Mengingat perjalanan kali ini lebih berbahaya dari yang sebelumnya, River menyarankan untuk sementara menyewa sebuah kereta kuda sehingga Lig dapat keluar ketika keadaan terjepit. Ava menurut. Pasalnya, ia sudah mendengar desas-desus dari penduduk kota mengenai jalur yang akan mereka lewati. Barat kota Tezia adalah hutan lebat, daerah tepi yang tidak terlalu dalam sudah biasa Ava gunakan sebagai area berburu. Kini untuk sampai di Englerock, kota maritim yang berbasis pariwisata serta perdagangan, Ava dan River harus melewati jalan di belantara pepohonan yang masih saja dipenuhi monster meskipun telah dilakukan penumpasan berkali-kali.
River sedang mengelus kuda coklat yang akan menarik andong mereka saat Ava menghampiri pria itu, di genggamannya terdapat krim oles buatan tangan, cukup untuk menyembuhkan sayatan kecil atau goresan. “Sebagai bekal nanti.” River menerimanya dengan senang hati.
Ava sebenarnya ingin menanyakan seberapa banyak monster yang bisa River panggil, namun menyoalkan detail dari skill seseorang sebenarnya dianggap tidak sopan, karena skill itu sendiri merupakan senjata yang disimpan oleh seseorang untuk menghadapi lawan, karena musuh tidak hanya berupa monster saja. Sehingga banyak sekali yang merahasiakan seluk-beluk jendela status mereka. Informasi sensitif seperti ini pun hanya wajib diungkapkan ketika masalah keamanan seperti tindakan kriminal ataupun penaklukan gate muncul, itupun dilakukan oleh pihak yang berwenang. Tentu saja semua itu dikecualikan ketika si pemilik membocorkannya sendiri.
Jika begitu, sepertinya Ava akan memprioritaskan kemampuan observasinya agar lekas naik tingkat. Mengetahui nama, level, dan status utama dari seseorang tidaklah cukup untuk bertahan dalam dunia asing ini. Masih ada variabel lain seperti status tambahan, artifak sihir dalam inventori, serta skill yang berpengaruh besar ketika pertarungan terjadi. Setelah beberapa kali percobaan, Ava setengah paham dengan cara meningkatkan observasinya. Poin status kecerdasan serta indra mengambil andil, begitu pula seberapa sering ia gunakan untuk mengamati objek yang baru. Karena itulah, menggunakannya untuk mengobservasi River secara terus menerus tidak berefek signifikan.
Jadi Ava memakainya pada apapun yang bisa ia lihat. Supir andong mereka berlevel 12 dengan status utama rata-rata 5, monster yang berlalu lalang namun berlevel di bawah 7 di balik semak-semak juga tidak luput dari pengawasannya. Poin indra yang Ava miliki di atas 10, sehingga sulit sekali lepas dari jarak pandangnya yang meluas serta memanjang. Pendengarannya pun menajam meskipun awalnya sudah sensitif, semalam ia tidur lebih larut dari biasanya karena berisik. Namun kini Ava sudah cukup terbiasa.
Sebab indranya yang peka itu juga, Ava dapat mengetahui bahwa sebentar lagi ia akan menemui orang yang sebenarnya tidak ingin ia jumpai.
Dan benar saja, di hadapan mereka kini nampak sebuah andong yang salah satu rodanya terlepas, menutupi jalan yang sebenarnya sempit. Sehingga kereta kuda yang disewa Ava tidak bisa mengabaikan andong mewah tersebut. Supir mereka turun, bertanya pada siapapun di depan mereka mengenai masalah yang ada dan bantuan seperti apa yang dibutuhkan, karena dengan begitu barulah Ava dan River bisa meneruskan perjalanannya.
“Oh, kebetulan sekali kita bertemu di sini!”
“Halo, Tuan Penguntit,” senyum bisnis Ava terpasang.
Nama : Ezra D’Albermare
Ras: Manusia
Level : 39
Koin : 834098382752
Kekuatan : 8
Kecepatan : 10
Kelentukan : 11
Uang yang dimiliki pangeran itu masih saja membuatnya meneguk ludah.
Benarkah ini sebuah kebetulan? Ava meragukan pernyataan itu. Seorang pangeran yang memiliki kereta kuda pribadi, mewah, dan terawat, apa bisa terhambat karena pemeliharaan yang tidak cermat dari pelayannya di istana?
