NovelToon NovelToon
Godaan Kakak Ipar

Godaan Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Pembantu
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Bagi Luna, Senja hanyalah adik tiri yang pantas disakiti.
Tapi di mata Samudra, Senja adalah cahaya yang tak bisa ia abaikan.
Lalu, siapa yang akan memenangkan hati sang suami? istri sahnya, atau adik tiri yang seharusnya ia benci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 - Akad nikah

Matahari pagi menerangi apartemen penthouse dengan cahaya keemasan yang lembut. Hari ini adalah hari yang sangat istimewa, hari ketika Senja dan Samudra akan menikah secara resmi, meski dengan cara yang sangat sederhana dan tertutup.

Seminggu penuh dengan persiapan yang dilakukan dengan sangat hati-hati dan rahasia. Samudra mengurus semua dokumen pernikahan, surat izin poligami yang didapat dengan bantuan pengacara kepercayaannya, surat-surat yang dibutuhkan untuk akad nikah, dan tentu saja, mencari penghulu yang bersedia menikahkan mereka secara tertutup tanpa publikasi.

Pagi itu, Senja berdiri di depan cermin kamar utama dengan perasaan yang campur aduk. Dia mengenakan gamis panjang berwarna putih broken dengan hijab segi empat warna senada yang dililitkan dengan rapi. Makeupnya sangat natural, hanya bedak tipis, blush on soft pink, dan lipstick nude yang membuat wajahnya terlihat segar dan bercahaya. Tidak ada payet, tidak ada mahkota, tidak ada kemewahan. Hanya kesederhanaan yang tulus.

"Cantik," bisik Senja pada bayangannya sendiri sambil tersenyum tipis. "Ini hari pernikahanku."

Kalimat itu terasa surreal. Hari pernikahan yang diimpikan setiap gadis biasanya penuh dengan keluarga besar, teman-teman, dekorasi mewah, dan perayaan yang meriah. Tapi pernikahan Senja akan berlangsung dalam keheningan, hanya dengan beberapa orang saksi, di dalam apartemen yang masih terasa asing.

Tapi anehnya, dia tidak merasa sedih. Justru hatinya dipenuhi ketenangan dan keyakinan. Karena dia menikah dengan pria yang benar-benar mencintainya, bukan karena paksaan atau kepentingan lain.

Ketukan pelan di pintu membuat Senja menoleh. "Masuk."

Samudra melangkah masuk dengan penampilan yang sangat berbeda dari biasanya. Pria itu mengenakan kemeja putih polos yang dikancingkan rapi hingga kerah, celana kain hitam, dan peci hitam di kepalanya. Tidak ada jas, tidak ada dasi, tidak ada aksesori mewah. Hanya kesederhanaan yang tulus, sama seperti Senja.

"Kamu..." Samudra terdiam di ambang pintu, menatap Senja dengan mata yang berbinar kagum. "Kamu sangat cantik."

Pipi Senja merona mendengar pujian itu. "Mas juga tampan."

Samudra berjalan menghampiri dan berdiri di hadapan Senja. Tangannya terangkat, ragu-ragu, sebelum akhirnya menyentuh pipi Senja dengan lembut.

"Terima kasih," bisiknya dengan suara yang bergetar. "Terima kasih sudah mau menikah denganku meski dengan kondisi seperti ini."

"Aku yang harus berterima kasih, Mas," jawab Senja sambil memegang tangan Samudra yang ada di pipinya. "Mas sudah memberikan aku status yang jelas, identitas yang legal. Aku bukan lagi wanita yang harus bersembunyi."

Samudra menarik Senja ke dalam pelukannya, meski hati-hati agar tidak merusak hijab yang sudah tertata rapi. "Setelah hari ini, kamu adalah istriku. Secara resmi, secara legal, di hadapan Tuhan dan manusia. Tidak ada yang bisa mengubah itu."

Mereka berpelukan dalam keheningan, menikmati momen terakhir sebelum menjadi suami istri resmi. Di luar, Jakarta mulai ramai dengan aktivitas pagi hari. Tapi di dalam apartemen yang nyaman itu, waktu seolah berhenti hanya untuk mereka berdua.

