Chapter 17

Akhir-akhir ini Faris sering overthingking dan tiba-tiba saja memiliki firasat buruk tanpa ia ketahui apa penyebabnya. Ia tak ambil pusing, ia berpikir ini hanya karena kekhawatiran masalah lamarannya.

Flashback off

"Ini penyebab mama ga mau banyak nangis, dan mama harap kamu jangan terus tangisin ya. Faris ga mau kamu nangis terus kaya gini, kelak kalo mama dipanggil juga dan ketemu Faris, mama harus jawab apa?" tanya Mama Faris dengan suara terbata-bata karena mulai menangis lagi.

Diva kebingungan, ia mengusap lembut tangan Mama Faris. "Ma, mama jangan ngomong kayak gitu. Mama insyaallah berumur panjang, mama harus kuat dan kita harus bisa bikin Faris senyum disana."

Mama Faris memeluk Diva karena tak kuat lagi dengan kesedihan ini, "Maafin semua kesalahan Faris ya Div, mama minta maaf kalo anak mama pernah nyakitin kamu." Mama Faris mengusap punggung Diva dengan lembut.

Diva menggeleng, "Ngga kok ma, mama jangan khawatir, anak mama selama ini selalu bikin Diva seneng terus."

Selesai mengobrol, mereka berdua kembali keluar dan menemui yang lain. Mama Faris dan Diva sudah mulai bisa mengontrol emosi mereka, akhirnya pemakaman Faris akan segera dilaksanakan. Semua bersiap didepan rumah dengan pakaian hitam dan mata merah karena sedih ataupun menahan tangis.

Raina berdiri disebelah Diva dan menggenggam tangannya dengan erat, "Yang kuat ya, Bismillah kamu bisa. Kamu kuat jalan? Mau bawa motor aja?" tanya Raina.

Diva menggeleng dan mengusap sekali lagi air matanya yang hendak mengalir, "Engga papa aku bisa Na. Bismillah kuat sampe makam."

Semua mulai berjalan dengan pelan dan pergi menuju makam. Sepanjang jalan Diva hanya bisa menunduk dan sesekali melihat kearah depan, bohong apabila ia bilang sudah ikhlas.

...***...

Di makam, semua mulai mempersiapkan pemakaman Almarhum Faris, begitu mulai diadzani, Mama Faris kembali pingsan dan membuat beberapa orang panik. Ayah Faris hanya bisa mengusap matanya bolak-balik karena buliran bening itu tak berhenti mengalir dari sudut matanya.

Diva memeluk Raina erat karena tak siap melihat hal ini, Raina sigap dan langsung memeluk balik sembari mengusap-usap kepala belakang serta punggung Diva sambil menenangkannya agar tak menangis kembali.

Acara pemakaman berjalan lancar, orang-orang pergi satu persatu dan tersisakan Diva serta yang lain. Diva duduk dengan tatapan kosong memandang nisan Almarhum Faris, ia mengelus-elus nisannya pelan.

"Div, ga mau balik?" tanya Raina dengan nada lembut

Diva hanya diam tanpa memberikan respon, Mama Diva pun berbisik pada Raina. "Na, tante tunggu didepan sana ya sekalian ngasih tau. Ayahnya Diva biar ambil mobil, nanti Diva diajak kesana ya."

"Iya tante."

Mama Diva pergi, namun Diva masih terdiam tak berkutik ditempat yang sama. Naya memberikan pelukan hangat dari samping Diva, "Keep strong baby, i know you can do it!"

Tak lama kemudian Diva berdiri, dengan wajah pucat ia menatap Raina. "Ayo aku mau balik, Faris biar istirahat."

Tanpa sepatah kata lagi Diva langsung pergi begitu saja tanpa menengok. Yang lain pun mengikuti langkah Diva dan Diva pun masuk kedalam mobil ayahnya lalu kembali ke rumah sakit.

Raina hendak menyusul Diva namun langkahnya terhenti saat tangannya dipegang oleh Surya, Raina menoleh dan melihat wajah suaminya. Surya menatap Raina serius sambil menggeleng.

"Jangan diganggu dulu, kasih dia waktu buat nerima semuanya baru kita hibur dia," ucap Surya.

"Tapi kasian Diva kalo sendiri, itu pasti berat banget buat dia," celetuk Naya.

"Biarin aja dia sendiri by, obat paling ampuh buat kepergian seseorang itu waktu dan keikhlasan. Biarin dia nemuin titik ikhlas bersama waktu," jawab Arkan.

Dika tampak menahan air matanya sedari tadi, "Sumpah demi apapun gua masih kaget sama ini semua, gua masih ga nyangka. Rasanya kayak ga nyata tau, berat banget rasanya. Gimana beratnya buat Diva ya."

