"Usia itu hanya perihal angka. Meskipun gue lebih muda daripada lo, selama bisa bikin lo bahagia, kenapa nggak jadi pacar gue aja?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Laksa duduk bersama Rezza. Semilir angin yang bertiup dari mulut hutan, memberikan kesejukan. Kronologi peristiwa semalam telah disampaikan, seharusnya Laksa tak lagi disalahkan.
"Gue mewakili anak-anak OSIS, terutama Bian, mau minta maaf karena udah merugikan lo selama beberapa minggu ke belakang."
Setelah tak ada pembicaraan lain—Laksa juga enggan basa-basi dengan Reza— ia segera melesat ke kamar mandi. Semoga saja antrian tidak mengular seperti tadi pagi.
Di tengah jalan, Laksa bertemu dengan Bian. Ketimbang memperhatikan, atau setidaknya melayangkan tatapan tajam, Laksa justru berlalu mumpung ada kamar mandi kosong. Ia tak ingin mendendam, sungguh. Tapi kalau harus membicarakan peristiwa yang sama selama berulang-ulang, baginya itu memuakkan.
Senja mulai redup, digantikan gelap petang yang menyambut dengan gagah. Obrolan-obrolan kecil mulai terdengar ramai, entah karena perihal kompor portabel yang tidak mau menyala, atau sekedar berebut alat makan seolah mereka baru saja didera kelaparan panjang.
"Abel?"
Tanpa menoleh, Abel menjawab dengan mulut penuh. "Kita obrolin setelah kemping selesai. Gue nggak mau melewati malam ini dengan obrolan yang nggak perlu."
Bian terpaksa mengalah. Sejak insiden tadi pagi, semua orang seperti terlihat memusuhinya. Meskipun tak ada ujaran berlebihan, tapi kebanyakan dari mereka memang terang-terangan menjaga jarak.
"Dito, Dito, tolong ambilin air, To."
"Gue bukan babu lo elah. Mau berapa toren?"
"Lo kata apaan minumnya sampai butuh bertoren-toren? Satu gelas aja cukup, kalau dua anak mah itu program KB."
Beberapa orang tergelak, Rezza jadi salah satunya.
"Kalau udah bisa lawak begini, biasanya udah sembuh nih."
"Iyalah orang dipinjemin jaket sama ayang makanya langsung baikan. Kalau lo, kan, bisanya nyuruh minum air anget doang," ejek Chandra.
"Mana iya lagi," sahut Chicha, "betapa nggak beruntungnya cewek yang jadi pacarnya Rezza nanti. Kembung-kembung dah tuh tiap datang bulan disuruh minum air anget mulu."
"Gitu-gitu, Rezza paling jos jis kalau diajak karaoke di jalan. Mau lagu korea, lagu barat, sampai dangdut koplo juga tariiiiiiiik maaaang."
"Widih, gue suka nih kalau ada yang bela kayak gini." Abel kontan mengulurkan telapak tangan untuk melakukan tos ala-ala. "Habis ini kumpul sama anak gugus masing-masing buat diskusi terkait pensi. Misal dari OSIS ada yang mau ikut tampil, gue persilakan."
"Katanya lo pengen disawer, Za?" ejek Evan.
"Emang. Tapi khusus menerima duit biru sama merah."
"Yeuu itu mah ngerampok namanya."
"Yang tampil tuh masing-masing gugus, 'kan?"
"Iyeee. Kalau mau masing-masing kelompok, tukang sound-nya juga sampe keder karena harus ngeladenin 30 kelompok." Dito segera bangkit setelah makan malamnya habis. "Gue duluan, ya, Bel. Ketemu di perempatan deket pohon beringin. Kita hihihihi sampai besok pagi."
"Lo kata gue kunti??"
Masing-masing gugus mulai membentuk koloni kecil dengan jumlah keseluruhan dua belas. Yang jadi obrolan mereka bukan hanya perihal pentas seni, melainkan banyak obrolan lain yang jauh lebih menyenangkan juga. Saat ini, Abel tengah duduk di samping Laksa, tapi alih-alih menggoda, ia justru serius berunding dengan anak-anak lainnya.
"Ayo dong! Masa dari 39 biji manusia ini nggak ada satupun yang mau pamer keterampilan? Jangan malu-malu gitu lah, kayak sama siapa aja."
"Denger-denger, lo ikut ekskul musik, Kak. Daripada paksa kami, kayaknya lo aja deh yang tampil buat mewakili gugus kita. Gue lebih kepengen bobok daripada pamer keahlian yang kata lo aji mumpung itu," sahut Clarista.
"Ah, lo mah karena pengen romantis-romantisan sama Raka doang makanya ngomong kayak gitu."
"Ehehehe."
