"Usia itu hanya perihal angka. Meskipun gue lebih muda daripada lo, selama bisa bikin lo bahagia, kenapa nggak jadi pacar gue aja?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Seisi sekretariat dikejutkan dengan kedatangan Raka. Mana tau ketua PMR yang biasanya enggan mencampuri urusan orang lain kini datang bak pahlawan dunia persilatan. Deru nafasnya terlihat berat seolah tengah bersiap memuntahkan semua amarahnya.
"Gue nggak pernah menduga kalau lo bakal sebejat ini."
Kerah baju Bian menjadi saksi betapa murkanya Raka saat itu. Bukan hanya dipenuhi dengan cengkeraman tapi sudut bibirnya mulai bonyok setelah Raka memukul beberapa kali. Gadis-gadis beringsut mundur, seolah merelakan Bian untuk Raka habisi sampai puas.
"Lengser aja lo!"
Raka membawa Abel keluar dari sana, disaksikan Dinda dan geng Dita yang sebelumnya sudah menaruh benci. Oh, kejadian ini sama persis dengan salah satu adegan di dalam novel romansa. Terlihat romantis tapi tidak diharapkan terjadi di dunia nyata.
"Cla, Cla, itu cowok lo, 'kan?"
Clarista sempat menaruh cemburu, tentu saja, apalagi Raka jarang sekali terang-terangan bergandengan dengannya di tempat umum. Namun, begitu menyadari situasi sebenarnya—tubuh Abel gemetar parah— Clarista memilih diam saja.
"Diapain dia sama Bian?!" Dito mendekat dengan tatapan tak kalah tajam. Urat lehernya mulai terlihat, mungkin disenggol sebentar saja pertikaian akan langsung pecah. "Nggak bisa jawab pertanyaan gue, lo?!"
"To, udah," ujar Anjani.
"Siapa yang berani nyakitin Abel, itu artinya dia lagi cari mati sama gue."
Dito bergegas ke tenda sekretariat. Belum sempat masuk, namun ia sudah melayangkan pukulan mematikan karena Bian tengah keluar saat itu. Tindakan Dito membuat gadis-gadis menjerit, tak sedikit yang beringsut mundur karena Dito semakin membabi buta setelah itu.
"Dito, udah! Lo mau matiin anak orang, hah?!"
Anjani menariknya pergi. Seluruh tubuhnya juga gemetaran setengah mampus. Terbiasa melihat Dito slengean, sedikit membuat Abel kelabakan menghadapi sisi Dito yang satu ini.
"Sekali lagi lo nyakitin Abel, habis lo sama gue."
Bian terkapar. Beberapa sudut wajahnya mulai lebam-lebam hasil pertikaian tanpa balasan itu. Alih-alih segera bangkit, ia justru terbaring lebih lama seolah agenda jelajah medan dan semua orang yang ada di sana sama sekali tidak penting.
Begitu bertemu dengan Abel, Dito kontan menariknya dalam pelukan. Sebelumnya ia memang sibuk mengatur barisan sampai tidak menyadari kalau sahabat sekaligus adik kecilnya hampir dinodai oleh seseorang.
"Ditooo."
"Maaf. Maaf. Maaf. Seharusnya gue sama Anjani datang lebih cepat."
Abel semakin gencar menangis. Kali ini bukan hanya meledakkan rasa takut melainkan rasa sedih atas segala penolakan yang Laksa lakukan. Semua perasaan itu bercampur menjadi satu, bahkan hangat jaket Laksa tetap tak mampu menghangatkan sikap dingin itu.
Anjani ikut memeluk di belakang mereka. Air matanya juga enggan terbendung seolah apa yang menimpa Abel terjadi padanya juga.
"Abel, maaf. Maafin gue karena kurang sigap menangani kesulitan lo."
Laksa menyaksikan peristiwa itu. Bagaimana Abel gencar mengeratkan tangannya pada sisi baju Dito atau orang-orang yang mulai bergosip dengan suara kencang. Tapi alih-alih segera membantu, ia justru terpaku di tempat, mengabaikan celotehan Abi yang memaksanya datang menghibur.
"Lak, samperin dulu. Siapa tau Abel bisa lebih tenang kalau lo ada di sekitar dia." Dipa menepuk pundak Laksa dengan senyum tipis. "Tadi lo juga sempat kasar sama dia, 'kan? Nggak suka sama dia, boleh, tapi lo harus ingat, mau gimana pun Abel tetap perempuan."
"Ambil alih komando. Siap, grak!"
Suara Rezza yang terdengar lewat pengeras suara berhasil menarik perhatian. Di depan sana, ia menatap dengan wajah tegas, sama seperti yang diharapkan dari wakil ketua OSIS.
