Cathy tersenyum puas ketika melihat raut wajah Bianca. Harapannya terkabul. Wanita bodoh itu masuk ke dalam perangkapnya.
“Apa maksudmu menunjukkan ini padaku?” Bianca bertanya setelah meletakkan ponsel Cathy di atas meja dengan kasar. Wanita itu menunjukkan padanya potret Alan yang tengah tidur bersama seorang wanita cantik dengan tubuh polos. Dan Bianca yakin, itu terjadi jauh sebelum mereka menikah.
“Wanita itu—Stella, adalah temanku. Wanita secantik dia pun juga dicampakkan begitu saja olehnya. Apalagi wanita miskin sepertimu.”
Bianca merasa jika ia tak mampu lagi menahan amarahnya saat ini. Yang bisa ia lakukan hanyalah menghela napas kasar beberapa kali sebelum menatap Cathy tajam.
“Dan kau pikir aku akan meninggalkannya?” Bianca berucap seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Kepalanya mendongak dengan angkuh.
“Jauh lebih baik sebelum dia yang mencampakkanmu lebih dulu.”
“Sayangnya, aku tak berniat untuk meninggalkannya.” Cathy menatap Bianca tak percaya setelah mendengar ucapan kekasih Alan itu. Padahal ia merasa sangat yakin jika setelah ini, Bianca akan menghilang dari kehidupan Alan.
“Bodoh! Kau pikir apa yang bisa diharapkan darimu? Seharusnya kau sadar jika keberadaanmu di sisinya hanya akan membuatnya malu. Kau bisa mencari pria yang jauh lebih kaya di luar sana darinya.” Ujar Cathy dengan nada kesal. Matanya kini telah berkilat marah.
“Tapi bagaimana jika Alan sendiri yang tak ingin meninggalkanku?”
“APA?!” Cathy berteriak tak terima seraya menatap Bianca penuh kebencian. Napasnya memburu dan terlihat jelas jika saat ini ia ingin melayangkan satu tamparan pada pipi Bianca.
“Nona, sebaiknya kita segera pul—”
“Jimmy, tutup mulutmu!” Pekik Cathy tak suka. Sementara Jimmy hanya menatapnya tanpa ekspresi. Jika saja Cathy bukan seorang wanita, Jimmy pasti sudah melayangkan satu pukulan pada wajahnya.
Mendadak, Bianca melangkah untuk menghampiri Cathy dan berdiri tepat di hadapan wanita itu.
“Hubunganku dan Alan tak ada sama sekali sangkut pautnya denganmu. Jadi kuharap, mulai detik ini, kau tak lagi menggangguku.” Setelah berucap, Bianca segera melangkah pergi diikuti dengan Jimmy. Tak ia hiraukan teriakan ataupun umpatan kekesalan Cathy padanya. Saat ini, yang Bianca inginkan hanyalah segera pulang ke rumah sebelum amarahnya tak bisa lagi ia tahan.
***
Jimmy yang baru saja hendak turun dari dalam mobil dan berniat untuk mengantar Bianca sampai masuk ke dalam rumah, segera menghentikan gerakannya ketika wanita itu melarangnya.
“Jimmy, jangan katakan apapun pada Alan.” Bianca berucap tegas seraya menatap Jimmy lekat.
“Tapi—”
“Atau aku tak akan lagi mengajakmu berbicara.” Jimmy terdiam di tempatnya ketika mendengar ucapan Bianca. Apalagi raut wajah istri tuannya itu menunjukkan keseriusan yang begitu besar. Jimmy bimbang. Disatu sisi, ia telah berjanji pada Alan tapi di sisi lain, ia juga tak ingin jika Bianca memperlakukannya bak orang asing.
“Baik, Nona.” Ucap Jimmy pada akhirnya.
“Terima kasih, Jimmy. Sekarang kau boleh pulang.” Setelah mobil yang Jimmy kemudikan melaju menjauhinya, Bianca segera berlari masuk ke dalam rumah.
“Brengsek!” Bianca berteriak marah seraya melempar tasnya dengan kasar.
Apalagi wanita miskin sepertimu?
“Menyebalkan!” Bianca kembali berteriak kesal ketika kembali mengingat ucapan Cathy tadi padanya.
“Miskin atau tidaknya diriku, tak ada urusannya denganmu.” Seru Bianca tak suka.
Keberadaanmu di sisinya hanya akan membuatnya malu!
“Sialan! Aku bersumpah jika akan membalasmu!” Bianca berucap dengan penuh kebencian seraya melangkah menuju lantai dua. Suatu saat nanti, ia akan membalas wanita licik itu.
