NovelToon NovelToon
Bisikan Hati

Bisikan Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Matabatin / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: DessertChocoRi

Terkadang orang tidak paham dengan perbedaan anugerah dan kutukan. Sebuah kutukan yang nyatanya anugerah itu membuat seorang Mauryn menjalani masa kecil yang kelam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DessertChocoRi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab- 33 Fasilitas di Balik Kabut

Kabut semakin tebal saat mereka mendekati bangunan itu. Dinding beton berlumut menjulang di hadapan mereka, retak di sana-sini seperti tubuh tua yang hampir roboh. Di sekelilingnya tumbuh tanaman liar, melilit pagar besi yang bengkok. Udara berbau lembap, bercampur karat dan debu masa lalu.

Mauryn menggigil bukan karena dingin, melainkan karena firasat. Ada sesuatu di tempat ini yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan.

Dia bisa mendengar bisikan samar di dalam kepalanya bukan milik Revan atau Daren, tapi suara-suara asing, berat, terputus-putus.

“Jangan masuk…”

“Terlambat…”

“Kamu sudah dipanggil…”

Ia menelan ludah, mencoba mengabaikan suara-suara itu.

“Daren,” suara Revan memecah hening, rendah namun penuh kewaspadaan.

“Kamu yakin ini jalan samping yang aman?”

Daren menatap dinding sisi timur bangunan itu, lalu menunjuk ke arah pintu logam yang setengah tersembunyi oleh semak.

“Itu. Dulu kami menggunakannya untuk keluar diam-diam. Tapi…” ia menatap sekeliling, suaranya mengecil.

“…aku tidak tahu apakah masih aman.”

Revan menatapnya lama.

“Kamu dulu di sini sebagai apa, Daren?”

Daren menelan ludah.

“Sebagai penjaga. Aku tidak pernah tahu seluruh rahasianya. Tapi aku pernah dengar nama ayahmu disebut. Mereka menyebutnya… ‘Proyek Lama.’”

“Proyek Lama? Apa maksudmu?” Mauryn menatapnya cepat.

Daren membuka mulut, tapi sebelum sempat menjawab, suara dentuman logam terdengar dari arah lain keras dan bergetar. Revan langsung menarik Mauryn ke belakang, tubuhnya refleks melindungi.

“Diam.” suaranya nyaris tak terdengar.

Suara langkah kaki berat mendekat dari arah depan bangunan. Dua… tiga… mungkin empat orang. Dari balik kabut, terlihat kilatan senjata.

“Mereka di sini,” bisik Revan.

Mauryn menahan napas, merasakan ketegangan yang menjerat tenggorokannya. Revan memberi isyarat dengan jari, dan mereka bertiga bergerak diam-diam ke arah pintu logam samping yang ditunjuk Daren.

Daren mendorongnya perlahan, dan pintu itu terbuka dengan bunyi berdecit panjang. Revan mendorong mereka masuk duluan, lalu menutup pintu dari dalam.

Begitu berada di dalam, udara berubah drastis. Gelap, lembap, dan berbau besi tua. Cahaya dari senter kecil di tangan Revan menembus kabut tipis di dalam lorong.

“Tempat ini…” Mauryn menatap sekeliling.

“Seperti ruang bawah tanah.”

“Memang,” jawab Daren pelan.

“Bangunan ini punya dua tingkat bawah tanah. Yang paling bawah dipakai untuk eksperimen.”

“Eksperimen apa?” Revan menatapnya cepat.

Daren tidak langsung menjawab. Bahunya menegang.

“Yang melibatkan orang-orang seperti ayahmu.”

Keheningan turun seperti beban. Mauryn ingin bertanya, tapi langkah kaki dari luar terdengar lagi, kali ini diikuti oleh suara pintu lain yang dibuka dengan paksa.

“Cepat,” desis Revan.

“Ke bawah.”

Mereka bergerak menuruni tangga sempit yang berkarat. Setiap langkah menimbulkan bunyi renyah logam, seakan tangga itu sudah terlalu lama menanggung rahasia.

Di bawah, lorong bercabang dua. Cahaya senter menyorot dinding yang dipenuhi bekas tulisan samar dan angka-angka. Sebagian tertulis,

“SUBJEK 14-A”

“INGATAN – UJI FASE 3”.

“Apa yang mereka lakukan di sini…?” Mauryn merinding.

Daren menunduk, suaranya gemetar.

“Mereka… menguji batas kemampuan manusia. Ada yang punya kekuatan bawaan seperti kamu, ada yang dipaksa memilikinya. Banyak yang mati.”