"Untuk mempersingkat waktu, izinkan kami memaparkan kegiatan pada hari ini. Kita akan melakukan jelajah medan sesuai rute yang telah ditentukan oleh kakak OSIS. Masing-masing pos terdapat misi khusus, di mana hasil akhirnya nanti akan menentukan kemenangan. Bendera emas yang telah dipasang di tempat tertentu akan menambah 100 poin, so pastikan kalian menemukannya juga. Bawa air minum masing-masing, diperkenankan membawa makanan dengan catatan semua sampah dibawa kembali ke tenda perkemahan. Apakah ada pertanyaan lain?"
"Kalau bawa makanan harus melewati pengecekan dulu dong, Kak?"
"Untuk mempersingkat waktu, pengecekan tidak akan dilakukan. Tapi jika kami menemukan sampah di sekitar area jelajah medan, hukuman khusus siap menyambut kalian."
"Kak, Kak, ada bocoran buat misi setiap pos nggak?"
"Secara garis besar akan menguji kerja sama dan kekompakan kalian, sisanya sudah dipastikan akan menyenangkan."
"Ada guling-guling di dalam lumpur nggak, Kak?"
Rezza terkekeh kecil.
"Panjat pinang pun ada. Pastikan teman-teman kalian dalam keadaan sehat, misal ada yang kurang enak badan silakan lapor ke tenda PMR untuk penanganan. Dilarang pura-pura sakit kalau nggak mau gue cantelin ke gapura depan."
"Ahahah, siap!"
"Pemberangkatan tim akan dimulai dari arah timur. Untuk Gugus Rubah 1, ambil alih komando. Semuanya, siap grak! Balik kanan, maju jalan."
Satu persatu kelompok mulai meninggalkan lapangan, termasuk kelompok Laksa. Saat itu, hanya menyisakan beberapa anggota OSIS dan anak-anak yang kebagian menjaga tenda.
"Kita kesampingin masalah tadi dan fokus ke tugas masing-masing. Kalau ada yang bikin masalah lagi, bicara empat mata sama gue habis eval nanti," ujar Rezza. Ia edarkan perhatian ke teman-teman yang tersisa, hela nafas berat diam-diam lolos dari bibirnya.
"Abel butuh pendampingan atau udah bisa ikut tugas?"
"Gue nggak apa-apa, tapi mungkin mau bareng Anjani atau Dito aja."
"Oke. Gue taruh lo sama Jani, Chandra gantiin Abel jaga pos lima."
"Siap."
"Gue harap kejadian kayak tadi nggak pernah terulang lagi."
Rezza bergegas pergi, mengabaikan Bian yang baru saja keluar dari tenda PMR dengan wajah babak belur. Abel dan sisa anggota lain juga tak mengatakan apa-apa, seolah Bian tidak pernah ada di antara mereka.
"Gue sama Raka mau keliling. Usahain hapenya nggak mati di tengah jalan," ujar Dito. Dia sempat menepuk puncak kepala Abel sebelum pergi. "Lo juga, Jan. Gue nggak mau denger kabar buruk dari kalian berdua."
Abel masih tak mau mengatakan apa-apa, alhasil perjalanan mereka terasa lebih sepi. Dalam keheningan itu, ia tak sengaja menemukan sesuatu di antara bebatuan. Warnanya agak sedikit kusam karena bercampur dengan debu, namun masih dalam kondisi terbaik.
"Gelang?" Anjani menatap Abel dengan horror, "taruh lagi anying! Kalau itu gelang mistis terus lo kenapa-napa setelah ambil gelangnya gimana?"
"Enggak."
"Bel, jangan ngeyel deh! Gue takut sama orang kesurupan elah, lo mau bikin gue jejeritan, ya?"
Abel terkekeh pelan, tapi tetap mengantongi gelang itu.
Mungkin ini bisa mengubah kita kedepannya.
bikin deh deg deg gtu😂🤗
baper emak Thor, baper.....
laksaaaaa oh laksaaaa....
aku padamu pokoknya🤭😂
tanggung jawab, bikin cengar cengir aja kalian bedua nich....
gemessss, padahal mah emak2 udah diri ini, tp baca laksa sm Abel berasa balik jd abgeh lagi😂😂
tp dah bikin diriku cengar cengir guling2.... 🤭🤣
gk kuat sm gombalannya gembel...
laksa mah so cool, aslinya cengar cengir guling2 dalam hati.... 🤣🤣
kayak flashback ke jaman putih abu2 lagi pas bacanya.....
bagus ceritanya🤗
dingin dingin nya si laksa ini kayak es krim, bikin meleleh..... 🤣🤣🤭🤭🤗🤗