Bunyi bel pintu memecah momen intim mereka. Samudra melepaskan pelukan dan menatap Senja dengan senyum yang penuh antisipasi.

"Mereka sudah datang," katanya. "Kamu siap?"

Senja mengambil napas dalam-dalam dan mengangguk. "Siap."

***

Di ruang tamu apartemen yang sudah ditata sederhana, tiga orang pria sudah menunggu. Pak Ustadz Hasan, seorang penghulu berusia sekitar lima puluhan dengan jenggot putih yang rapi dan jubah coklat, duduk di sofa dengan Al-Quran di pangkuannya. Di sampingnya duduk dua orang saksi, Pak Ahmad dan Pak Budi, rekan bisnis Samudra yang sudah berteman lama dan bisa dipercaya untuk menjaga kerahasiaan.

"Assalamualaikum," sapa Samudra sambil masuk ke ruang tamu dengan Senja di belakangnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab ketiga pria itu serempak sambil bangkit dari duduk.

Pak Ustadz Hasan menatap pasangan muda di hadapannya dengan senyum yang hangat. "Masya Allah, pasangan yang serasi. Samudra, ini calon istri keduamu?"

"Iya, Pak Ustadz," jawab Samudra sambil merangkul bahu Senja dengan lembut. "Ini Senja. Calon istri saya."

"Senja," Pak Ustadz Hasan menatap gadis itu dengan tatapan yang penuh kebijaksanaan. "Kamu yakin dengan keputusan ini? Menikah sebagai istri kedua bukan hal yang mudah."

Senja menatap mata Pak Ustadz dengan penuh keyakinan. "Saya yakin, Pak Ustadz. Saya mencintai Mas Samudra dan saya siap dengan konsekuensinya."

Pak Ustadz mengangguk puas. "Baiklah. Kalau begitu, kita mulai acaranya."

Mereka semua duduk dalam formasi yang sederhana. Samudra duduk di sofa berhadapan dengan Pak Ustadz, sementara Senja duduk di kursi di sampingnya dengan jarak yang sopan. Pak Ahmad dan Pak Budi duduk sebagai saksi di kedua sisi.

Tidak ada dekorasi pelaminan yang megah. Tidak ada bunga-bunga yang indah. Tidak ada kue pengantin yang bertingkat-tingkat. Hanya ruang tamu sederhana dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan kota Jakarta di pagi hari.

Tapi kesederhanaan itu justru membuat momen ini terasa lebih sakral, lebih bermakna, lebih tulus.

Pak Ustadz Hasan mulai membaca beberapa ayat Al-Quran dengan suara yang merdu dan khusyuk. Suaranya bergema di seluruh apartemen, menciptakan atmosfer yang sangat sakral. Senja memejamkan mata, mendengarkan setiap ayat dengan hati yang tenang.

Setelah selesai membaca ayat-ayat Al-Quran, Pak Ustadz menatap Samudra dengan serius.

"Samudra Wijaya," panggilnya dengan suara yang tegas namun lembut, "apakah kamu bersedia menikahi Senja Pratiwi dengan mahar berupa seperangkat alat sholat dan uang sejumlah sepuluh juta rupiah, dibayar tunai?"

"Saya bersedia," jawab Samudra dengan suara yang lantang dan penuh keyakinan.

"Apakah kamu bersedia untuk memperlakukan dia dengan baik, memberinya nafkah lahir dan batin, melindunginya dalam kondisi apapun, dan menjaganya sebagai amanah dari Allah SWT?"

"Saya bersedia," ulang Samudra, kali ini dengan suara yang sedikit bergetar karena emosi.

Pak Ustadz mengangguk puas kemudian menatap Senja. "Senja Pratiwi, apakah kamu menerima mahar yang telah disebutkan dan bersedia menjadi istri dari Samudra Wijaya?"

"Saya terima," jawab Senja dengan suara yang jelas meski tangannya gemetar di pangkuan.

"Dengan ini," kata Pak Ustadz sambil menatap kedua mempelai, "saya menikahkan dan mengawinkan Senja Pratiwi dengan Samudra Wijaya dengan mahar yang telah disebutkan, dibayar tunai."

