Terdapat beberapa kejanggalan yang menganggu Ava sebenarnya. Pertama, tujuan utama dari bandit kebanyakan untuk menjarah, sehingga lebih masuk akal jika markas perampokan mereka berada di jalan komersial yang biasa dilalui oleh para pedagang, bukan hutan yang dipadati oleh monster. Kedua, kalaupun memang pada suatu kebetulan terdapat bandit yang bertinggal di sini, kenapa mereka tidak segera mengeluarkan senjata mereka untuk mengancam calon korban? Secara statistik, 45% populasi petarung aktif memiliki skill yang berkaitan dengan bermacam-macam senjata, sedangkan hanya 10% yang memiliki kemampuan murni dalam sihir tanpa bantuan tongkat magi. Kemudian apa yang menghambat mereka? Karena para bandit itu tahu identitas Ezra sebenarnya, mengeluarkan senjata di depan keluarga kerajaan akan dianggap sebagai tanda pemberontakan, hal tersebut tercantum dalam buku peraturan yang ia baca. Tentu saja Ava dan River tidak akan terkena oleh hukum ini, karena dari perspektif mereka pasangan tersebut masih belum tahu apa-apa jati diri si pangeran. Inilah keuntungan dari pura-pura bodoh, jika saja Ava mengaku bahwa dirinya tahu sejak pertemuan mereka seminggu kemarin, ia secara terpaksa terikat oleh peraturan.
Poin ketiga, Ezra secara menakjubkan menunjukkan akting ketakutan yang sangat meyakinkan, Ava hampir saja meragukan kesimpulannya sendiri, tapi berbeda dengan tuannya, si pelayan tua berlevel tinggi itu masih saja memasang wajah datar, hampir bosan. Selain itu, mereka juga tidak segera bertindak untuk menyelamatkan diri, entah itu berusaha kabur ataupun ingin melawan. Mereka menunggu, menunggu Ava ataupun River untuk melakukan sesuatu.
Sebuah tes.
Pikirkan saja, memangnya seberapa besar kesempatan untuk seorang rakyat jelata bertemu dengan keluarga kerajaan? Bukan hanya itu, Ava malah diikuti. Laki-laki itu pasti punya motif terselubung. Jadi Ava langsung menuju perpustakaan kota untuk mencari tahu seluk-beluk yang bisa ia dapat dari sebuah buku. Kemudian, ia mendapatkan suatu informasi yang berkemungkinan bisa menjadi alasan Ezra mendekatinya.
Maturite.
Maturite adalah sebuah proses pendewasaan setelah seorang pangeran ataupun putri berumur 18 tahun, keluarga kerajaan yang baru saja menginjak usia yang dinilai matang akan berkelana secara sembunyi-sembunyi bersama beberapa pelayan mereka untuk mengumpulkan kredit yang nantinya akan digunakan sebagai pertimbangan dalam penyerahan takhta. Skor kredit ditambah dengan cara melakukan berbagai hal yang dapat menguntungkan kerajaan, entah itu mengembangkan daerah terbuang, menciptakan sistem, peraturan, atau fasilitas dan sarana yang bernilai signifikan, ataupun tindakan yang lainnya. Namun metode yang sering digunakan oleh generasi-generasi terdahulu adalah mengumpulkan petarung yang cakap untuk ditugaskan mengurus gate ataupun outbreak. Semakin tinggi batas level yang ada, jika berhasil maka semakin banyak pula skor yang akan didapat.
Kesimpulannya, Ezra ingin menggunakan Ava sebagai pion politik perebutan kursi raja.
Namun ia benci gagasan tersebut. Karena itulah gadis tersebut menggunakan serbuk bius daripada konfrontasi langsung, meminimalisir kesempatan pangeran itu dalam melihatnya berkelahi. Selain itu, Ava juga menghindari pertarungan dengan si pemimpin “bandit” agar tidak memancing kemarahan pelayan tua berlevel tinggi yang memiliki nama belakang yang sama. Mungkin mereka berdua memiliki hubungan anak-ayah? Kakek-cucu? Paman-keponakan? Apapun itu, lebih baik dijauhi saja.
“Cukup!” Ava mengangkat sebelah alisnya, menunggu apa yang akan dikatakan pangeran itu selanjutnya. “Cepat berikan mereka antidot, tidak perlu ada pembunuhan di sini, biarkan prajurit ibu kota menahan mereka.”
