Angin malam itu berhembus dingin, daun-daun pepohonan pun berguguran bersamaan dengan derik jangkrik yang menggema di antara hutan. Di bumi asalnya mulai memasuki musim gugur, suasana di sini juga tidak terlalu jauh. Namun bulan yang bersinar dengan lingkaran kemerahan mengingatkannya lagi dan lagi kalau Ava bukanlah bagian dari dunia fantasi ini.
Gadis itu merogoh ransel yang masih ia bawa, kemudian mengeluarkan tas make-up besarnya. Telepon pintar yang selama ini dimatikan kini menyala, baterai yang ada masih cukup penuh, 88%. Ava menggulir layarnya, memasuki aplikasi pemutar musik. Tidak lama setelah itu, alunan ceria dengan tempo cepat keluar dari speaker yang ada.
Ava harus segera menemukan cara agar ia bisa men-charge teleponnya. Kestabilan emosinya dipertaruhkan, dan tidak ada Lexa yang akan menenangkannya, jadi dia butuh “tombol reset” yang baru.
“Apa itu?” Ava menoleh pada seorang pria yang terbalut selimut di samping api unggun. River bertanya dengan dengan ekspresi damai di wajahnya. “Artifak,” Ava sudah mempersiapkan jawaban dari kemarin-kemarin. Apa yang ia bawa kebanyakan tidak ada di dunia ini, mulai dari perlengkapan riasan wajah, pistol serta peluru, telepon dan chargernya, bahkan baju yang awalnya ia pakai akan terlihat aneh, menyimpang dari tren busana di sini yang lebih mirip peradaban barat jaman dulu. Sehingga jika ada yang menyoalkan muasal benda-benda tersebut, ia akan membalas artifak atau item dari gate.
“Oh! Aku tidak pernah melihat artifak seperti itu. Apa fungsinya?”
“Menangkap foto, lalu merekam gambar dan suara.” Akan lebih banyak lagi fungsinya jika saja ada sinyal di sini.
“Wah, jadi lagu yang kauputar berasal dari rekaman suara yang kau tangkap?” Ava mengunduh lagu-lagunya secara bajakan dari internet. “Aku mendapatkannya setelah melakukan perjalanan di sana-sini.” Tapi tentu saja River tidak akan mengerti hal tersebut, jadi dia berbohong.
“Apa kau bisa merekam suaraku kalau begitu?” Rasa kantuk sepertinya sudah hilang dari raut wajah pria itu. Ava menekan ikon untuk voice recording, “Bicara apa saja maumu.”
“Oh! Halo, halo! Ini River Doyle.” Pekikan antusias keluar dari tenggorokan River mendengar suaranya yang keluar dari telepon dalam genggaman Ava.
“Akan saya apresiasi jika kalian merendahkan volume pembicaraan kalian, rekan saya sedang tertidur,” Al menyela obrolan mereka sebelum berlanjut lebih jauh.
“Ah, maaf,” sadar dengan kesalahannya, River dengan canggung membenarkan posisi selimutnya. Ia lalu melihat Ava untuk memastikan lagi, “Kau tahu, aku masih bersedia menggantikanmu kalau kau masih lelah.”
“Tidur saja, nanti akan kubangunkan saat giliranmu tiba.” River setengah hati mengangguk.
Ava melirik pria paruh baya di sebelahnya. Ava dan Al menjadi pasangan untuk berjaga malam, sama-sama menolak usulan River agar ia dapat menemani Ava dan Al agar tetap bersama Ezra. Ketika dua pihak yang pada dasarnya tidak saling mengenal, lebih baik jika jaga malam setiap ronde diwakilkan oleh salah satu dari mereka masing-masing. Dengan begitu, peluang untuk memanfaatkan pihak yang tengah tertidur lebih kecil. Jika saja Ava dipasangkan dengan River, Ezra dan Al yang saat itu dalam giliran untuk tidur akan merasa resah, begitu pula sebaiknya. Karena kebersamaan mereka difondasikan pada hubungan Ava dan Ezra yang secara praktis masih dikategorikan orang asing, dipaksakan oleh kedok kebetulan, yang bahkan motifnya masih disembunyikan, meskipun Ava kurang lebih sudah tahu.
Dan ia menolak dipasangkan dengan Ezra. Yah, alasannya jelas. Pangeran itu berada pada pihak yang berkuasa, seorang keluarga kerajaan dalam sebuah negara monarki.