***
Alan yang baru tiba ketika jarum pendek pada jam di dinding telah menunjukkan angka dua belas, tersentak kaget saat baru saja masuk ke dalam kamar dan mendapati Bianca yang belum terlelap. Wanita itu sedang mengerjakan sesuatu.
“Bianca.” Panggil Alan. Sementara Bianca tetap fokus pada buku pelajarannya karena sedang mengerjakan tugas. Walaupun awalnya ia sedikit kaget karena tak menyadari kedatangan pria itu.
Alan mendekat untuk mengampiri Bianca. Lalu medaratkan satu kecupan pada surai hitam istrinya.
Bianca bergeming. Saat ini, ia sedang malas untuk berbicara apalagi menatap Alan. Suasana hatinya masih jauh dari kata baik.
“Kau mengabaikanku?” Alan bertanya seraya melepaskan pakaian kerjanya. Matanya masih menatap Bianca lekat yang saat ini tengah memunggunginya.
“Aku sedang sibuk.” Jawab Bianca singkat.
Alan tersenyum, setelah melepaskan seluruh pakaiannya, ia berjalan menuju kamar mandi guna membersihkan dirinya. Dan tak lama kemudian, ia keluar dengan rambut yang masih sedikit basah.
“Mrs. Drax, kau tak ingin menyambut suamimu?”
Tak ada jawaban. Sehingga Alan yang telah berbaring di atas tempat tidur segera bangun lalu berjalan untuk menghampiri istrinya yang tengah duduk di dekat jendela.
“Bianca Rosaline.” Panggil Alan sekali lagi seraya menyentuh pipi Bianca. Yang sayangnya ditepis secara kasar oleh wanita itu. Apalagi ketika kembali membayangkan potret Alan yang tengah bersama wanita lain. Dengan tubuh polos.
“Tsk!” Decak Bianca tak suka.
“Hei.” Alan sontak menarik tubuh Bianca agar berbalik menatapnya. Dan langsung disuguhkan dengan wajah memberengut istrinya.
“Ada apa?” Tanya Alan lembut seraya mengecup sudut bibir Bianca sekilas. Merasa aneh ketika Bianca bersikap dingin padanya tanpa alasan yang jelas.
“Tak ada-apa.” Jawab Bianca tanpa minat.
“Tapi aku tak percaya.” Seru Alan cepat.
Dengan kesal, Bianca segera menutup buku pelajarannya lalu mengalungkan kedua lengannya pada Alan. Ia mendaratkan satu kecupan di bibir Alan. Dan setelahnya, ia menelusuri leher pria itu seraya menghirup wangi tubuhnya. Alan tersenyum. Tak biasanya Bianca yang berinisiatif lebih dulu.
Alan segera menggendong tubuh Bianca menuju tempat tidur dengan wanita itu yang masih bermain-main pada lehernya. Satu gigitan kuat yang Bianca berikan membuat Alan meringis sakit.
Bianca menatap penuh kepuasan bekas gigitannya pada leher Alan yang tercetak begitu jelas. Sungguh, ia sudah tak sabar untuk menunjukkannya pada Cathy. Ia akan membalas wanita itu. Dengan cara apapun.
“Aku tak tahu jika kau sebegitu merindukanku.” Goda Alan seraya memeluk Bianca. Saat ini, wanita itu tengah berada di atas pangkuannya—dengan tubuh yang bersender pada kepala tempat tidur.
Bianca tertawa kecil setelah mendengar perkataan Alan. Ia akui, ia merasa sedikit—sedikit merindukan pria itu.
“Alan.” Panggil Bianca lirih.
Bianca mengangguk pelan ketika Alan menatapnya seolah meminta izin. Mendadak, Bianca merasakan ada jutaan kupu-kupu yang tengah menari di dalam perutnya. Kekesalannya berganti dengan perasaan bahagia. Apalagi ketika Alan memperlakukannya dengan begitu manis.
Alan menyeringai kecil, secepat kilat, ia memposisikan dirinya di sebelah Bianca.
“Alan, apa yang kau—”
Alan segera memotong ucapan Bianca dengan cara mencium wanita itu. Ia tak pernah merasa bosan untuk menyentuh Bianca. Pun menatap wajah wanita itu. Baginya, Bianca berbeda dari semua wanita yang pernah ditemuinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Rosminah Mtp
bikin anak ya harus tiap hari biyar cepat jadi 🤣🤣
2021-05-27
0
Sholikhah bunda rachel
tiap hari mah bikin sehat , enak loo, pegal pegal tambah sembuh😂😂😂😂
2021-04-27
1
ibu bar2
perasaan tiap hari mantap mantap, pa gk sakit tu bawahnya
2021-03-18
0