Anggara, seorang pimpinan Montana Group. Duda beranak satu, menjerat Lisa yang merupakan seorang office girls di perusahaannya. Ia menjadikan Lisa sebagai tameng agar para wanita tidak mendekat dan merayunya.
Pria yang dulu begitu hangat, seketika menjadi sangat dingin pasca kehilangan istri pertamanya, ia bersumpah tidak akan menikah lagi. Tapi bagaimana, jika Tiara putri kecilnya menginginkan kehangatan seorang ibu? Apa Lisa bisa menjadi ibu sambung bagi Tiara? Atau hanya sebagai ibu dan istri pajangan bagi Anggara?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria Kutub
Hot Duda Bagian 34
Oleh Sept
Anggara duduk dengan sorot mata yang tajam, ia sedang memperhatikan Samuel mantan kekasih Adinda yang sedang berbicara dengan pengacaranya. Dua orang itu kini sedang berada di dalam kantor polisi. Wajah Anggara lebam, bibirnya juga robek, tapi masih mendingan. Karena kondisi Samuel jauh lebih parah. Keduanya terlihat baku hantamm di sebuah restaurant.
Ayah dari Tiara itu tidak terima dengan permintaan Samuel yang tiba-tiba ingin tes DNA dengan putrinya. Harga dirinya sebagai seorang suami, ayah, dan sebagai pria sangat merasa terusik. Permintaan Samuel tidak bisa Anggara terima, makanya perkelahian tidak bisa terhindarkan lagi.
Sekarang keduanya harus berurusan dengan pihak yang berwajiib, saling melapor karena sama-sama tidak terima. Hingga pengacara Samuel tiba, dan Anggara sedang menunggu Rio serta kuasa hukumnya.
Beberapa saat kemudian.
Tap tap tap ...
"Pak Angga!"
Rio datang dengan panik, wajah bosnya sudah babak belur. Sedangkan lusa akan menikah. Dalam kepala Rio malah tidak memikirkan siapa pelakunya, malah fokus dengan hari pernikahan yang akan berlangsung sebentar lagi.
Kemudian disusul dengan pengacara yang berjalan di belakang Rio. Berbeda dengan Rio, sang pengacara langsung duduk dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Anggara tidak banyak bicara, ia hanya mengatakan intinya saja. Itu saja sudah cukup bagi sang pengacara.
"Baik, semuanya akan saya bereskan, Pak!" ucap pengacara dengan yakin.
"Jika dia masih mengatakan omong kosong seperti DNA, jebloskan dia ke penjara!" ujar Anggara kembali emosional.
"Tenang, Pak ... tenang!" Rio mengambil air meneral kemudian memberikan pada Anggara. Tapi dengan ketus Anggara menepisnya. Pria itu sedang jengkel karena bertatap mata dengan Samuel.
Setelah memberikan keterangan, Anggara bisa langsung pulang. Begitu juga dengan Samuel. Urusan akan ditangani pengacara masing-masing.
***
Anggara kini pulang diantar oleh Rio. Sepanjang jalan pria itu masih terlihat gusar.
"Pak ... bagaimana kalau pak Samuel tetep bersikeras untuk mengajukan tes DNA?"
"Sumpal mulutnya!" cetus Anggara gusar.
Rio menelan ludah, ini sangat sensitive dan sepertinya ia akan membahas dengan pengacara saja. Dari pada dia menjadi korban api kemarahan Anggara. Sampai rumah, Rio sama sekali tidak bertanya lagi, begitu mengantar Anggara, ia pun langsung pulang.
***
Kediaman Anggara
Sampai rumah, art dan babysitter terlihat terkejut ketika mendapati sang bos wajahnya lebam.
"Tuan mau saya ambilkan kotak P3K?" tawar bibi yang melihat wajah Anggara tidak seperti biasanya.
Anggara menggeleng, kemudian memilih masuk ke kamar bayi. Di sana ditatapnya Tiara yang sudah terlelap.
'Manusia sampahhh!' umpatnya kesal saat mengingat wajah Samuel.
Anggara kemudian mengusap selimut Tiara motiv strawberry. Bagaimana bisa ada yang mengklaim putrinya? Hanya pria gilaa yang tiba-tiba datang kemudian minta tes DNA.
Marah, kesal, cemburu, Anggara meremassss guling kecil yang ada di depannya. Rasanya ia belum puas menghajar Samuel. Pria kurang ajar yang masih mengejar-ngejar Adinda padahal sudah putus sangat lama.
***
Ketika Anggara harus bergelut dengan pikiran yang berkecamuk, ada juga yang tidak jauh berbeda, di salah satu ruangan di rumah sakit. Lisa sedang duduk menunggu Marwah yang sudah bisa diajak komunikasi.
