Dapat dipastikan saat ini Ayah Faris sedang risau, bisa terbaca dari suaranya yang sedikit bergetar. Arkan menyandarkan Mama Faris pada suaminya.
"Om yang sabar ya, om harus kuat. Faris udah ga ada om," jawab Arkan.
Kaki Ayah Faris seketika membeku, matanya membulat sempurna, lidahnya terasa kaku serta kelu sehingga tak bisa mengeluarkan sepatah katapun.
"Om, kami tau ini berat buat om dan tante, tapi om dan tante harus sabar ya, yang tabah, yang kuat. Tuhan lebih sayang sama Faris," ujar Surya menenangkan.
Ayah Faris berusaha terlihat tetap tenang, matanya begitu merah menahan tangisannya. Ia memeluk istrinya erat dan bertanya dengan suara yang serak serta berat karena menahan tangisannya, "Istri saya tadi kenapa ini?" tanyanya.
"Tante tadi pingsan om, ga kuat denger kabar ini," celetuk Naya memberitahu.
Dika langsung duduk di kursi dan wajahnya terlihat gusar. Ia mengacak-acak rambutnya dan mulai menangis, Arkan datang dan memeluk sahabatnya yang sudah seperti saudaranya sendiri itu.
"Heh Dik, yang kuat ayo. Yang tabah, Faris pasti juga ga mau kita nangis-nangis kayak gini," Arkan menepuk-nepuk punggung Dika untuk menenangkan.
"Hiks, Faris Kan... Faris, sahabat gua Astagfirullah. Kenapa secepet ini sih anj*ng! Sumpah gua pengen marah, dia Sabahat gua Kan. Ga bisa gua ga bisa, pokoknya Faris masih disini, dia nggak bener-bener pergi!" nada bicara Dika meninggi karena ia sedikit marah dengan keadaannya.
Dika benar-benar masih belum bisa menerima kepergian sahabat terdekatnya itu. Memori demi memori mulai terputar kembali diingatan Dika. Ia teringat Faris yang konyol, Faris yang sedih, Faris yang selalu tertawa dan membuat orang lain tertawa, juga Faris yang selalu baik padanya bagaikan saudara kandungnya sendiri.
Arkan melepaskan rangkulannya dan memegang erat kedua pundak temannya itu lalu membuat Dika duduk tegak. "Dik, sadar Dik! Ini udah jalannya, ini garis Tuhan. Lu mau marah ke apaan? Ga bakalan berubah Dika! Mending lu sekarang doain Faris biar dapet yang terbaik buat dia!" bentak Arkan karena Dika masih terus menyalahkan keadaan.
"Sumpah Kan gua ga siap!"
"Kita semua disini juga ga ada yang siap! Disini kita cuma bisa jalani bareng-bareng, bukan ngeluh dan marah ke Tuhan!"
Naya menepuk-nepuk pundak Arkan agar Arkan lebih bersabar lagi dalam menghadapi Dika. Lorong itu penuh dengan suara tangisan malam itu. Semuanya lemas dan tidak tau harus apa
...***...
Setelah situasi sedikit lebih tenang, rumah sakit sudah menyiapkan ambulance untuk mengantarkan jenazah Faris kerumah.
Sesampainya dirumah, mama Faris sempat sadar lalu kembali pingsan setelah melihat jenazah Faris sudah terbaring kaku tertutupi kain. Didalam hati, Ayah Faris benar-benar menyalahkan dirinya sendiri, ia baru merasa kalau dirinya terlalu keterlaluan kepada anak semata wayangnya itu.
Bendera kuning sudah terpasang, orang-orang mulai datang berkumpul bersama membaca doa-doa. Ucapan duka cita diterima oleh keluarga Faris dari banyak orang. Rumah yang biasanya tampak megah nan mewah itu kini terlihat sedikit suram dan penuh isak tangis.
Para tetangga Faris benar-benar tak menyangka, pasalnya dilingkungan masyarakat, Faris dikenal sebagai sosok baik hati, ramah dan suka menolong sehingga banyak yang menyukainya.
"Permisi pak, ini nanti mau dimakamkan jam berapa ya?" tanya seorang bapak-bapak yang datang menghampiri Ayah Faris.
Ayah Faris terdiam sejenak untuk berfikir, "Kalau malam ini bagaimana pak?" tanyanya.