Samudra menatap Senja dengan mata yang berkaca-kaca. "Saya terima nikahnya Senja Pratiwi dengan mahar yang telah disebutkan, dibayar tunai."

Pak Ustadz tersenyum lebar. "Sah."

"Sah," ulang Pak Ahmad dan Pak Budi sebagai saksi.

Keheningan sejenak menyelimuti ruangan sebelum Pak Ustadz melanjutkan. "Alhamdulillah. Sekarang kalian adalah suami istri yang sah di hadapan Allah dan manusia. Samudra, kamu boleh bersalaman dengan istrimu."

Samudra mengulurkan tangannya ke arah Senja. Gadis itu menerima uluran tangan itu dengan tangan yang gemetar. Ketika telapak tangan mereka bertemu, aliran listrik seolah mengalir, bukan lagi sentuhan yang terlarang, tapi sentuhan yang sah dan diberkahi.

"Assalamualaikum, istriku," bisik Samudra dengan senyum yang sangat lebar.

"Wa'alaikumsalam, suamiku," balas Senja dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya.

Pak Ahmad dan Pak Budi bertepuk tangan dengan gembira, memberikan ucapan selamat pada pasangan yang baru saja sah menjadi suami istri. Pak Ustadz Hasan memberikan nasihat pernikahan dengan penuh kebijaksanaan, tentang pentingnya saling menghormati, berkomunikasi dengan baik, dan selalu menjaga cinta dalam rumah tangga.

Setelah memberikan nasihat, Pak Ustadz bangkit dan memeluk Samudra. "Selamat, Nak. Semoga pernikahanmu diberkahi Allah dan langgeng sampai akhir hayat."

"Amin. Terima kasih, Pak Ustadz," jawab Samudra dengan tulus.

Pak Ustadz juga memberikan pelukan pada Senja. "Jadilah istri yang sholehah, Nak. Dan ingat, status istri kedua bukanlah aib. Yang penting adalah bagaimana kamu menjalani peran itu dengan penuh keikhlasan."

"Amin. Terima kasih, Pak Ustadz," bisik Senja sambil menahan tangis bahagia.

Setelah acara selesai, Samudra mengantarkan Pak Ustadz, Pak Ahmad, dan Pak Budi sampai ke lobby gedung. Senja ditinggal sendirian di apartemen dengan hati yang dipenuhi kebahagiaan yang meluap-luap.

Dia berjalan ke kamar dan menatap cermin. Wajahnya yang tadi hanya calon istri, sekarang adalah wajah seorang istri sah.

"Aku adalah Nyonya Samudra Wijaya," bisiknya sambil tersenyum. "Istri kedua, tapi istri yang sah."

Samudra kembali ke apartemen sekitar lima belas menit kemudian. Ketika dia masuk, Senja sedang duduk di sofa sambil menatap buku nikah yang baru saja diterimanya, bukti legal bahwa mereka adalah suami istri.

"Hey," sapa Samudra sambil duduk di samping Senja. "Lagi liat apa?"

"Buku nikah kita," jawab Senja sambil tersenyum. "Masih tidak percaya kalau sekarang aku benar-benar istrimu."

Samudra merangkul bahu Senja dan mencium keningnya dengan lembut. "Percaya dong. Sekarang kamu adalah Nyonya Senja Samudra Wijaya. Istriku yang sah."

Senja bersandar pada bahu Samudra, merasakan kehangatan dan keamanan yang selalu diberikan pria ini padanya. "Terima kasih, Mas. Terima kasih sudah memberikan aku identitas yang jelas."

"Sama-sama," bisik Samudra sambil mengelus rambut Senja yang masih tertutup hijab. "Sekarang kita adalah keluarga resmi. Apapun yang terjadi ke depannya, status kita sudah tidak bisa diganggu gugat lagi."

Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman, menikmati momen sebagai pasangan yang baru saja sah. Tapi di tengah kebahagiaan itu, Senja tiba-tiba teringat sesuatu.

"Mas," panggilnya sambil melepaskan sandaran.

"Hmm?"