Sejak tadi Lisa bercerita banyak hal, mengatakan Marwah harus cepat sembuh. Karena gadis itu harus sekolah lagi, dan mengatakan sesuatu yang membuat Marwah merasa senang. Yaitu kabar pernikahan sang kakak, meskipun dia mungkin tidak bisa hadir.
"Kamu senang kan, Wa? Mbak mau nikah sama pria kaya," canda Lisa yang menutupi kesedihan di hatinya.
Marwah lantas mengangguk, kemudian tersenyum sedikit sekali. Karena wajahnya masih diperban.
"Ya sudah, kamu sekarang istirahat. Mbak juga mau tidur. Cepet sembuh ya, Wa."
Lisa menatap sayang pada adiknya, meski berat, ia harus tetap terlihat kuat di mata keluarganya.
***
Hari H
Pagi ini adalah hari pernikahan yang sudah mereka sepakati. Untuk menghindar dari nyonya Claudia, Anggara melakukan pernikahan di sebuah tempat yang private. Pagi-pagi ia sudah meminta Rio menjemput calon pengantin. Lisa masih pakai baju biasa. Semuanya sudah disiapkan di tempat acara.
"Lis, kok mendadak? Ayah pikir nunggu adik sama ibumu ... minimal pulang dari rumah sakit," ucap pak Harun.
Lisa mulai memutar otak, mencari alasan yang masuk akal. Tapi tetap saja tidak ia temukan.
"Kamu gak hamil kan, Lis?"
Lisa menggeleng keras. "Nggak, Yah!"
"Mari, Pak," sela Rio yang sudah siap menjemput keduanya.
Obrolan mereka pun berlanjut di dalam kendaraan roda empat tersebut.
"Lalu kenapa buru-buru?"
"Buru-buru apa, Pak?" sahut Rio.
"Ini ... kok nikahnya mendadak?" ucap pak Harun.
"Ehem ... tidak mendadak Pak, kan pak Anggara sudah ada rasa lama sama Lisa."
Lisa langsung melotot, bisa-bisanya pak Rio berbohong.
"Oh ... begitu ya?" ucap pak Harun polos.
"Benar, Pak. Iya kan, Lisa?" tanya Rio minta dukungan dalam kebohongannya barusan.
Lisa yang tertegun langsung mengangguk. Dan dari situ pak Harun tidak bertanya-tanya lagi. Sampai mereka tiba di sebuah villa.
Begitu tiba, Rio langsung membawa Lisa masuk ke sebuah ruangan.
"Ini baju kebayanya. Semoga pas, dan ini nona Helen, dia akan membantu kamu untuk siap-siap ... Nona Helen, mohon kerjas samanya."
"Baik, Pak Rio."
Rio kemudian keluar, yang akan menikah adalah Anggara, tapi ia yang harus repot mengurus ini itu, tanpa jasa EO. Karena semua harus rahasia.
Kini ia akan melapor pada Anggara yang sudah terlihat duduk dengan pak Harun. Pak Harun terlihat berbicara, tapi Anggara hanya mengangguk saja.
"Semuanya sudah beres, Pak. Tinggal menunggu mempelai wanita saja," ucap Rio yang melapor pada sang bos.
Anggara hanya mengangguk, masih dingin, masih seperti kulkas 2 pintu.
***
Beberapa saat kemudian.
Semuanya benar-benar sudah siap, sudah duduk di ruang tamu. Tinggal Lisa yang belum hadir, padahal Anggara sudah menatap jam berkali-kali. Rasanya ia ingin acara ini celap selesai.
Tap tap tap
Terdengar derap langkah dari belakang, semua menoleh menatap calon mempelai wanita yang berjalan pelan karena kebaya yang ia kenakan membuat langkahnya jadi pendek.
Lisa berjalan sambil menundukkan wajah, pak Harun terlihat bahagia melihat putrinya, meskipun sedikit sedih, karena terasa banyak yang kurang. Harusnya semua keluarga berkumpul, tapi ya sudah. Semua karena keadaan.
Begitu juga Rio, bibirnya menggembang mengulas senyum, melihat Lisa yang terlihat cantik sempurna. Lalu bagaimana dengan Anggara? Dia satu-satunya pria yang sama sekali enggan menatap sang mempelai wanita. Saat semua orang melihat Lisa, Anggara jadi satu-satunya pria dalam ruangan itu yang cuek, masih dingin sedingin kutub utara.
BERSAMBUNG
Ehem ... mas Duda, disumpahi banyak orang jadi super bucin lohhh ntarrr .... Jangan bikin pilekkk karena aksi dinginmu.
IG Sept_September2020
Fb Sept September
Yukkk, kenalan sama otor gabut. Hehehe