Setelah melewati hutan dan gerbang perbatasan, Ava akhirnya memperlambat langkah. Memanfaatkan celah yang dibuat ketika orang misterius tadi muncul, Ava buru-buru kabur. Pasalnya Ezra terlihat tidak berniat untuk melepaskannya untuk waktu yang lama. Interogasi terselubung yang pria itu lakukan hanya akan mengingatkannya mengenai kenangan buruk, membebaninya. Lagipula, Ava tidak akan mau berurusan dengan bisnis yang Ezra ajukan, apapun itu pasti kompleks dan merepotkan. Sedangkan Ava hanya ingin berfokus pada kembali lagi ke dimensi asalnya.
Kamar dari penginapan yang ia sewa lebih mahal dari yang kemarin, mungkin karena lokasinya yang berada di ibu kota, namun makanan yang disajikan jelas lebih enak. Namun sebelum Ava menegak habis jus apelnya, perbincangan dari salah satu sudut penungunjung restoran menarik perhatiannya.
“Eh, kudengar ada seorang penjinak monster masuk ke kota ini?”
“Oh, aku juga dengar! Katanya dia suka memamerkan salah satu peliharaannya, seekor iron wolf!”
“Monster ganas seperti itu berkeliaran di tengah kota apakah tidak berbahaya?”
“Benar! Para penjaga seharusnya mengusir saja penjinak itu! Kalau-kalau kita menyinggung mereka, kita bisa dijadikan makanan peliharaannya!”
Memangnya sejak awal kenapa kalian ingin menyinggung seseorang tanpa alasan?
Omong-omong, penjinak yang memiliki monster iron wolf? Ava yakin orang-orang itu membicarakan River. Pria itu belum pulang rupanya.
Sebenarnya Ava sedikit mengerti kekhawatiran mereka ketika seekor makhluk sebesar kuda yang memiliki kemampuan untuk menggigit putus kepala mereka berkeliaran bebas, namun dari yang apa Ava lihat kemarin, Lig benar-benar jinak. Selain itu, River punya toleransi tinggi terhadap orang-orang yang menyebalkan, contohnya saja Ava. Pria itu juga tidak cepat marah, cenderung pemaaf malah.
River adalah orang yang baik, setidaknya kepada Ava.
Namun apa yang selanjutnya terjadi di luar perkiraan gadis itu.
Pintu restoran terbanting terbuka, River dengan penampilan lusuh dan kacau melihat sekelilingnya dengan mata panik dan khawatir. Dan ketika pandangannya bertemu dengan Ava, pria tersebut berlari. Bahkan sebelum Ava bisa bereaksi, gadis itu sudah ditubruk dengan pelukan yang lebih seperti menghantamnya. Mereka berdua terjatuh. Kemudian ia mendengar sebuah isakan yang dekat sekali dengan telinganya.
“Jangan menghilang seperti itu lagi!”
Hah? Memangnya kenapa?
***
Monster dominannya berasal dari outbreak, sebuah gate yang gagal ditaklukan akan memuntahkan monster yang tersimpan di dalamnya. Munculnya gate itu sendiri mengancam keamanan warga di sekitar, maka dari itu setiap desa diwajibkan mengungsi apabila terdapat gate yang muncul pada radius dua kilometer dari tempat tinggal mereka.
Saat itu River baru saja berumur 19 tahun ketika sebuah gate ditemukan di perbatasan hutan desa mereka. Setiap gate memiliki karakteristiknya sendiri, namun aturan yang paling umum ditemukan adalah batas maksimal level seseorang untuk memasuki gate tersebut, semakin tinggi batas maksimal level yang ada dipercaya semakin kuat pula monster di dalamnya. Apabila terjadi outbreak pada gate dengan level tinggi, konsekuensinya bisa besar. Dan sialnya, gate yang ada di desa pemuda tersebut berlevel 45. Meskipun notifikasi darurat telah dikirimkan, letaknya yang jauh dari ibukota membutuhkan beberapa hari untuk sampai, belum lagi pemrosesan. Sehingga tidak ada bala bantuan dari pihak resmi, percobaan penaklukan gate akhirnya dilakukan oleh beberapa pemburu lokal atau tentara bayaran yang rata-rata hanya berlevel 35, salah satu di antara mereka adalah ayah River.
Warga yang mengungsi berdoa selama beberapa malam demi keselamatan anggota keluarga mereka. Namun sayangnya, penaklukan gagal.
Outbreak pun terjadi.
Cacing besar pemakan daging memporak-porandakan hutan dan desa di sekitarnya, bahkan beberapa sampai melalang jauh hingga ke tempat pengungsian mereka. Kepanikan massal terjadi. Semua orang lari tunggang langgangg menyelamatkan diri, karena saat keadaan gentinglah manusia menampakkan wujud aslinya. Egois.