“Kenalanmu?” Ava menoleh ketika River bertanya sembari turun dari andong mereka. “Dia mengingatkanku padamu,” ujar Ava sambil lalu. “Eh?”
Ezra kali ini terpaku pada River, mungkin menggunakan skill-nya yang entah apa itu, kemudian bibirnya mengembang dengan kilat mata yang membuat Ava segera mengalihkan pandangan. Kini tatapannya mendarat pada seorang pria paruh baya dengan rambut yang sepenuhnya putih beruban, Ava ingat pria itu. Dialah pelayan yang memicu instingnya saat di hutan seminggu kemarin.
Nama : Alladore Collado
Ras : Manusia
Level : 53
Koin : 9233729
Kekuatan : 13
Kecepatan : 16
Kelentukan : 21
Satu-satunya yang memiliki poin status di atas 20. Orang yang berbahaya jika mereka bermusuhan.
Tiba-tiba saja sebuah panah melesat di antara Ava dengan pria itu. Segera gadis tersebut mengambil ancang-ancang, indra pendengarannya difokuskan pada sekeliling mereka. Delapan? Bukan, langkah dari belasan orang segera mengepung mereka.
Seorang laki-laki tinggi muncul dari belakang semak belukar. Tuniknya lusuh dan kotor dengan tanah, wajahnya tertutupi dengan seutas kain, hanya menyisakan sepasang mata abu-abu yang menatap tajam kumpulan Ava.
“Serahkan barang-barang kalian semua!” Komplotan lain mulai bermunculan. Hanya pimpinan mereka yang berlevel 25, yang lain hanya sekitar belasan. Namun menghadapi orang sebanyak ini ....
Ava melirik River, gadis itu menggeleng. Ada beberapa alasan Ava tidak ingin berkelahi di sini. Salah satunya adalah tempat mereka berada, jauh di dalam hutan yang dipenuhi monster. Pertarungan hanya akan berujung pada pertumpahan darah yang malah mengundang monster ganas di sekitar sini.
Ava mengeluarkan beberapa perhiasan palsu dari inventorinya, lalu melemparkannya ke pimpinan bandit hutan tersebut. “Sekarang biarkan kami lewat,” ujarnya tegas.
Namun pernyataannya disambut dengan gelak tawa dari kacung-kacung yang mengelilingi mereka. “Bodoh sekali kau! Kami tidak pernah berkata akan melepaskan kalian!”
“Hahaha! Apa kau tahu berapa uang yang akan kami dapat hanya dengan menjualmu sebagai budak?”
River di sampingnya menggeram marah, tapi Ava menahan pria itu, “Rencana B,” bisiknya pelan. Kali ini Ava mengambil masker gas, empat buah. Untuk dirinya sendiri, River, si pangeran, dan pelayannya. River yang sudah diberitahu kegunaan masker itu langsung menuruti isyarat Ava, namun Ezra dan Alladore masih memasang wajah bingung, mereka baru mengerti setelah melihat Ava dan River memakainya.
Gadis itu melangkah mendekati pimpinan bandit yang berdiam diri, kontras dengan anak buahnya yang gaduh sendiri. Kemudian ia lempar serbuk biusnya tepat di wajah mereka.
“Sialan! Apa ini?!”
Masih terheran-heran, banyak yang memutuskan untuk menyerang Ava. Akan tetapi tubuh mereka terasa berat untuk digerakkan, selain itu terasa ada kabut tebal yang menutupi pikiran mereka, dengan begitu satu pukulan ringan dari Ava sudah menjatuhkan sepuluh dari tiga belas bandit yang ada. Pimpinan mereka masih berdiri tegak meskipun kepalanya seolah-olah ditimpa oleh sebongkah batu besar, dirinya cukup pintar untuk menutup hidung serta mulut sebelum serbuk yang bertebaran lebih banyak masuk ke dalam pernapasannya.
“Cukup.” Mendadak, Ezra berkata lantang.
Alasan lain Ava tidak ingin menumpahkan darah di sini adalah nama kepala bandit tersebut. Delroy Collado. Nama keluarga yang sama dari pelayan si pangeran itu.
Artinya, semua ini adalah sandiwara. Sebuah tes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments