ia hanya tak ingin memperpanjang masalah karena hal sepele.
“Alan.” Bianca sontak menatap Alan lekat. Pria itu masih setia menyiksanya dengan cara yang tak biasa.
Alan bergeming. Ia tetap tak memedulikan panggilan Bianca. Ia merasa kesal dan juga marah karena wanita itu tak mau berkata jujur padanya. Seharusnya Bianca sadar, jika semua yang ada padanya, adalah milik Alan. Dan ia tak pernah suka jika ada orang lain yang menyentuh apalagi sampai menyakiti miliknya.
***
Menjelang pukul dua dini hari, Bianca tiba-tiba saja terbangun karena merasa haus. Di sebelahnya, Alan tertidur dengan sangat lelap. Ia menatap lekat wajah pria itu. Ketika sedang tertidur, di matanya, Alan justru terlihat seperti pria polos. Tapi setelah membuka mata dan menatap iris hitam pria itu, anggapannya tadi langsung sirna.
“Alan.” Bisik Bianca seraya mengelus pipi Alan. Setelahnya, ia segera melangkah menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Rosminah Mtp
ceritanya seru banget Thor
2021-05-27
0
Lala Lala
biasanya setiap novel ku baca..setengah aku langsung bosan.tpi ini kerennn bangetttt...gak bosan2 aku.
2020-11-28
6
👻👻👻
aduh geraaaahhhh nih... air air mana ya 🤣🤣🤣🤣
2020-11-25
2