" kita ngomong pake bahasa kalbu sayang" ucapnya dengan tangan terulur memegang dagu ku, " cup" sekali lagi Adi Putra mencium bibirku.
Biar sekilas aku sudah seperti orang mabok minum tuak tiga jerigen, " kamu nggak bisa menolak sayang" katanya masih menghipnotis.
Aku seperti kembali tersihir, habis-habisan Adi Putra melumat bibirku. Herannya walau tidak mengerti cara membalas aku malah menikmati kelembutannya.
" Hey... son belum waktunya" suara teguran itu membuat Adi Putra berhenti m3nghi$4p bibirku, sedang aku tegang karena malu dan takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ELLIYANA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#9 Deg-degan
Back to Tiara.
Dasar mas Adi, setelah mas Adi keluar Aku cepat cepat mengunci pintu sungguh sial rasanya, entah lah abis ini rasaku. aku nggak berani keluar dari kamar ini apalagi bertemu mas Adi mau di Taruh di mana mukaku, Malu banget rasanya baru sekali kerumah orang kok aku dapat apes mana mas Adi sempat liat semuanya.
Ihh... Ya Allah rasanya aku pengen ngilang aja dari muka bumi, bagaimana kalau aku pulang aja, tapi bagaimana rok ku sudah basah masa iya aku pulang pake rok basah
Ya Allah kalau aku pulang harus kasih alasan apa sama Vega dan iren, masa iya aku ngadu soal mas Adi tadi. Huh...aku benar benar seperti makan buah si simalakama.
Dengan perasaan nggak menentu aku ambil baju yang di pinjam kan Vega. begitu ku sentuh bahan bajunya begitu lembut, kayak nya kalau di pake enak. emang lah kalau orang kaya mah beda, tapi kekagumanku seketika berganti dengan kekesalan, gimana nggak kesal setelah ku lihat secara keseluruhan ternyata itu baju seksi banget. mana berani aku make nya.
Saat itu juga rasa kesal kembali menguasai diri, nggak mungkin dia lupa bagaimana fashion yang aku pake tiap hari.
Dasar iren sama Vega nggak punya akhlak, mataku panas, aku sedih kayak orang dikhianati apes bener nasib ku.
Dengan perasaan kecewakan aku lempar baju itu di tempat tidur, bajunya kurang bahan biar di kata cantik modis mahal tetap kalau yang kayak gitu aku nggak mau pake meskipun di paksa cukup aku kecolongan dengan mas Adi.
Apa mereka pikir aku manekin, kalau manekin mah udah biasa di pajang di depan toko mau pake apapun ya nggak apa-apa karena dia cuma patung. Lah kalau aku yang make apa nggak semua mata ngira aku ini perempuan nggak bener.
Aku ngomel ngomel sambil nangis, aku duduk sambil menggerutu juga menghujat iren juga Vega, " Tok...tok...Ra lu udah siapa belum" tanya iren di depan pintu, aku dengar tapi aku sengaja nggak buka.
Bagaimana pun aku kesal sama dia, semua gara-gara iren. Coba kalau benar di rumahnya aku pasti nggak ngalamin hal yang memalukan kayak tadi, tapi kalian tahu lah model iren. Dia terus ketuk pintu sambil jerit jerit kayak orang kesurupan, lama lama aku nggak sampe hati juga, dengan malas akhirnya aku buka juga.
" Ya Tuhan Tiara lo kok masih andukan?" tanya di begitu pintu terbuka.
Tampa menjawab aku berbalik, " Lo kenapa?, nggak cocok ama bajunya ya?" tanya tiara udah kayak cenayang yang bisa baca isi fikiran orang.
Aku cuma ngangguk membenarkan pertanyaan Iren, " Yaudah sebentar aku minta gaun lain sama Vega" katanya langsung ambil itu baju bawa keluar.
Entahlah aku nggak tahu harus berbuat apa, pertama aku rasa risih karena nggak pernah nginap di rumah orang. Kedua kembali bertemu mas Adi, entah aku harus bersyukur atau apa aku juga nggak ngerti dan yang ketiga Vega ngasih aku baju seksi mana pernah aku berpakaian se seksi itu.
