Winarsih, seorang gadis asal Jambi yang memiliki impian untuk bekerja di ibukota agar bisa memberikan kehidupan yang layak untuk ibunya yang buruh tani dan adiknya yang down syndrome.
Bersama Utomo kekasihnya, Winarsih menginjak Jakarta yang pelik dengan segala kehidupan manusianya.
Kemudian satu peristiwa nahas membuat Winarsih harus mengandung calon bayi Dean, anak majikannya.
Apakah Winarsih menerima tawaran Utomo untuk mengambil tanggungjawab menikahinya?
Akankah Dean, anak majikannya yang narsis itu bertanggung jawab?
***
"Semua ini sudah menjadi jalanmu Win. Jaga Anakmu lebih baik dari Ibu menjaga Kamu. Setelah menjadi istri, ikuti apa kata Suamimu. Percayai Suamimu dengan sepenuh hati agar hatimu tenang. Rawat keluargamu dengan cinta. Karena cintamu itu yang bakal menguatkan keluargamu. Ibu percaya, Cintanya Winarsih akan bisa melelehkan gunung es sekalipun,"
Sepotong nasehat Bu Sumi sesaat sebelum Winarsih menikah.
update SETIAP HARI
IG @juskelapa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Duduk Persoalan
"Panggil mamamu Dean," pinta Pak Hartono pada anaknya.
Dean mengeluarkan ponsel dari saku dan langsung menekan nomor 4 pada ponselnya itu.
Bu Amalia yang sedang berada di kamar muncul kemudian di ruang kerja dengan wajah yang tak bisa disembunyikan keterkejutannya.
"Ada apa Pa? Kapan datang--" tanya Bu Amalia dengan kalimat yang tak selesai.
"Mama duduk dulu. Tadi sore papa baru terima telfon dari Disty yang bilang kalau Dean selalu menghindar tiap diajak bertemu. Disty menginginkan pernikahan ini dipercepat. Katanya dia telah menunjuk wedding organizer," terang Pak Hartono secara singkat pada Bu Amalia.
"Gimana Dean? Kamu kok diem aja? Kamu juga ngomong dong," ujar Disty pada Dean yang masih duduk di tempatnya semula.
Dia bahkan tak ada menyambut kedatangan Disty tadi. Pikirannya terpusat pada apa yang dikatakan papanya.
"Aku nggak tau mau ngomong apa. Enggak untuk sekarang," jawab Dean.
"Liat ni, kamu pasti suka. Ini persis seperti yang selalu aku bilang ke kamu. Aku mau pernikahan yang seperti ini. Tanggal technical meeting-nya ada di situ. Kamu harus dateng," ucap Disty meletakkan sebuah map dengan tulisan Dean & Disty Technical Meeting by Sugarpie Wedding.
"Aku nggak ngerasa bakal nikah dalam jangka waktu dekat ini. Kamu bawa lagi aja map itu," tukas Dean dengan suara tinggi.
"Yakin? Kenapa nggak ngomong di depan orang tua kamu kita udah ngapain aja? Apa perlu video itu aku putar di hadapan mereka agar kamu nggak lari dari tanggungjawab?" sengit Disty.
Pak Hartono diam bersandar ke kursi dengan memijat-mijat dahi mendengarkan keributan di depannya.
"Mama nggak mau ribut-ribut. Tolong jangan ribut-ribut. Dinding juga bisa bicara sekarang!" pekik Bu Amalia.
"Dean! Sebentar lagi mama pasti mati kalau begini terus," sungut Bu Amalia.
"Kayaknya keluarga kamu akan berbicara serius malam ini. Aku pulang dulu. Jangan lupa kamu liat-liat isi map itu." Disty bangkit mengenakan tasnya.
"Saya permisi pulang dulu, Bapak dan Ibu Hartono. Sampai ketemu lagi calon suami," ucap Disty seraya tersenyum dan meninggalkan ruangan.
Setelah Disty keluar ruangan, Pak Hartono mengambil ponselnya dan mencari nama Irman di panggilan keluar.
"Halo Man? Tolong pastikan ya, oke." Pak Hartono menutup teleponnya.
"Kata Irman sudah pergi. Kamu membelikan mobil apa untuk wanita itu De? Sebuah sedan Eropa merek terbaru?" tanya Pak Hartono santai.
"Bukan Pa," Dean menjawab perkataan Pak Hartono dengan pikirannya melayang ke sebuah sedan hitam pabrikan negeri Sakura keluaran terbaru yang dihadiahinya kepada Disty tahun lalu.
"Berarti sedan mewah yang dipakainya ke sini bukan dari kamu," ujar Pak Hartono yang membuat alis Dean terangkat.
"Tolong telepon ke dapur Ma, buatkan papa teh bunga. Papa pengen minum," perintah Pak Hartono pada Bu Amalia yang langsung pergi menuju pesawat telepon di sudut ruangan.
"Dean, kamu ingat waktu papa bilang melihat Disty masuk ke hotel dengan seorang pejabat?" tanya Pak Hartono.
"Ya Pa...."
