Sebuah perjodohan tanpa cinta, membuat Rosalina harus menelan pil pahit, karena ia sama sekali tidak dihargai oleh suaminya.
Belum lagi ia harus mendapat desakan dari Ibu mertuanya, yang menginginkan agar dirinya cepat hamil.
Disaat itu pula, ia malah menemukan sebuah fakta, jika suaminya itu memiliki wanita idaman lain.
Yang membuat suaminya tidak pernah menyentuhnya sekalipun, bahkan diusia pernikahan mereka yang sudah berjalan satu tahun.
Akankah Rosalina sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan sang suami, atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilma Naura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perilaku tidak pantas.
Rosalina sempat menahan nafasnya ketika melihat sosok Tania yang sedang berdiri didepan pintu rumahnya. Namun, ia segera menguasai diri dan berusaha bersikap ramah, meskipun rasa penasaran berputar-putar di dalam dadanya.
"Tania! pagi-pagi sekali kamu sudah datang kemari, ada apa ya? Tapi, ayo silahkan masuk dulu," ucap Rosalina dengan senyum tipis yang dipaksakan.
"Eh, makasih Lin. Aku nggak usah masuk deh kayaknya. Karena aku datang kemari hanya sebentar saja kok." jawab Tania cepat, lalu tanpa banyak basa-basi ia langsung menanyakan sesuatu yang membuat Rosalina semakin terkejut.
"Eh, Lina! Mas Handrian ada nggak? Soalnya aku mau menyuruh dia memeriksa laptopku sebentar. Soalnya ada beberapa file yang bermasalah. Mungkin Mas Handrian bisa mengaturnya ulang."
Mendengar alasan yang keluar dari bibir Tania, tatapan Rosalina menjadi beku sesaat, mulutnya hampir saja tidak sanggup bergerak. Namun ia berusaha menahan gejolak yang mulai menguar didalam dadanya.
"Laptopmu?" tanya Rosalina pelan. Ia berusaha menahan nada suaranya agar tetap terdengar biasa saja.
"Memangnya kenapa harus Mas Handrian? Kenapa tidak kamu bawa ke tempat servis atau orang yang memang ahlinya dalam soal itu?"
Pertanyaan itu keluar begitu saja, bukan karena ia berniat untuk menyinggung perasaan Tania. Melainkan karena rasa ingin tahunya yang kian mendesak dan ia juga merasa seperti ada sesuatu yang aneh.
Dan pertanyaan Rosalina itu membuat Tania sempat terdiam sejenak, seolah ia sedang mencari jawaban yang tepat.
Senyum manis yang terukir dibibirnya pun kini mulai berkurang, sehingga ia pun menjawab...
"Iya sih, bisa aja laptopnya aku bawa ke tempat servis. Cuma aku fikir... ya siapa tahu Mas Handrian bisa membantu memeriksanya. Kan lumayan kalau bisa beres, jadi aku tidak perlu repot keluar."
Belum sempat Rosalina bertanya lebih jauh lagi, tiba-tiba saja langkah kaki terdengar dari arah ruang makan. Dan Handrian pun muncul dengan wajah yang masih sedikit lelah, tapi matanya langsung tertuju pada Tania yang saat itu berdiri di depan pintu.
"Ada apa ini?" tanya pria itu dengan suara yang terdengar datar, namun jelas.
Tania yang melihat kehadiran pria itu pun segera menyambutnya dengan ekspresi wajah cerah.
"Ya ampun Mas, pas banget! Aku tadi mau minta tolong, soalnya laptopku terdapat beberapa file yang bermasalah dan juga tidak bisa dibuka. Mas Handrian bisa tolong memeriksanya nggak? Soalnya file-file itu penting banget untuk pekerjaanku."
Rosalina yang sedang berdiri di samping pintu, menatap keduanya secara bergantian. Dadanya mulai terasa sesak dan seakan-akan ada sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Pertanyaan yang baru saja ingin ia lontarkan pada Tania, kini malah tertelan kembali karena kehadiran Handrian.
Sementara itu, Handrian sendiri menatap kearah Tania selama beberapa detik, lalu kemudian ia menoleh sekilas ke arah Rosalina yang wajahnya masih sulit untuk dibaca. Ada jeda yang cukup panjang sebelum akhirnya pria itu pun menjawab.
"Memangnya, laptopmu itu ada kamu bawa sekarang?" tanyanya singkat.
Tania pun langsung mengangguk cepat.
"Iya, ada Mas, di mobil. Aku ambil dulu ya?"
Tanpa menunggu izin dari Handrian atau pun Rosalina, Tania langsung berbalik dan berlari kearah mobilnya. Sementara itu, Rosalina hanya bisa menunduk sejenak sambil menahan gejolak didalam dadanya yang semakin sulit untuk ia bendung.