Mauryn menutup mulutnya, shock.

“Ayahku… dia bagian dari ini?”

“Dia salah satu ilmuwan. Tapi setelah… sesuatu terjadi, dia hilang. Mereka bilang dia berkhianat.”

“Sesuatu terjadi?” Revan menatap Daren tajam.

Daren mengangguk perlahan.

“Satu eksperimen lepas kendali. Subjeknya… perempuan. Mereka bilang dia hancur dari dalam, dan semua sistem di lantai bawah rusak total. Sejak saat itu, ayahmu menghilang.”

Mauryn menunduk, napasnya memburu. Ia berusaha memahami, tapi suara-suara di kepalanya semakin keras semakin dekat.

“Kamu datang akhirnya…”

“Dia menunggumu di ruang bawah…”

“Mauryn, ada apa?” Revan menyadari wajahnya pucat.

“Aku mendengar mereka lagi. Tapi… sekarang lebih jelas.” Ia memegangi kepala.

“Suara siapa?”

“Orang-orang yang… mati di sini.”

Hening panjang. Daren memandangnya dengan mata membesar, tubuhnya mundur setapak.

“Kamu… kamu bisa mendengar mereka bahkan di tempat ini?”

Mauryn mengangguk pelan.

“Mereka tak pergi. Mereka terjebak.”

Suara langkah lain terdengar dari ujung lorong, kali ini jelas, cepat. Revan langsung menarik Mauryn dan Daren ke balik dinding rusak. Dua bayangan muncul di ujung sana, membawa senjata dan senter.

“Cari mereka! Mereka pasti ke arah bawah!” terdengar suara keras.

Revan mengisyaratkan agar mereka tetap diam. Napas mereka nyaris serempak, pendek dan berat. Saat langkah musuh makin dekat, Mauryn menatap Revan, matanya bergetar.

Revan berbisik nyaris tanpa suara

“Percayakan punggungmu padaku.”

Ia mengangguk pelan.

Saat dua orang itu lewat, Revan bergerak cepat secepat kilat. Pisau di tangannya berkilau, satu pukulan ke leher, satu tendangan ke dada. Tubuh pertama jatuh tanpa suara, yang kedua mencoba berteriak tapi Mauryn sudah menutup mulutnya dari belakang.

Tubuh itu terkulai. Daren menatap dengan ngeri.

“Kamu… membunuh mereka.”

Revan hanya menjawab datar

“Kalau tidak, mereka yang akan membunuh kita.”

Mauryn menatap tubuh di lantai, lalu berbisik pelan,

“Mereka takut… mereka tak tahu apa yang sebenarnya mereka jaga.”

“Apa maksudmu?” Revan menoleh.

Mauryn menatap dinding di ujung lorong, matanya berkaca-kaca.

“Salah satu dari mereka… berpikir tentang ayahku. Tentang ruangan tempat dia disembunyikan.”

“Di mana?” Revan mendekat cepat.

Mauryn mengangkat tangannya, menunjuk ke arah lorong gelap di sebelah kanan.

“Di bawah sana. Tapi… ada sesuatu yang aneh.”

Daren menggigit bibirnya.

“Itu jalur lama. Tak ada yang berani ke sana lagi. Mereka bilang ruangan itu ‘terkutuk.’”

Revan menatapnya dingin.

“Kita tidak punya pilihan lain.”

Mauryn menatap kegelapan itu lama, lalu mengangguk pelan.

“Kalau ayahku ada di sana… aku harus melihatnya sendiri.”

Revan memegang bahunya sebentar.

“Apa pun yang kita temukan nanti, jangan kehilangan kendali.”

Mauryn menatap balik, matanya teguh.

“Aku sudah melewati terlalu banyak untuk berhenti sekarang.”

Dan dengan langkah perlahan, mereka bertiga menyusuri lorong menuju kegelapan itu di mana suara-suara samar semakin keras, dan rahasia masa lalu mulai bergetar, siap menelan siapa pun yang berani menyingkapnya.

Bersambung…

Jangan lupa Like, Komen dan Vote yah teman-teman semua..

1
Estella🍂
aku mampir Thor semangat nulisnya💪
Syalala💋 ig: @DessertChocoRi: Terimakasih udah mampir kak 😊
total 1 replies
Anonymous
Semangat thor
Syalala💋 ig: @DessertChocoRi: Hai hai.. terimakasih sudah mampir, tunggu update selanjutnya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!