Seorang pria tampan yang tidak sengaja bertemu dengan wanita cantik namun jutek , pertemuan pertama mereka membuat si pria sangat penasaran ,sampai pada akhirnya mereka jadi sering bertemu karna sesuatu,kira kira apa yah alasan mereka sering bertemu,dan apa yang terjadi diantara mereka?
yuk ikuti ceritanya ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqueena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Ternyata aku mencintainya
Tak lama, terdengar suara ketukan dari arah pintu kamar Kelvin.
Tok tok tok...
Kelvin yang sudah bisa menebak siapa yang datang, segera berdiri dan berjalan cepat ke arah pintu. Benar saja, di balik pintu, Wilona telah berdiri menantinya.
Ia tampak anggun mengenakan dress hitam dengan detail kain transparan yang membingkai bahu hingga lengannya. Rambutnya diikat rapi, menambah pesonanya. Kelvin sempat terdiam, napasnya tertahan melihat penampilan Wilona malam itu. Detak jantungnya seperti melompat tak beraturan.
“Sebentar ya, aku ambil sesuatu dulu,” ucap Kelvin cepat, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Wilona mengangguk kecil, tersenyum tipis sambil menunduk, seolah menyadari tatapan Kelvin yang sejak tadi tak lepas darinya.
~Visual dress Wilona~
Kelvin menutup pintu, lalu membalikkan badan. Kakinya terasa lemah, membuatnya bertekuk lutut di lantai. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Apa ini… serangan apa lagi ini… kenapa dia bisa selalu secantik itu?” gumam Kelvin dramatis, setengah frustasi tapi dengan nada penuh kekaguman.
Setelah beberapa detik, ia menghela napas panjang, berdiri sambil menepuk-nepuk wajahnya sendiri.
“Fokus, Vin. Fokus…” katanya meyakinkan diri.
Ia kembali membuka pintu kamarnya dan mendapati Wilona masih berdiri di depan, menatapnya heran dengan senyum kecil di sudut bibirnya.
Kelvin membalas senyuman itu, lalu tanpa ragu mengambil tangan Wilona dan menyelipkannya di lengannya.
“Ayo, kita turun. Dinner sudah menunggu di lantai dua,” ucapnya sambil berjalan perlahan menggandeng Wilona.
Wilona hanya tersenyum, ikut melangkah di samping Kelvin, membiarkan momen kecil itu tumbuh jadi kenangan manis di antara mereka.
Setelah tiba di restoran hotel
Kelvin telah memesan meja makan outdoor khusus untuk mereka berdua. Lampu-lampu kecil yang tergantung di sekeliling meja, serta hiasan bunga yang tertata rapi, menciptakan suasana romantis yang hangat.
Dengan sigap, Kelvin menarik kursi untuk Wilona dan mempersilahkannya duduk.
Wilona tersenyum malu, tak menyangka akan diperlakukan seistimewa itu.
Kelvin lalu memberi kode kecil ke pelayan. Tak lama, beberapa pelayan keluar membawa piring dan minuman, menyajikan hidangan satu per satu ke meja mereka.
Kelvin mengambil salah satu piring dan meletakkannya di depan Wilona, menatap gadis itu sambil tersenyum.
“Ini… makanan favorit kamu, kan?”
Wilona tersenyum manis.
“Ingat aja kamu...” jawabnya lembut.
Kelvin lalu duduk di kursinya. Mereka mulai menyantap hidangan sambil mengobrol. Candaan dari Kelvin membuat mereka kerap tertawa bersama, mencairkan suasana.
Beberapa menit berlalu, musik lembut dari dalam restoran mulai terdengar samar, menambah kesan romantis malam itu.
Kelvin sesekali mencuri pandang ke arah Wilona. Ia tahu, jika malam ini tak ia gunakan untuk mengungkapkan perasaannya, ia akan terus dihantui penyesalan.
Dengan jantung berdegup kencang, ia menarik kursinya mendekati Wilona, lalu duduk di samping gadis itu. Tangannya perlahan menggenggam tangan Wilona yang lembut.
“Wil…” ucap Kelvin dengan suara pelan tapi dalam.
“Aku udah gak bisa lagi menahan perasaan ini. Aku gak tahu sejak kapan, tapi setiap kali lihat kamu, setiap senyuman kamu… semuanya bikin aku makin yakin.”
Ia menarik napas sejenak.
“Aku ingin, malam ini jadi awal yang baru. Maukah kamu… jadi pasangan aku?”
Wilona terdiam beberapa detik, lalu tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.
“Vin… setelah semua yang terjadi, setelah aku ngerasa hancur karena Gifa, kamu datang dengan cara yang berbeda. Kamu nggak maksa, tapi kamu selalu ada. Dan sekarang… aku juga udah yakin. Kalau aku harus menjalin hubungan lagi… itu cuma sama kamu.”