Tangannya mencoba meremas dengan erat ujung bajunya sendiri.
Handrian menatap kearah istrinya itu dalam beberapa menit, lalu kemudian ia pun bertanya.
"Kenapa kamu diam saja, Lina?" tanyanya dengan nada yang sulit ditebak, dan seolah dirinya tahu jika ada sesuatu yang berusaha dipendam oleh istrinya itu.
Namun Rosalina hanya menggeleng pelan, meski dalam hatinya ingin sekali ia meluapkan semua pertanyaan yang kini sedang bergelayut.
Tidak lama kemudian, Tania pun kembali berjalan kearah mereka sambil membawa sebuah laptop berwarna hitam di tangannya. Senyumnya kembali mengembang, seolah-olah kedatangannya pagi itu sangatlah wajar, dan sama sekali tidak berniat untuk mengganggu siapapun.
"Ini, Mas. Laptopnya," ucap Tania sambil menatap kearah Handrian yang berdiri disamping Rosalina.
Handrian pun mengangguk lalu sedikit memberi isyarat dengan tangannya. "Masuk saja, Tania. Taruh laptopmu itu dimeja ruang tamu. Biar aku periksa."
Tania pun mengikuti arahan itu dan ia segera masuk kedalam rumah Handrian dan Rosalina, kemudian ia meletakkan laptopnya itu diatas meja.
Handrian pun segera duduk di kursi ruang tamu seraya membuka laptop tersebut, dan kemudian ia mulai menekuni layar dengan wajah serius.
Sedangkan Rosalina masih berdiri terpaku di dekat pintu, tatapannya lurus menatap kearah teman dan juga suaminya itu dengan tatapan tanpa ekspresi.
Tiba-tiba saja suara Handrian terdengar dan memecah keheningan.
"Lina… kok dari tadi kamu malah bengong dan hanya berdiri di situ saja? Memangnya kamu tidak berniat untuk memberi Tania sekadar minum?" Tanya Handrian. Pertanyaannya itu lebih terdengar seperti sebuah teguran halus yang cukup menusuk dihati Rosalina.
Rosalina pun menjadi terdiam sejenak. Lalu, dengan langkah berat ia pun berbalik menuju kearah dapur. Tangannya yang terasa gemetar entah karena apa, mencoba mengambil teko. Lalu menuangkan air panas dan membuat dua cangkir teh hangat.
Selama ia sedang berada didapur, fikiran Rosalina terus berputar, dan ia merasakan sedikit rasa perih dihatinya saat melihat keakraban Tania dengan Handrian.
Hingga beberapa menit pun telah berlalu, dan ia telah selesai membuat dua cangkir teh hangat. Dan kini, cangkir-cangkir itu ia letakkan diatas nampan kecil, lalu Rosalina pun mengangkat nampan itu untuk kembali berjalan keruang tamu.
Wanita berparas cantik dan berambut panjang itu, mencoba mengatur nafasnya agar dirinya kembali terlihat tenang. Namun saat langkahnya hampir saja sampai ditempat dimana Handrian dan Tania sedang duduk, seketika itu juga bola matanya terbelalak lebar.
Pandangannya langsung terpaku pada sebuah pemandangan, yang terasa menusuk dadanya seperti tusukan sebuah belati. Karena saat itu juga ia menatap tangan Tania yang sedang membelai lembut paha Handrian. Sedangkan suaminya itu juga duduk dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari Tania.
Gerakan tangan yang dilancarkan oleh sahabatnya itu dipaha sang suami terlihat sangat pelan, seolah dirinya sengaja ingin memancing sesuatu yang ada pada laki-laki itu.
Rosalina nyaris menjatuhkan nampan yang ia bawa. Dan saat itu juga jantungnya berdegup dengan sangat kencang.
Sementara itu, Tania yang menyadari keberadaan Rosalina pun terlihat terkejut, dan ia buru-buru menarik tangannya yang berada diatas paha Handrian. Kemudian ia berpura-pura merapikan rambutnya yang memang terlihat sedikit berantakan.
"Oh, Lina… waaah, kebetulan sekali. Kamu bawa teh hangat ya? Pas banget," ucap Tania santai, seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
Dan dengan tangan yang masih terasa gemetar, Rosalina pun meletakkan nampan yang berisi cangkir teh diatas meja, lalu ia menatap wajah suaminya yang terlihat biasa-biasa saja, seakan-akan tadi tangan Tania tidak sempat singgah ditubuh pria tampan itu.
Merasa terus diperhatikan oleh istrinya, Handrian pun menatap kearah Rosalina sambil berkata...
"Kamu kenapa sih, Lina? Kenapa kamu menatapku seperti orang yang ingin menerkam seperti itu?
Bersambung...