Karena itulah, meskipun sedikit tidak nyaman, ia lebih memilih bersama Al, orang yang berlevel tinggi namun pendiam.
“Melihat bagaimana dia memperlakukanmu, kukira kalian sudah lama menjadi partner.” Kenapa pria ini tiba-tiba penasaran. Apakah suruhan dari majikannya?
“Kami hanya saling mengenal kurang dari dua minggu, aku hanya terlihat seperti adik perempuannya, jadi dia bertingkah seperti itu padaku.”
“Oh, tapi bukankah masih aneh jika dia memanjakanmu sampai seperti itu?”
Memanjakan? Omong kosong apa itu. “Sifat aslinyanya memang terlalu baik,” yang mempunyai luka masa lalu beserta kisah yang menyedihkan, tapi orang ini tidak perlu tahu secara dalam. Masalah ini juga terlalu privat, yang dibagikan oleh River kepada Ava pada momen kerentanannya. Ingatan Ava masih jelas bagaimana pria itu menangis ketika memeluknya erat-erat.
“Baik? Dengan karakter lembut seperti itu, kurasa dia tidak cocok untuk dijadikan petarung.”
Nah, jadi tinggalkan kami berdua dari permainan politik kalian! Ava memapangkan senyum bisnisnya.
Mendadak, semak belukar di sekitar mereka bergemerisik. Ava dan Al bangkit dan mengambil ancang-ancang. Indra yang statusnya lebih dari 10 poin Ava fokuskan pada sensasi-sensasi di sekitar mereka. Api unggun merah yang menyebarkan hawa hangat berderak ranting-rantingnya, jantungnya yang memacu di dada, keringat di tengkuknya, nyamuk yang berdenging, selain itu senyap. Ava menghembuskan napas yang ia tahan.
Api yang mereka buat tidak hanya untuk menaikkan suhu pada malam yang dingin, namun juga untuk menjauhkan hewan ataupun monster kecil berlevel rendah. Jika masih saja ada yang mendekat, artinya apapun itu akan bersifat ganas, predator hutan. Berbahaya.
Namun ia masih belum menangkap pergerakan lain, instingnya pun masih tenang meskipun dadanya berdebar-debar.
“Ah, maaf. Aku mengangetkan kalian.” Sesosok laki-laki berbadan tinggi menyibak semak-semak yang menutupinya. Deja vu.
Dan benar saja.
Nama : Delroy Collado
Ras : Manusia
Level : 25
Koin : 745291
Kekuatan : 6
Kecepatan : 7
Kelentukan : 9
Si kepala “bandit” muncul lagi, namun kali ini wajahnya bebas dari kain penutup, Ava kini melihat jelas potongan halus rahang laki-laki tersebut bersamaan dengan bintik-bintik di jembatan hidungnya, seorang remaja. Apakah ini bagian dari tes lain?
Postur Al kembali santai. “Perkenalkan, dia adalah keponakanku. Roy.” Oh, jadi paman-keponakan.
“Aku tidak tahu kalau kalian memanggil orang lain.”
“Biaya penjagaan untuk kalian akan kami tambah.”
“Tapi kurasa kereta kuda kita tidak akan muat menampung satu orang lagi.” Kereta kuda yang sebenarnya diniatkan untuk dua orang, semakin pengap semenjak Al dan Ezra mengikuti mereka, jika Roy juga naik bukankah akan sesak?
“Oh, saya membawa kuda sendiri, sekarang sedang saya ikatkan di sungai terdekat untuk minum.”
“Baiklah kalau begitu, segera bawa saja ke sini, sebelum ada monster yang mengincarnya.”
Dengan begini, apakah Ava sudah terbebas dari skenario bandit palsu? Tapi gadis itu masih belum percaya bahwa Ezra menyerah sebelum melihat dia bertarung secara langsung. Memangnya dari awal, apa alasan pangeran itu yakin bahwa Ava memiliki kemampuan tinggi. Sepengetahuannya, Ava hanya sempat menyerang dua preman kota secara sembunyi-sembunyi, selain itu perburuan yang Ezra amati juga kebanyakan berasal dari perangkap yang ia pasang, hanya beberapa yang ia tangkap langsung kemudian Ava banting ke batu. Jika hanya sebatas itu, bukankah masih banyak orang yang memiliki kecakapan yang sama? Pangeran itu bisa saja menyewa pemburu yang lebih berpengalam dan terjamin kredibilitasnya dari guild center di ibukota.
Lalu apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments