Hadiah Dari Tuhan

Hadiah Dari Tuhan

Bab 1

Bel berdering begitu kencang membuat jantung semakin terpacu, aku terus berlari, gerbang terlihat hampir ditutup, dengan kekuatan penuh aku terus berlari mengerahkan seluruh tenaga agar segera bisa melewatinya. Aku agak sedikit lega meskipun terlambat dua menit, pak Soleh sang penjaga masih bersedia menunggu.

"Cepat masuk, sebelum guru kamu harus sudah ada dikelas.”

“Baik pak, terima kasih.”

Pak soleh langsung menutup pintu gerbang sekolah, aku bergegas menuju kelas, suara teman-teman terdengar sampai keluar kelas, berarti bu Lani guru yang mengajar di jam pertama belum masuk. Saat ingin melangkah kedalam, seorang teman menahan ku di pintu, ia memberikan sepucuk amplop berwarna ungu muda

“Kiah ini  dari Jeri.”

“Untuk Rona ya?”

“Coba baca dulu, aku juga tidak tahu persis, bisa jadi untuk Rona, tapi dia memintaku memberikannya pada mu.”

Surat tersebut kuambil lalu kumasukkan kedalam tas. Aku langsung masuk menuju tempat duduk, Rona tidak ada dikelas, tasnya juga belum ada di laci meja, apa mungkin dia tidak hadir hari ini?

“An, Rona nggak masuk ya?” ku coba menanyakan keberadaan Rona pada Ana teman yang duduk di meja sebelah.

“Mungkin iya, karena dari tadi belum terlihat, tas nya ada nggak?”

“Nggak ada, tapi biasanya kalau dia tidak masuk, ayahnya selalu mengantarkan surat ijin.”

“Jangan-jangan datangnya terlambat juga”

“Kalau terlambat berarti tidak bisa masuk lagi, Kiah hampir saja tadi nggak bisa masuk, untung Pak Soleh masih mengijinkan.”

Rona adalah sahabat dekatku, sejak kelas satu SMA kami duduk berdekatan, di kelas dua ini pun kami tetap memilih untuk bersama, karena keakraban kami, teman-teman mengira kami memiliki hubungan saudara. Kami selalu berbagi cerita, suka dan duka bersama. Belakangan ia sering tidak masuk karena sakit, maag nya sering kambuh, di sekolah ia pernah mengeluhkan pusing dan rasa mual yang agak berlebihan.

“Ki PR matematika sudah” Tanya Ana.

“Sudah”

“Lihat ya”

“Kenapa, belum buat?”

“Sudah juga sih, hanya mencocokkan saja, siapa tahu ada yang beda.”

Aku mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas, buku PR matematika kuberikan pada Ana. Saat mengeluarkan buku tak sengaja surat titipan Jeri terjatuh tepat dibawah meja, aku langsung mengambil surat tersebut dan

meletakkannya didalam laci. Semua kulakukan dalam sekejap saja, tapi Ana sepertinya melihat kejadian tersebut.

“Dapat surat cinta” Ledek Ana.

“Siapa An, dapat surat cinta?” Tanya Tari teman sebangku Ana. Ana tidak menjawab, ia hanya tersenyum matanya melirik padaku, tentu Tari mengerti dengan sikapnya seperti itu.

“Ini titipan seseorang, bukan untuk Kiah” jawabku membela diri.

“Ih, nggak ngaku lagi, apa perlu kami ikut baca.” Ucap Ana.

“Sudah nanti bu Lani masuk, cepat lihat PRnya” ucapku ingin mengalihkan perhatiannya. Mendengar nama bu Lani, Ana buru-buru membuka buku PR matematikanya, lalu membandingkan dengan buku PR ku.

“Kiah, nomor tiga kita beda” ucap Ana. Aku beranjak dan berdiri mendekat meja Ana, kulihat jawaban kami memang berbeda.

“Iya Ana, rumus kita juga beda”

“Coba lihat punya Tari” Tari memberikan buku PRnya.

“Ini beda lagi” ucap Ana.Kami bertiga melihat PR tersebut, ternyata jawaban kami memang berbeda semua.

“Siapa yang salah, siapa yang benar ini?” Kami bertiga jadi bingung.

“Pakar matematika biasanya Kiah, apa kita ikut jawaban Kiah aja”

“Nggak dulu malas, pokoknya yang penting ada jawabannya” ucapTari.

“Dasar Tari, mestinya bukan asal jawab, tapi harus benar juga.”

“Sudahlah Ana, jawaban Ana nggak usah diganti, takut nggak sempat, Belum tentu juga jawaban Kiah benar semua.”

“Iya juga, siapa tahu justru jawaban Ana yang benar semua!”

Ana mengembalikan buku PR ku, ia tidak jadi mengganti jawaban dibuku PR nya. Kulihat di meja belakang, beberapa teman laki-laki sedang sibuk menyalin PR, kalau ketahuan bu Lani, mereka semua pasti akan kena sanksi. Ku letakkan buku PR di laci meja, tanganku menyentuh surat yang sebelumnya ku letakkan di sana, rasa penasaran membuatku ingin mengetahui isi surat tersebut.

Kubuka amplop surat tersebut, wangi harum menyeruak, lalu kuambil isinya berupa selembar kertas berwarna ungu mudah, senada yang dengan amplopnya. Surat tersebut kumasukkan kedalam buku pelajaran Matematika, agar yang lain tidak melihat apa yang sedang ku baca.

Sekilas terlihat ada tanda tangan paling bawah surat bertuliskan nama “Jeri Prakoso” mungkin ini memang untuk Rona, karena setahuku Jeri adalah pacar Rona, kedekatan mereka hampir satu tahunan ini. Aku ingat pesan teman yang menitipkan, bahwa surat ini untukku, berarti tak salah bila ku baca, tanggal yang tertulis menunjukkan surat ini sudah dibuat lima hari yang lalu.

Bu Lani masih belum masuk ke kelas, ini kesempatan emas bagiku untuk membacanya secara utuh.

Palembang, 11 Desember 1995

Menjumpai Zakiah

Malam begitu gelapnya, tapi mataku

tidak bisa tertidur lelap, bayangan wajah manis mu selalu hadir di pelupuk mata.

Hari-hariku terusik, candu mu membuatku benar-benar dimabuk asmara.

Kia ku ingin mengatakan langsung padamu, tapi aku yakin engkau akan menolak rasaku ini dengan alasan persahabatan, jujur aku ungkapkan padamu, aku hanya menganggapnya teman biasa saja, aku hanya berharap lebih padamu seorang. Aku merasa sakit yang begitu hebat bila tidak bisa memilikimu, hanya dirimu yang mampu menyembuhkannya, aku ingin engkau menjadi milikku selamanya.

Kia tolong mengerti perasaan ku ini, terimalah aku menjadi kekasihmu, siapapun tidak ada yang bisa menghalangi.

Kia surat ini tidak perlu dibalas, aku takut engkau merasa lelah berpikir dan menulis surat untukku, aku tidak menginginkan itu, cukup engkau anggukan kepalamu di hadapanku, itu saja sudah cukup bagiku, sebagai pertanda rasa cinta ini menemukan jalannya.

Jeri Prakoso.

 

 

Ternyata surat tersebut memang ditujukan untukku, permainan kata-kata yang ia tuliskan bisa membuat orang yang membacanya terhanyut sekaligus merasa takut, sepertinya ia sangat terobsesi dengan perasaannya sendiri. Aku sama sekali tidak bersimpati, hatiku begitu marah dan kesal, hadirnya surat ini menunjukkan kalau ia telah menghianati hubungannya Rona sahabatku.

"Assalamualaikum," ucapan salam dari bu Lani guru matematika membuatku kaget, seperti biasa kami menjawab serentak salam bu Lani tersebut, Bu Lani masuk dan duduk dikursi, ia membuka buku absen dan mulai mengabsen kami satu persatu. Surat dari Jeri tersebut langsung ku simpan kembali di dalam tas.

"tok, tok, tok" pintu di ketuk tiga kali lalu seseorang membukanya, ternyata Jeri.

"Masuk" ucap bu Lani, Jeri langsung masuk dengan terburu-buru tangan kanannya lecet dan mengeluarkan sedikit darah.

“kenapa tangannya Jer? ” Bu Lani menanyakan perihal luka tersebut.

“Terkena cakaran kucing peliharaan tetangga Bu”Jeri terlihat gugup saat menjawab.

“Obati dulu sekarang, takut bahaya, minta sama Pak Burhan di ruang UKS, tapi setelah itu langsung kembali lagi ke kelas.” Ucap Bu Lani, Bu Lani ternyata peduli juga dengan anak muridnya, padahal saat sedang mengajar, ia adalah guru yang paling ditakuti. Jeri keluar menuju ruang UKS.

Pelajaran dimulai, kami diminta mengumpulkan buku PR, setelah buku-buku tersebut dikumpul, pembahasan PR dilakukan bersama-sama. Bu Lani meminta tiga orang menjawab PR tersebut dipapan tulis, kali ini aku tidak mendapat bagian untuk menjawab. Sepuluh menit kemudian, pintu diketuk dan dibuka lagi, Jeri muncul. Ia menunjukkan lukanya yang sudah diolesi obat merah pada Bu Lani. Bu Lani mengijinkannya duduk di bangkunya.