" Tiara coba pake ini" Iren balik lagi dengan satu gaun warna merah maroon.
Aku mengambil gaun itu dari tangan Iren, gaun itu berlengan panjang tapi tetap terbuka di bagian bahu sungguh bikin aku merasa makin nggak cocok kalau memakai nya.
" Udah cepetan pake nggak usah banyak mikir nanti gue bantuin pasang jilbabnya" Iren malah nyuruh aku buru-buru sebelum mendengar pendapatku.
Aku terlanjur nggak mood, " Ren kayaknya aku nggak ikut deh " putus ku bangkit dari tepi ranjang.
" kenapa?" tanya Iren menatapku.
" Nggak kenapa aku cuma meles aja" alasanku.
Iren menatapku kali ini lebih intens seperti sedang menyelami perasaan ku, " Ihh ..jangan gitu dong Tiara, lo nggak asik banget...ini mungkin pertemuan terakhir kita " kata Iren suaranya sedikit tinggi udah kayak tau bakal nggak ketemu lagi.
"udah Lo nggak usah kebanyakan mikir, sekarang Lo pake gaun ini ntar gue bantuin pasang hijab biar nggak keliatan banget seksinya" ucap Iren seperti Ibu-ibu nyinyir di pasar bikin aku kehabisan kata-kata nolak juga seperti nya percuma.
Gara gara Iren alhasil aku jadi pergi ke pesta, Vega begitu cantik dengan drees pink selutut mana model rambut nya di kepang dua Vega persis anak SMA, akhirnya dengan langkah terpaksa aku mengikuti Iren dan Vega namun kemudian begitu sampai di garasi aku harus di hadapkan dengan kehadiran mas Adi yang ternyata ikut dan jadi supir pula.
Aku merasa berada di posisi yang mentok nolak nggak bisa apalagi kabur pasti mustahil, dengan segala keterpaksaan Aku nurut saat Vega dan iren meminta ku duduk di depan di samping mas Adi sedang mereka berdua duduk di bangku belakang.
" udah siap!?" tanya mas Adi ketika kami semua udah masuk ke dalam mobil.
" Langsung tancap gas kak" jawab iren dengan gaya centil nya, pas mas Adi melihat ke aku. Aku hanya mengangguk dengan perasaan campur aduk.
" Yaudah kita berangkat " kata mas Adi sempat sempatnya mengedipkan mata sengaja menggodaku.
Ku rasa mukaku panas, aku sengaja buang muka lihat keluar jendela mobil. Mas Adi paling pintar bikin deg degan.
Di tengah perjalanan Iren sibuk ngobrol dengan Vega keduanya cekikikan nggak jelas, sedang aku dan mas Adi cuma diam paling sesekali melirik satu sama lain.
Kurang lebih hampir satu jam akhirnya kami sampai di tempat tujuan, Iren dan Vega kayak orang nggak punya perasaan ninggalin gitu aja entah mereka lupa atau mungkin sengaja memberi ruang untuk aku dan mas Adi yang jelas aku kecewa dengan mereka.
Tinggallah aku dan mas Adi sedang Vega dan iren jangan di tanya, " turun yuk sayang" kata mas Adi bikin tubuh ku rasanya panas dingin sekalian kesel dengan panggilan sayang yang lagi-lagi di ucapkannya
Ngapain coba manggil sayang sayangan, bukan nggak suka cuma aneh aja dulu waktu kami dekat aja mas Adi nggak pernah panggil sayang. Eh...salah guys dulu pernah tapi ya cuma beberapa kali tidak intens kayak malam ini.
Entah lah nggak enak aja dengernya kalau bener sayang kenapa dulu langsung ngilang nggak ada kabar setelah nyuri ciuman pertamaku.
" Mas nggak usah manggil sayang lagi lah" kataku.
" Kenapa?" tanya mas Adi mendekat, mukanya pas didepan mukaku dan itu hanya berjarak beberapa Senti. Aku menahan nafas rasanya dadaku mau meledak entah sengaja mas Adi berbuat begitu aku sampe pejamkan mata.