"Semua punya batas toleransi sendiri atas segala hal, Tuhan uji Diva dengan cara ini berarti Tuhan tau dia kuat dan bisa jalanin ini semua," jawab Surya meyakinkan.

"Mas aku mau pulang," ajak Raina pada Surya.

"Yaudah tunggu sebentar ku ambil mobil dulu ya sayang," jawab Surya.

Surya mengambil mobil dan pulang bersama Raina, begitupun yang lain pulang satu persatu. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata tajam yang melihat pergerakan mereka dari awal hingga akhir.

...***...

Dimobil, Raina hanya diam dan menatap jalanan dengan tatapan kosong. Surya yang menyadari itupun langsung menggenggam tangan istrinya dengan telapak tangannya yang hangat.

"Udah ya sayang, bayi aku mau makan apa? Bilang coba, ayo kita beli," pancing Surya agar Raina mau berbicara.

Raina tak menjawab dan hanya menggeleng, "Mau apa? Seblak? Batagor? Nasi padang? Bakso? Mi ayam? Sate? Nasi goreng? Atau mau apa sayangku?"

Raina tak merespon, ia menurunkan kursi sandarannya dan memunggungi Surya lalu memejamkan mata. Surya menghela nafas dan bersabar menghadapi situasi ini, ia hanya bisa berdoa semoga Raina cepat ikhlas.

...***...

Sesampainya didepan rumah, Surya hendak memanggil Raina namun tampaknya istrinya sedang tidur, ia tak tega dan keluar dari mobil. Surya membuka pintu mobil dari sisi Raina dan mengangkat badan Raina pelan-pelan agar bidadarinya itu tak terbangun.

Surya langsung pergi keatas dan menidurkan kekasihnya tersayang itu, sedangkan ia bergadang melanjutkan tugas yang diberikan oleh dosennya. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 02.30 pagi.

Terdengar suara tangisan ditelinga Surya ia langsung berlari melihat keadaan Raina, benar saja istrinya itu sedang menangis karena mimpi buruk. Surya langsung memeluk Raina dengan penuh kelembutan dan menenangkannya.

"Shhh shhh shhh sayangku kenapa? Mimpi buruk ya baby?" tanya Surya dengan lembut.

"Mas, Faris hiks... Gamau, gaboleh Faris hiks."

"Shuttt udah-udah gapapa, ada aku disini. Sayangnya mau apa? Mau makan ga? Dari sore belum makan loh," tanya Surya

Raina hanya memeluk Surya dengan erat dan menggeleng, "Gaa, lagi ga laper, gamau makan."

Kruyukkk....

Sial! Perut Raina benar-benar tidak bisa diajak kompromi. Hilang sudah kegengsiannya didepan suami tersayangnya ini.

"Hahahaha, perutnya gabisa boong ya bayi. Ayangnya mau apa? Mau aku bikinin apa mau beli keluar?" tanya Surya.

Raina mendongak dan menatap mata Surya dengan ekspresi memelas, "Mau bakso by."

Surya berpikir, "Mau ikut beli apa tunggu disini? Tapi emang ada jam segini yang jualan bakso?"

"Harus ada!"

"Yaudah ayok siap-siap sana cuci muka, kita muter-muter kota. Pokoknya harus nemu ya baksonya! Kalo ga nemu nanti kita demo penjual baksonya, kenapa ga buka padahal bayiku lagi mau bakso!" ucap Surya dengan semangat.

"Tapi by...."

"Tapi apa sayangku?"

"Maunya bakso Malang."

"Oke sip aja, mau bakso Malang, bakso Jogja, bakso Bandung, kalo emang istriku mau harus beli!"

"Tapi maunya beli ke Malang by, langsung ke Malang."

Surya diam melongo, "Hah? Malang? Tapi kan jauh sayang, nanti kamu kecapean manis. Kita beli yang disini aja ya tapi Bakso Malang."

Raina melepas pelukannya lalu tidur kembali dengan wajah cemberut, "Yaudah aku mau tidur aja."

.

.

.

.

.

Tbc

Terpopuler

Comments

Suzieqaisara Nazarudin

Suzieqaisara Nazarudin

Jangan yang aneh aneh Na tengah tengah malam kek gitu??kasian dong Surya nya gak istirehat dari pagi...

Btw siapa ya yg menatap tajam ke arah mereka saat pulang dari pemakaman? Apa itu Andra ya?🤔🤔🤔

2022-06-17

0

Tanjiro`s WIFE<3

Tanjiro`s WIFE<3

CRAZY UP DONG

2022-04-02

1

Tri Ani Suniantara

Tri Ani Suniantara

hem ksian diva huhh babang faris meninggal aku jdi sdih diva Psti sma angga jadinya

2022-04-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!