Jeri langsung menuju ketempat duduknya, ia duduk di samping tepat tiga meja dari tempat dudukku. Entah mengapa aku begitu penasaran ingin memandang kearahnya, untung saja ketika kulihat ia sedang tidak menyadarinya, ia nampak sedang sangat gelisah, wajahnya terlihat sedikit pucat.

Aku kembali memperhatikan bu Lani yang sedang menjelaskan jawaban PR yang sudah ditulis dipapan tulis.

“Coba nomor tiga, ini belum ada yang tepat! ada yang mau coba lagi?” tidak ada jawaban, banyak teman memang merasa kesulitan menjawab soal nomor tiga.

“Kiah, ini ada yang sama tidak jawabannya”

“Lain Bu”

“Ambil bukunya, tulis didepan”

Aku segera menuliskan jawaban PR nomor tiga di papan tulis, jalannya yang panjang, membuat aku harus menghapus sebagian jawaban teman sebelumnya.

“Ada yang sama tidak dengan jawaban Kiah” Tanya bu Lani pada teman-teman lainnya.

Beberapa teman ada yang mengacungkan jari telunjuknya.

“Inilah jawaban yang tepat.” ucap Bu Lani. Aku duduk kembali, Ana melirik ke arahku. Sepertinya ia menyesali tidak mengganti jawaban PRnya tadi. Ku kirim senyuman untuk menyemangatinya.

Suara bel terdengar sangat nyaring, dengan sekejap kantin diserbu para siswa, kami melepas penat dan dahaga setelah melewati dua pelajaran hari ini. Aku segera bergabung dengan teman-teman menuju kantin, Kulihat Jeri sedang seorang diri, ia berjalan menuju ke arahku, dengan sigap aku menarik tangan temanku, lalu memutar arah dan mencari alasan untuk tidak lewat berpapasan, aku tidak mau berhadapan langsung, hatiku benar-benar tidak suka dengan tindakannya.

Rona adalah sahabat terdekatku, mana mungkin aku menghianati persahabatan kami demi seorang Jeri, ingin rasanya meluapkan emosi yang sudah di atas kepala ini dengan langsung melabrak Jeri, tapi semua itu hanya ada di pikiran ku, dan tidak akan lakukan, saat ini aku masih ingin menjaga rasa agar tidak mengganggu persahabatan ku dengan Rona.

Cuaca mulai mendung, seketika langit gelap, angin berhembus begitu kencang, beberapa dahan pohon disekitar sekolah patah, amukan suara halilintar menyambar, gerimis mulai turun membasahi bumi. Kami berlarian masuk kedalam kelas, padahal waktu istirahat belum berakhir. Di tengah gemuruh cuaca yang benar-benar tidak bersahabat terdengar teriakan histeris, arah teriakan berasal dari kamar mandi. Kami bertambah ketakutan, aku berpikir mungkin ada yang terkena sambaran ganasnya halilintar, karena teriakan tersebut tidak berselang lama

dengan suara gelegar dan kilatan halilintar yang menyambar.

Tiga orang teman berlarian masuk kedalam kelas, mereka terlihat sangat ketakutan dan membawa cerita yang sangat mengejutkan, ada seorang siswi tak sadarkan diri, posisinya tengkurap, di dalam salah satu kamar mandi yang tidak pernah digunakan. Angin kencang membuat pintu kamar mandi tersebut terbuka lebar. Rasa penasaran membuat aku dan beberapa teman ingin melihat langsung ke lokasi, kerumunan yang begitu ramai membuat kami tidak bisa melihat secara langsung, hanya cerita dari teman-teman yang ku dengar.

Ceritanya persis yang diceritakan teman yang telah menyaksikan ini sebelumnya, seorang siswi dengan posisi yang sama, dan tidak bergerak sama sekali, seperti cerita teman-teman sebelumnya, dan masih belum bisa dipastikan siapa siswi tersebut sebenarnya.

Terpopuler

Comments

𝚀ͬ𝙽ͥ𝚊ᷦ𝚛ᷜ𝚊ͥ

𝚀ͬ𝙽ͥ𝚊ᷦ𝚛ᷜ𝚊ͥ

bagus ka, mampir jg ya ka ke chat story'baru. Judulya *THAT MY HUSBAND IT'S SO SPESIAL* Ditunggu ya Ka🤗

2022-04-04

2

heri susanto

heri susanto

first time baca di noveltoon

2021-11-23

2

Arsy-Khalid

Arsy-Khalid

like, rate and fav...

ditunggu feedback-nya
salam dari "memilih cinta yang sempurna"

2021-10-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!