Kelvin membelalakkan mata, tidak percaya dengan jawaban itu.
“Serius Wil? Kamu nggak bercanda kan? Kita beneran jadian?” tanyanya cepat, nyaris seperti anak kecil yang kegirangan.
Wilona terkekeh.
“Iya, Vin. Aku serius.”
Kelvin langsung berdiri dan memekik pelan, penuh semangat. Ekspresinya yang berlebihan membuat Wilona tertawa, lalu menutup mulutnya karena malu.
Setelah menghabiskan makan malam dengan perasaan penuh suka cita, mereka pun kembali ke lantai tiga untuk beristirahat.
Di depan kamar, Wilona melepaskan gandengan tangannya dari lengan Kelvin, lalu berbalik menghadapnya.
“Aku masuk dulu ya. Makasih untuk malam ini… aku senang banget.”
Kelvin tak bisa menahan diri. Ia langsung menarik Wilona ke dalam pelukannya.
“Aku yang seharusnya berterima kasih, karena kamu udah terima perasaan aku.”
Setelah itu, ia menatap lembut wajah Wilona, lalu mengelus pipinya perlahan.
“Istirahat yang cukup, ya. Besok kita pulang.”
Wilona mengangguk, lalu membuka pintu kamar hotelnya. Setelah memastikan Wilona masuk dengan aman, Kelvin pun berbalik dan masuk ke kamarnya sendiri.
Malam itu menjadi malam paling berkesan dalam hidup Kelvin. Malam di mana ia akhirnya memiliki seseorang yang sejak lama ia dambakan. Ia tertidur nyenyak, begitu pula dengan Wilona.
Keesokan harinya
Jam menunjukkan pukul 07.00 pagi. Sarapan dari hotel diantar ke kamar masing-masing. Semangkuk buah, omelet hangat dengan sosis merah di sampingnya, ditambah jus jeruk dan air mineral.
Kelvin yang sudah siap sarapan, malah mengambil nampan milik Wilona dan melangkah keluar dari kamarnya.
Tok tok tok...
Wilona membuka pintu dengan cepat. Rambutnya diikat ke belakang, dan ia mengenakan piyama putih yang disediakan oleh hotel.
“Iya, Vin? Ada apa?” tanyanya heran.
Kelvin tak berkata apa-apa, hanya tersenyum dan langsung mengambil sarapan milik Wilona, membawanya ke kamarnya sendiri.
Wilona hanya terpaku di ambang pintu, menatap tingkah Kelvin yang tiba-tiba.
Kelvin kemudian kembali, meraih tangan Wilona dan mengajaknya masuk.
“Sarapan bareng ya…” katanya sambil tersenyum lebar.
Di dalam kamar, Kelvin mempersilakan Wilona duduk di sofa. Mereka menyantap sarapan bersama, duduk sangat dekat hingga tak ada jarak di antara mereka.
Sesekali mereka tertawa karena percakapan ringan. Di tengah momen itu, Kelvin memandangi wajah Wilona yang masih terlihat memesona bahkan tanpa riasan.
Ia menyender ke sofa, memejamkan mata sejenak, lalu kembali menatap Wilona. Tangannya mengelus rambut gadis itu dengan lembut.
“Waktu pertama kali aku lihat kamu di mall itu… aku langsung terkecoh sama rambut hitam kamu, Wil.”
Wilona menoleh sambil memasukkan potongan kecil buah melon ke mulutnya.
“Tapi waktu itu kamu masih sama Viona. Masa iya bisa langsung suka sama perempuan lain?”
Kelvin mengangkat tubuhnya dari sandaran sofa, menatap Wilona dengan serius.
“Sebenarnya, hubungan kami udah retak. Kami jarang komunikasi. Aku tahu, perasaan itu kalau nggak dirawat … bisa hilang.”
Wilona menyipitkan mata, menyelidik.
“Kamu nggak bakal gitu juga ke aku kan?"
Kelvin mengelus pipinya, menatap mata Wilona dalam-dalam.
“Nggak akan. Aku tahu aku orang paling beruntung sekarang. Punya kamu aja udah lebih dari cukup.”
Wilona tertunduk malu, senyum mengembang sambil memasukkan potongan buah lain ke mulutnya.
Setelah sarapan, Wilona berdiri dan berjalan ke balkon kamar Kelvin. Angin laut menerpa wajahnya saat ia memandangi pantai dari kejauhan.
Kelvin berdiri pelan-pelan, menghampiri Wilona dari belakang, dan memeluknya. Ia menyandarkan dagunya di bahu gadis itu.
Pagi itu pun menjadi pagi yang penuh ketenangan, sehangat matahari pantai yang mulai naik ke langit.