Ryu berbalik dan menatap Damar saat mendengar panggilan Bambang untuk Baby. Alisnya mengerut, perlahan ia mulai menebak apa maksud lelaki di depannya.
"Kamu ini siapanya Baby?" tanya nya.
"Calon suami!" jawab Damar dengan menekan.
Ryu membeku. Selama beberapa saat ia seperti kehilangan akal sehatnya. Dalam benaknya bertanya mengapa laki-laki seperti Damar bisa menjadi calon suami Baby. Dan Ryu tahu betul, Baby bukan tipe gadis yang bisa disukai oleh Damar.
"Calon suami? Terus, Tria kamu kemanakan?"
Mendengar Ryu menyebut nama Tria, rasanya kemarahan Damar kembali memuncak. "Bukan urusan kamu!"
Ryu tampak tidak begitu peduli mendengar jawaban ketus Damar, kemudian kembali mengetuk pintu kamar itu.
"Baby ... Buka pintunya, Sayang!"
Mendengar Ryu menggunakan panggilan sayang, sontak Damar memelototkan matanya. Ia terlihat tidak terima jika ada yang memanggil Baby dengan panggilan sayang.
"Apaan panggil sayang ke calon istri orang!?"
"Baru calon istri, kan ... Belum jadi istri?" Ryu membalas menekan kata 'belum jadi istri' dengan begitu menantang.
Damar menegang. Laki-laki itu memang belum memiliki perasaan apapun untuk Baby. Namun sebagai calon suami, tentu tidak ingin ada laki-laki lain yang mendekati calon istrinya. Terlebih orang itu adalah Ryu.
Akhirnya, ia menarik lengan Ryu dan memaksanya duduk di sofa ruang tamu. "Kalau mau ketemu Baby tunggu di sini, tidak usah ke kamar!"
"Cih, dasar posesif. Belum juga jadi suami."
"Bodo amat!" balas Damar. "Urusin tuh si ..." Ucapannya menggantung, Damarpun menarik napas dalam. Ia hampir saja mengatakan sesuatu yang sifatnya teramat rahasia.
Tak lama berselang, Bunda Yasmin datang dari arah dapur saat mendengar suara keributan dari depan.
"Ryu ..." Panggilan Bunda Yasmin menghentikan perdebatan dua sahabat itu.
Ryu tersenyum ramah menatap Bunda Yasmin. "Bunda ... Bunda ada di sini juga?" Ia mengulurkan tangan, mencium punggung tangan wanita itu dengan sopan.
"Iya. Kasihan Baby sendirian. Makanya bunda sama Damar nginap di sini dulu, sampai tahlilan ibunya Baby selesai. Kapan kamu balik dari luar negeri?"
"Baru tadi pagi, Bunda. Dapat kabar kalau ibunya Baby kecelakaan. Makanya aku buru-buru balik."
"Oh ..."
"Bunda, aku baru tahu kalau Bunda sama Damar kenal Baby."
"Kalau bunda sudah tahu dari Bu Rinda, kalau kamu cukup dekat dengan Baby. Dia sering cerita tentang kamu."
"Oh, begitu ya, Bunda." Ryu tersenyum, walau pun tetap tidak dapat menyembunyikan kesedihannya. "Ayah sama ibu itu terlalu baik."
Wajah Damar sudah kusut mendengar pembicaraan bundanya dengan Ryu. Hanya manik hitamnya yang bergerak menatap Bunda Yasmin dan Ryu bergantian.
"Oh, ya Bunda. Aku mau ketemu Baby. Tapi dia ..." Ekor mata Ryu menunjuk Damar.
Bunda Yasmin mengusap bahu Ryu. "Jangan pedulikan Damar. Dia memang begitu sejak dulu. Kamu temui Baby saja, Nak. Sekalian bujuk Baby makan. Sejak semalam, Baby belum makan apa-apa."
"Siap, Bunda!" Sambil tersenyum mengejek kepada Damar.
Ryu sudah melangkah menuju kamar Baby, membuat Damar ingin mengikutinya. Namun Bunda Yasmin menahan.
"Mau apa kamu, Mar?"