"Awalnya papa mengira dia hanya seorang wanita mata duitan biasa. Tapi saat papa melihat dia pergi bersama gerombolan salah satu menteri yang ada kaitannya dengan perusahaan tambang papa, perasaan papa mulai nggak enak. Kalau Disty cuma mau uang, papa yakin kamu memberikannya lebih dari cukup. Papa tau kamu Dean."
"Maksud Papa?"
"Kamu sudah selidiki tunanganmu itu? Siapa mantan pacarnya? Siapa yang sering ditemuinya? Dan apa video yang digunakannya untuk mengancam kamu itu ada atau tidak?"
"Sudah Pa, tapi infonya belum banyak. Ada seorang pria yang memiliki perusahaan asing yang sering ditemuinya," ucap Dean.
"Itu pasti salah satu anak perusahaan Atmaja Grup. Pemiliknya adalah Dennis Atmaja. Seorang pria tua yang usianya hampir sama seperti papa. Dennis Atmaja-lah yang merawat Disty sebelum wanita itu berpacaran denganmu. Sekarang kamu ngerti kenapa Papa nggak pernah sudi dia menjadi istrimu?"
Dean hanya terdiam. Bu Amalia terperangah mendengar penuturan suaminya.
"Sekarang, Dennis Atmaja sedang melakukan pendekatan kepada kementerian melalui Disty. Fitnah bahwa perusahaan papa yang terlibat kasus sengketa lahan, pencemaran lingkungan hingga papa yang menyalahgunakan jabatan untuk merebut lahan yang harusnya milik negara. Masa jabatan papa di kementerian dua tahun lagi Dean, dan papa bisa digelandang ke penjara jika mereka bergerak lebih cepat dari Papa."
"Setelah papa cek dalam daftar transaksi 5 tahun terakhir yang dibantu oleh Winarsih, banyak perusahaan Atmaja Grup yang bertransaksi dengan perusahaan papa. Dengan nama perusahaan baru. Mungkin perusahaan antah-berantah yang tidak bisa ditemui di mana kantornya. Tapi papa sudah hampir menemui titik terang. Tapi untuk sekali ini saja, pertama dan terakhir. Dean bantu papa." Pak Hartono menoleh ke arah kanan tempat Dean mendengarkan perkataan papanya.
"Disty mungkin dijanjikan nantinya bakal bisa memiliki atau mengambil alih perusahaan tambang papa suatu hari nanti jika dia menjadi istrimu. Dennis Atmaja telah banyak mengajarinya. Mungkin kasus papa ini adalah wujud cinta Dennis Atmaja kepada Disty. Dia ingin meningkatkan taraf kehidupan wanita itu setinggi-tingginya." Pak Hartono tersenyum sembari menggeleng-geleng.
"Kalau menikah baik-baik, dia sudah cantik dan berkelas seperti itu, kita bisa berbohong soal asal keluarganya. Mama nggak apa-apa Dean. Asal jangan ada skandal soal perusahaan dan jabatan papa. Kamu nggak mau papamu digugat kan? Bisa saja meski pada akhirnya papamu nanti dinyatakan tidak bersalah, tapi papamu pasti harus menanggalkan jabatan sebelum waktunya. Papamu tetap masuk penjara." Bu Amalia menangis.
"Mama kok jadi gitu ngomongnya? Papa ngggak akan dipenjara. Dean pengacara Ma, Dean juga sedang nyiapin tuntutan. Tapi Dean perlu waktu." Dean mengusap-usap punggung Bu Amalia yang menunduk di dekat meja kerja papanya.
"Tapi perempuan itu mau menikah dalam jangka waktu dekat ini, tolong papamu. Nikahi Disty bulan depan. Nikahi saja dulu. Buat pesta besar seperti apa maunya," pinta Bu Amalia sembari mendongak melihat Dean yang mengernyitkan dahi mengusap-usap punggung Mamanya.
TOK!! TOK!!
"Masuk," ujar Pak Hartono.
Winarsih masuk ke ruangan dengan senampan teh bunga di tangannya. Dean memandang wajah wanita itu sedikit terkejut karena mengira Tina-lah yang akan mengantarkan teh.
Apa Winarsih sempat mendengar hal yang dikatakan mamanya barusan?
Dean memperhatikan wanita itu lekat-lekat. Winarsih seperti baru saja membasuh wajahnya. Apa bekerja di ruangan itu membuatnya mengantuk hingga harus mencuci muka? Atau, apa Winarsih baru saja menangis?
"Win, malam ini kamu bisa kembali ke kamar kamu. Besok saja baru dilanjutkan lagi. Kepala saya sekarang masih pusing," ucap Pak Hartono.
"Baik Pak, ada lagi yang bisa saya bantu?" tanya Winarsih menatap lurus ke arah Pak Hartono.
"Sekarang itu aja."
"Baik Pak, saya permisi dulu." Winarsih menunduk dengan nampan yang berada di dekapannya.
Dean yang sejak tadi terus memandangnya tajam sedikit pun tak ditoleh wanita itu.
Tak sabar Dean ingin menyudahi percakapan yang dirasanya hampir membuat kepalanya meledak saat itu.
Dia benar-benar ingin menemui Winarsih saat itu juga.
To Be Continued......
Jangan lupa likes, comments yaaa...