Bapak itu mengangguk mengiyakan permintaan Ayah Faris, namun tiba-tiba Mama Faris datang dan ikut menyela. "Ga! Besok pagi aja, masih ada orang yang pastinya ditunggu Almarhum Faris untuk datang. Dan orang ini pasti datang, kita tunggu dia baru dimakamkan," tegas Mama Faris.
Ayah Faris hanya mengiyakan permintaan istrinya karena ia malu untuk mengambil keputusan sendiri, Ayah Faris berpikir perilakunya selama ini pada Faris benar-benar bukan perilaku seorang ayah.
Ada Dika, Arkan dan Raina yang tengah menangis tanpa henti karena belum bisa merelakan kepergian Faris. "Sayang hiks, kenapa cepet banget Ya Allah! Aku kesel yang beneran!" ujar Raina sambil memeluk suaminya.
Surya mengusap-usap rambut istrinya, "Shuuttt udah ya, ini semua udah jalan dari Tuhan. Kita jalani aja ya jangan banyak protes, nanti kalo mau ngadu waktu sholat ya. Ngadu sebanyak-banyaknya boleh ke Allah, nanti aku imamin kok."
Hati Raina tersentuh mendengar perkataan Surya. Pilihan mamanya benar-benar tepat, disaat ia kehilangan arah, ada suaminya yang siap menjadi imam dan menunjukkan arah.
...***...
Raina mengirimkan pesan pada Diva. Malam semakin larut, Arkan, Dika, Naya, Raina dan Surya pun pergi pamit. Mereka akan kembali lagi dipagi hari.
...***...
Matahari telah naik, cahayanya melewati jendela bening dan membuat wajah pucat Diva langsung tersorot oleh cahaya matahari. Cahaya yang begitu terang itu mengganggu Diva hingga akhirnya ia bangun.
"Hmm?"
Diva melihat tangan kanannya yang telah terpasang selang infus, bajunya pun juga sudah baju pasien. Ia kebingungan dan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, ia berharap bahwa kecelakaan Faris hanyalah sebagai dari mimpinya tadi. Tanpa ia sadari sebenarnya mimpi buruk ini nyata.
"Mamah, laper..." keluh Diva
Mama Diva langsung terbangun dari tidurnya dan langsung mengambil jatah makan Diva lalu menyuapinya perlahan-lahan dengan halus agar Diva tak tersedak.
"Aku tidur lama banget ya ma?"
"Iyalah! Sampe lupa makan sampe sakit, awas ya kamu kayak gini lagi!"
"Hehe iya-iya ma tenang aja. Mama hpku mana?" tanya Diva dengan mulut penuh.
"Hais, kamu ini belum sembuh udah hp terus!" kesal Mama Diva, "Mama Diva pun memberikan ponselnya. Ia langsung membuka chat dari teman-teman, chat dari Raina adalah yang paling menarik pandangannya.
Jantung Diva langsung berdetak kencang karena berita yang ia dapat dari Raina. Ia masih tidak mempercayainya juga menolak untuk mempercayainya.
Diva melanjutkan makannya sampai habis, ia berusaha mengelabui mamanya untuk pergi. "Mah, beliin teh kotak sama roti coklat di kantin dong hehe," celetuk Diva.
"Ish kamu ini aneh-aneh aja!"
"Hehe sayang sama mama."
Rencananya berhasil, ia mengambil uang dari dompet mamanya. Meraih infusnya dan melepasnya dari tiangnya. Ia sudah memesan taksi online. Begitu mamanya pergi, Diva langsung keluar dengan diam-diam dan pergi ke rumah Faris.
Ditengah perjalanan hatinya tak henti-henti berdoa dan berharap agar semua ini tidak nyata. Dengan kaki tanpa alas kaki, ia berjalan masuk menuju halaman rumah Faris.
Kaki Diva mulai bergetar ketika melihat bendera kuning terpampang didepan rumah kekasihnya itu. "F-Faris? Sayang, kamu masih disini kan sama aku?" tanya Diva dengan suara bergetar dan mata memerah.
.
.
.
.
.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Ayuna
sedih yah thor dibuat meninggoy..padahal dia paling kocak sama HP androidnya😁😁😁😥😥😥😥
2022-03-14
0
Andras 28
makin g kuat bacanya,kenapa si faris harus meninggal padahalkan dia blm merasakan kebahagiaannya😭😭😭😭kembalikan s faris torrrrr jangan kau ambil😭😭😭
2022-01-25
0
Sry Irmawatii Imogen
kasih bangun faris thor kasian divaaa😭😭
2021-12-19
0