"Bun, itu si Ryu ngapain di suruh ke kamarnya Bambang? Kan mereka bukan mahram."
"Kamu juga bukan, tapi tadi kamu masuk ke kamar Baby."
Damar menepuk dahinya. "Tapi, Bun ... Ryu itu kan ..."
"Sudah, Mar! Jangan bahas di sini."
"Terus Bambang gimana, Bun? Dia itu kan ..."
"Calon istri kamu, begitu?" ucap Bunda Yasmin. "Kamu itu, Mar. Nggak bisa perhatian tapi giliran Baby ada yang perhatikan kamu marah."
Setelah mengucapkan kalimat sindirannya, Bunda Yasmin beranjak masuk ke dalam kamar Bu Rinda, meninggalkan Damar seorang diri.
Dengan sangat terpaksa, Damar berpasrah. Ia hanya melirik Ryu yang kini mengetuk pintu kamar Baby.
"Baby ... Ini Kak Ryu, buka pintunya!"
Karena tak kunjung ada sahutan dari Baby, Ryu akhirnya memutar gagang pintu. Baby sedang duduk di lantai sambil bersandar di tempat tidur, posisi yang sama ketika Damar meninggalkannya tadi.
Sementara Damar segera mendekat dan berdiri di ambang pintu, mengawasi Ryu yang kini duduk di sisi Baby.
Baby pun menoleh, saat tersadar dari lamunannya. "Kak Ryu ..."
Ryu tersenyum menatap Baby sambil mengusap puncak kepalanya. Ia dapat merasakan kesedihan mendalam yang sedang dialami gadis itu.
"Hai, Cutie Pie ..."
Sebuah panggilan lembut yang membuat mata Damar membeliak, menyala bagai sumber api.
Cutie Pie, apa-apaan dia. Memangnya Bambang itu sejenis kue? gerutu Damar dalam hati.
Ryu meraih jemari Baby dan menggenggamnya. Ia tahu betapa Baby selalu berusaha menutupi kesedihannya dengan berpura-pura tegar. Tak sekali pun air mata menetes dari mata gadis itu.
"Baby, kadang menangis itu bisa menghapus sebagian duka kita. Menangis tidak selamanya membuat kamu kelihatan lemah. Kadang menangis adalah satu-satunya cara mata berbicara, saat kamu tidak sanggup menjelaskan betapa sedihnya kamu."
Perlahan, benteng ketegaran yang dibangun gadis itu mulai runtuh. Seakan lelah berdiri tegar dalam waktu yang lama. Diawali dengan kehilangan sang ayah, dimana ia berusaha tetap berdiri dan menguatkan ibunya. Dan kini, satu-satunya kekuatannya kembali terenggut. Bu Rinda menghadap yang kuasa secara tragis dalam sebuah kecelakaan.
Kedua bola matanya mulai dipenuhi cairan bening. Detik itu juga ia merebahkan kepalanya di dada Ryu. Menangis sejadinya-jadinya untuk pertama kali setelah kehilangan bertubi-tubi yang ia alami.
"Ayah sama ibu jahat!" lirihnya.
Ryu terdiam. Ia mengusap rambut dan punggung Baby, membiarkan gadis itu menumpahkan seluruh kesedihannya. Kekecewaan, kesedihan, luka dan amarah ia lampiaskan dengan tangisan yang menyayat.
"Kamu salah, Baby. Ayah sama ibu tidak pergi. Mereka cuma istirahat. Lagi pula kamu tidak sendiri. Kamu kan masih ada Kak Ryu."
Damar membeku di ambang pintu. Ada rasa yang sulit ia jabarkan melihat kedekatan Ryu dengan Baby.
Aku harus terus mengawasi mereka.
🌼🌼🌼🌼🌼
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Julia Juliawati
cemburu blg om bro🤣🤣
2024-06-27
1
Julia Juliawati
mending sm ryu dr pd sm cempor🤣🤣🤣 di kampung aq damar itu cempor🤣🤣🤣✌✌✌✌
2024-06-27
0
Tarmi Widodo
cemburu toh
2024-05-13
0