"Cieeee~"
"Lo pacarnya Raka, Cla?" Dipa geleng-geleng dengan wajah dramatis. "Betapa nggak beruntungnya si pangeran es anak PMR itu. Masa cowok sekalem dia dapetnya kuda lumping kayak lo?"
"Peletnya masih manjur aja sih, Dip, makanya Raka masih kecintaan sampai sekarang," sahut Dwiki.
"Enak aja pelet-peletan segala. Gue udah pacaran sama Raka sejak SMP kali, fyi aja dia yang ngejar-ngejar gue duluan."
"Karena lo pelet, 'kan?" sahut Dipa lagi.
"Emang susah ngobrol sama jelmaan sedotan jelly."
"Ahaha, sedotan jelly." Abi tertawa terpingkal-pingkal.
"Diem lo, tusuk gigi."
Alhasil semua orang tertawa karenanya. Di tengah hiruk-pikuk itu, Abel meletakkan hotpack ke atas telapak tangan Laksa, jaga-jaga agar ia tidak membeku seperti tadi malam.
"Syuuuuut! Michie mau ngomong."
"Mau ngomong apa, Princess?"
Anggara kontan menepuk pundak Bintang. "Ngomong princess-nya biasa aja kali jangan pake jatuh cinta segala. Mata lo tuh ada lope-lopenya."
"Orang nggak berkepentingan dilarang kasih pendapat."
"Mau ngomong apa, Michie?" sambung Abel.
"Daripada sibuk tunjak-tunjuk, suruh Abi sama Laksa aja, Kak. Suara mereka bagus tau. Michie pernah lihat coveran mereka beberapa kali. Udah di-approve mama juga, jadi bisa dipastikan kualitasnya."
Abel kontan melirik Laksa saat Abi terang-terangan protes.
"Ya, elah gue mulu yang ditunjuk-tunjuk. Dipa noh pinter bagoyang. Kalau dia yang maju, kita sawer rame-rame. Hoooobaaaah~"
"Oh, ternyata lo biduan manjalita aiaia?" Clarista kontan menelengkan kepala, "pantesan tiap deket sama lo bawaannya mau nyawer mulu, biduan papan penggilesan ternyata."
"Udah lah, suruh Laksa sama Abi aja. Nanti pada kabur semua kalau gue yang tampil. Udah ada yang menjanjikan begini, ngapain masih cari yang lain?"
"Berarti fix Abi sama Laksa nih?" ulang Dito.
"Kalau mau sama temen lo juga nggak apa-apa, gue malah seneng karena bisa lihat drama Turki," sahut Abi.
"Tugas gue malam ini cuma menikmati penampilan Laksa. Diskusinya udah selesai, 'kan? Gue pinjem Laksa sebentar, ya?"
"Orang mah kalau kemping jelajah medan, Bel. Lo doang yang pacaran terus."
"Iri aja lo biduan!"
Abel mengajak Laksa pergi, membawanya pada area yang tidak dijamah oleh gugus lain. Mulanya, Laksa tak mau duduk sampai Abel menariknya cukup kencang, tapi tau sendiri Laksa lebih besar daripada si hebring itu.
"Balikin gelang gue."
"Ngobrol dulu."
"Tiga menit udah berjalan."
Abel sempat mengamati Laksa sebelum mengusap sudut bibirnya yang terluka. "Maaf, ya, karena udah nyusahin lo selama ini, tapi boleh nggak jangan minta gue buat jauh-jauh dari lo?"
"Urusan lo apa?"
"Nggak ada. Gue cuma suka deket-deket lo aja."
"Nggak jelas."
Abel menarik lengan kiri Laksa, membantunya memakai gelang sebelum menyandarkan dahi ke bagian dada. "Gue bersyukur lo yang nolong gue tadi malam. Makasih, ya?"
Ketika Abel memeluk dengan erat, Laksa tak bisa mengatakan apa-apa.
Sial kenapa gue jadi deg-degan begini?
bikin deh deg deg gtu😂🤗
baper emak Thor, baper.....
laksaaaaa oh laksaaaa....
aku padamu pokoknya🤭😂
tanggung jawab, bikin cengar cengir aja kalian bedua nich....
gemessss, padahal mah emak2 udah diri ini, tp baca laksa sm Abel berasa balik jd abgeh lagi😂😂
tp dah bikin diriku cengar cengir guling2.... 🤭🤣
gk kuat sm gombalannya gembel...
laksa mah so cool, aslinya cengar cengir guling2 dalam hati.... 🤣🤣
kayak flashback ke jaman putih abu2 lagi pas bacanya.....
bagus ceritanya🤗
dingin dingin nya si laksa ini kayak es krim, bikin meleleh..... 🤣🤣🤭🤭🤗🤗