Tidak sedikit yang malah mati karena terinjak. Siapapun yang River lihat saat itu saling dorong, melemparkan satu sama lain ke mulut besar cacing yang menganga, berharap pengorbanan yang mereka buat akan menghambat monster-monster itu agar mereka bisa kabur.
River mendekap erat tubuh mungil adiknya yang bergetar, Ella. Jantungnya berdetak keras sampai bisa ia rasakan di kepalanya yang berdenyut. Mereka berdua tengah menaiki Lig yang saat itu masih berbadan sedang dengan level belasan, tidak cukup untuk bertarung, jadi River memilih untuk kabur.
Di belakang mereka seekor monster cacing tidak jauh mengejar. River mencengkram bulu Lig, badannya tegang karena adrenalin. “Cepat!” ia berteriak, putus asa. Di sudut pikirannya River tahu bahwa membawa dua bobot remaja bukanlah pekerjaan yang mudah bagi Lig sewaktu itu, namun dia berharap, karena itulah satu-satunya yang bisa ia pegang. Atau mereka akan mati.
Mendadak Lig berhenti, Ella terlempar jatuh. Di depan mereka, terdapat seekor cacing lain yang menampakkan setengah tubuhnya dari semak-semak. Ella yang terpelanting pun menarik perhatian monster tersebut.
“Ella lari!”
Namun gadis itu dilanda ketakutan. Tubuhnya yang terhempas teror tidak bisa digerakkan. Ia mematung, menjadi godaan yang menggiurkan bagi cacing-cacing itu.
River mati-matian berteriak, berusaha menarik perhatian para monster agar beralih kepadanya. Namun sia-sia.
Ratusan baris gigi cacing pemakan daging itu lebih memilih melahap adiknya.
“Jangan!”
Lig membawa River kabur bahkan sebelum ia melompat turun, kenekatan yang hanya akan berakhir percuma. Dia tahu. Tapi ia tetap melolong pada Lig untuk kembali, mengutuknya, hingga mencakari punggung serigala itu.
Tetap saja, monster hanya menuruti insting. Bertahan hidup.
Sepanjang perjalanan mereka, River meraung, bersimbah air mata. Sakit hati dan kehilangan.
***
Karena itulah, saat kerusuhan terjadi kemarin River bersikeras mencari Ava yang tiba-tiba menghilang daripada kabur bersama yang lain. Kejadian di gerbang masuk menghidupkan kembali memori menyakitkan di masa lalu. Tindakannya dilandasi oleh rasa bersalah, bersalah karena dirinya yang dulu lemah dan tidak bisa melindungi adik perempuannya yang manis. Sifat protektif River yang tidak wajar kepada Ava disebabkan oleh pembalasan yang hanya bisa ia lakukan saat ini, melindungi gadis yang seperti adiknya dari bahaya apapun yang mengancam.
Ava untuk beberapa saat terdiam setelah mendengar cerita River. Wajah pria itu masih basah, matanya pun merah. Ava sebenarnya tidak ingin menganggu River yang saat ini sedang dalam keadaan rentang, namun ada beberapa hal yang harus ia luruskan.
“Aku berterima kasih karena sudah mau melindungiku, tapi River, aku bukan adikmu,” ujar Ava selembut mungkin, hati-hati dengan keadaan mental pria di sampingnya yang tadi tidak stabil. Gadis itu bisa melihat seberapa terguncangnya River saat gangguan stres pascatraumanya menyerang.
“Kita sedang berada di ibukota, keadaan gawat pun lebih cepat ditanggapi. Lagipula aku cukup familiar dengan berkelahi, jadi monster level rendah bisa kutangani. Kalaupun ada monster dengan level yang lebih tinggi seperti kemarin, aku bisa lari kapan saja.” Skill observasi yang ia dapatkanpun bisa membantu menentukan level monster yang ia hadapi, berbeda dengan cara penduduk asli dimensi ini yang melihat penampilan fisik untuk mengira-ngira kisaran level yang ada.
“Tapi kau tidak pernah tahu, bahaya bisa datang darimana saja.”
Oh, Ava tahu betul kalau bahaya bisa datang darimana saja, karena itulah ia berencana membuat serbuk tidur dan beberapa ramuan lain yang cukup bisa ia buat sendiri dari resep di jurnal yang diberikan Eve.
“Tapi tetap saja, keselamatanku bukan tanggung jawabmu,” Ava tersenyum, matanya menimbang-nimbang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
Kaweruh Jiwa
Semangat kak, gas udh mampir aku yak
2022-05-23
1
𝕮𝕽𝕽.𝕽 𝖋𝖙. [𝐻𝐼𝐴𝑇𝑈𝑆]
Semangat, aku mampir!
2022-05-20
3