Oh, sepertinya ada salah paham. “Tentu saja aku tidak berniat membunuh mereka. Dan juga, apa yang kulemparkan bukan racun, tapi serbuk bius. Efeknya hanya bertahan beberapa menit,” sahut gadis itu sembari mengeluarkan tali yang biasanya ia gunakan sebagai perangkap. “Bantu aku mengikat sebelum mereka bangun.”
“Lalu apa yang akan kita lakukan dengan dia?” River bertanya seraya menunjuk pada pimpinan “bandit” yang masih berdiri meski tidak tegak. Mereka berempat memandang pada satu arah. Ava tidak tahu tanda seperti apa yang Ezra berikan, namun pria tinggi yang masih berjuang untuk tidak bernapas tersebut segera angkat kaki ke dalam hutan.
“Sebaiknya tidak usah kita kejar. Masih ada kemungkinan untuk bertemu dengan monster level tinggi, dia juga bisa memancing kita ke markas mereka untuk memanggil bala bantuan.” Ava hanya mengangguk setuju dengan usulan Ezra, paham dengan maksud tersembunyi di dalamnya.
“Tapi kita juga tidak bisa berlama-lama di sini, sudah mulai sore,” kali ini si pelayan yang membuka mulut.
Tunggu, Ava tidak menyukai arah pembicaraan ini. “Kalau begitu, biar aku bantu meminggirkan kereta kuda kalian agar kami bisa lewat. Sembari itu, kalian bisa memperbaiki roda yang rusak atau memanggil andong yang lain.”
Seolah telah menunggu kesempatan ini, Ezra langsung menyahut, “Bagaimana jika kita berempat naik bersama saja? Aku bisa menyewa kalian berdua sebagai pengawal sementara.”
Hal ini jelas-jelas sudah seperti direncanakan. “Tetapi tujuan kita bisa saja berbeda,” Ava menjawab.
“Oh, kami menuju Englerock. Kalian?” Uh, seberapa jauh dia tahu?
“Destinasi kita sama!” River memekik semangat, mungkin senang dengan prospek tambahan teman mengobrolnya. Meskipun River bertipe introvert, dia sangat suka diajak berbicara.
“Eh, benarkah?” balas Ezra tidak kalah antusias. Dasar, pangeran tidak tahu malu.
“Saya rasa itu ide yang bagus.”
Dengan begini Ava kalah jumlah.
Kalau sudah terlanjur, Ava akan meraih keuntungan sebesar-besarnya selagi bisa. “Kau akan membayar kami berapa?”
Mendengar tantangan gadis di hadapannya, Ezra menyeringai, “Mahal, aku punya banyak uang.”
Ava sudah tahu itu.
Mereka berempat pun melanjutkan perjalanan. Ezra berusaha meyakinkan Ava dan River untuk meninggalkan para “bandit” yang tertidur untuk diurus oleh prajurit ibukota yang sudah dipanggil supir kereta kuda mereka. Tentu saja Ava yakin kalau pemimpin “bandit” yang selamat akan membebaskan teman-temannya setelah rombongan mereka pergi. Sepertinya mereka semua adalah pelayan setia pengeran ketiga di hadapannya ini.
“Omong-omong aku masih belum mengetahui namamu!” Ezra tiba-tiba saja berseru.
Oh, tunggu dulu.
Jika pangeran ini telah menyelidikinya, bukankah dia sudah tahu nama yang dipakai Ava? Namun masalahnya, ia mendapatkan informasi dari mana? Jika ada kebocoran dari pihak River, namanya seharusnya Rina, bukan maksudnya River yang membeberkan secara langsung, tapi bisa saja orang-orang yang mereka temui seminggu kemarin mengenalnya sebagai Rina karena River memanggilnya seperti itu. Tetapi jika Ezra melihat dokumentasi dari gerbang barat, tempat ia keluar-masuk kota, maka nama dari kartu identitas yang ia curi akan berbeda, Mia Tollman.
Rina dan Mia terdengar sangat jauh.
Sial.
Inilah kenapa Ava tidak menyukai jika ada pihak berwenang di dekatnya.
Persetanlah. “Rina.”
Ezra tersenyum, begitu juga manik emasnya yang puas dan penuh arti. “Panggil saja aku Ezi, kalau dia Alladore, Al lebih singkatnya.”
“Aku River Doyle, salam kenal.”
Ava punya firasat kalau sisa rute mereka akan ia lalui dengan berat karena ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 215 Episodes
Comments
anggita
👌👌👍👍
2022-07-03
1