"Aku mau kirim sesuatu ke Kak Luna."

Samudra menatap Senja dengan alis terangkat. "Kirim apa?"

Senja bangkit dan mengambil ponsel barunya, ponsel yang baru dibeli seminggu lalu dengan nomor yang belum diketahui siapa pun, termasuk Luna. Dia membuka kamera dan menatap Samudra dengan senyum yang berbeda dari biasanya, senyum yang ada hint perhitungan di baliknya.

"Aku mau kirim foto pernikahan kita ke Kak Luna," katanya dengan nada yang tenang tapi penuh determinasi.

Samudra terdiam sejenak. "Kamu yakin?"

"Sangat yakin," jawab Senja. "Dia harus tahu bahwa aku bukan lagi pembantu yang bisa dia injak-injak. Aku sekarang adalah istri sah suaminya."

Samudra tersenyum. "Oke. Tapi gimana caranya? Kalau kamu kirim foto wajah kita, nanti keluarga bisa tahu."

"Makanya," Senja mengambil posisi di depan jendela besar apartemen dengan pemandangan kota Jakarta sebagai background. "Kita foto dari belakang. Tidak kelihatan wajah, tapi jelas kalau kita baru akad nikah."

Samudra bangkit dan berdiri di samping Senja. Mereka berdiri berdampingan menghadap jendela dengan punggung menghadap kamera. Senja mengatur angle kamera agar terlihat jelas hijab putihnya, gamis yang rapi, dan tangan Samudra yang merangkul bahunya. Buku nikah dipegang oleh Senja di depan dada mereka, cukup jelas terlihat meski tidak bisa dibaca detailnya.

KLIK.

Foto terambil dengan sempurna. Senja membuka galeri dan menatap hasil foto itu dengan senyum puas. Foto itu menunjukkan sepasang pengantin yang baru saja menikah. Tidak ada wajah yang terlihat, tapi pesan yang ingin disampaikan sangat jelas.

"Sempurna," bisik Senja sambil membuka aplikasi WhatsApp di ponsel barunya.

Dengan jari cepat, dia mengetik nomor Luna yang sudah dihafalnya di luar kepala. Kemudian attach foto yang baru saja diambil.

Tidak ada caption. Tidak ada pesan. Hanya foto itu yang berbicara sendiri.

"Kamu benar-benar mau kirim?" tanya Samudra sekali lagi, memberikan kesempatan terakhir untuk Senja berubah pikiran.

Senja menatap mata suaminya dengan tatapan yang penuh keyakinan. "Sangat mau."

Jemarinya menekan tombol SEND.

Pesan terkirim.

Di suatu tempat di Jakarta, ponsel Luna bergetar dengan notifikasi pesan dari nomor yang tidak dikenal.

1
Ariany Sudjana
halo Luna, kamu Amnesia yah? merasa masih jadi istrinya Samudra?kalau memang masih jadi istrinya, kenapa kamu ga pernah perhatian sama suami kamu? malah kamu sibuk selingkuh sama Arjuna? kamu belum tahu saja kalau kamu dibohongi sama Arjuna
Ariany Sudjana
terima saja Luna, kamu sudah ditinggal Samudra, dan jangan harap senja akan mau kamu kendalikan. jadi ini hasil perbuatan kamu
Ariany Sudjana
kalau kata saya, senja kirim foto ke Luna, akan menambah masalah. kalau saya inginnya Luna yang tahu dengan sendirinya kalau Samudra sudah menikah lagi dengan senja, jadi infonya bukan berasal dari senja
Ariany Sudjana
semoga samudra langsung urus perceraian dengan Luna, dan menikah dengan senja, jadi status senja juga jrlas, sebagai istri satu-satunya samudra
Ariany Sudjana
kalau saya yah, lebih suka samudra cerai sama Luna dulu, apalagi senja sudah punya foto perselingkuhan Luna dan Arjuna, kalau sudah beres, baru senja menikah sama senja. aku sih ga suka yah, kalau senja hanya jadi istri kedua samudra, karena senja terlalu baik, harus jadi istri satu-satunya samudra
Ariany Sudjana
Luna egois sekali, inginnya dibela terus sama samudra, padahal Luna sendiri yang ga mau punya anak. jadi jangan salahkan samudra kalau akhirnya Luna ditinggal
Ariany Sudjana
salah kamu sendiri Luna, yang ga mau hamil, karena takut badan rusak. ya jelas keluarga samudra sudah ga respect sama kamu. ini mereka belum tahu saja kamu selingkuh dari samudra, kalau mereka tahu, habis kamu Luna
Ariany Sudjana
senja cerdas dan bermain cantik, sampai tiba saatnya semua bukti dikeluarkan dan Luna ga bisa berkutik
Ariany Sudjana
pas luna bilang kalau senja masih mau kerja di rumah, jangan bahas soal ayah lagi. harusnya senja jawab aku ga mau kerja di rumah ini lagi, kalau senja berani jawab seperti itu, ingin tahu jawabannya Luna seperti apa. sayangnya bukan itu jawaban senja
Ariany Sudjana
kapan yah samudra bisa tahu Luna selingkuh? supaya status Luna dan samudra juga jadi jelas, dan samudra bisa tahu apa penyebab Luna ga mau punya anak selama ini. tapi tolong jangan ada Luna menyiksa senja lagi, ga tega dan jangan ada Luna menjebak samudra pakai obat perangsang, supaya cerita ga muter-muter
Ariany Sudjana
bagus samudra, harus tegas sama Luna, karena semua hanya modus. aduh, kapan yah samudra tahu yang sebenarnya, kalau Luna selingkuh sama Arjuna? supaya jelas, dan samudra harus melindungi senja juga, supaya tidak jadi sasaran kelicikan Luna dan Arjuna
Ariany Sudjana
semoga samudra lekas tahu bahwa Luna selama ini selingkuh dari samudra, dan selama ini hanya ingin harta samudra saja. dan setelah samudra tahu yang sebenarnya, jangan sampai senja yang jadi sasaran Luna, kasihan senja dan samudra, ga tega lihatnya selalu jadi sasaran kemarahan Luna , yang sudah ga waras
Ariany Sudjana
eh Luna udah gila yah, yang buat samudra jadi ilfil kan Luna juga, selama ini ga mau melayani samudra, bahkan suami sakit, Luna milih jalan-jalan ke Bali, sama selingkuhannya. yang urus samudra sampai sembuh ya senja sendiri. jadi jangan salahkan senja dong. ini samudra belum tahu istrinya selingkuh, kebayang kalau tahu, seperti apa reaksinya samudra
Ariany Sudjana
bagus samudra, jangan mau masuk dalam jebakan Luna, dia tidak mencintaimu, hanya ingin harta saja, dan sekarang dia butuh 500 JT itu. dan di hati Luna hanya ada Arjuna , pasangan selingkuhnya
Ariany Sudjana
Luna juga kan selingkuh, jadi maling jangan teriak maling dong
Ariany Sudjana
saya sih ga salahkan senja atau samudra yah, kalau Luna bisa menghormati samudra selaku suami, mungkin ga akan terjadi. tapi Luna juga malah selingkuh, belum tahu saja Luna, kalau dia juga hanya dimanfaatkan saja sama selingkuhannya
Ariany Sudjana
di rumah ada cctv kan? coba samudra lihat kelakuan Luna terhadap senja, kalau Luna pas di rumah
Ariany Sudjana
semoga saja Dewi bisa menemukan dengan siapa Luna di restoran itu, dasar Luna bodoh, belum sadar hanya dimanfaatkan sama Arjuna
Bunda SB: namanya juga cinta kak🤭
total 1 replies
Ariany Sudjana
samudra harusnya jujur sama mama kandungnya, jangan takut nanti irang tuanya akan membenci Luna. kan memang selama ini Luna yang ga mau punya anak? kalau memang nanti orang tuanya samudra jadi benci sama Luna, ya itu urusan Luna
Ariany Sudjana
semoga samudra bisa melindungi senja, karena Luna begitu jahat dan licik, dan kalau Luna tahu apa yang terjadi selama dia di Bali, pasti senja akan disiksa habis sama Luna
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!