Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 32 : Butik L'vouge
Malam itu, di meja makan keluarga arkatama terasa lenggang. Para pelayan menyiapkan berbagai hidangan seperti biasa, tak lama tuan abiyasa datang.
Seperti biasa laki-laki paruh baya itu selalu terlihat berwibawa dan tenang. Baru akan mendudukkan bokongnya di kursi, dia terkejut ketika menyapu kan pandangan ada yang kurang dari anggota keluarga nya.
"Di mana Aria? kenapa dia tidak ikut makan malam? " tanya tuan abiyasa, suaranya terdengar tegas.
Nyonya tania juga menyadari ketidakhadiran sang putri, meskipun ibu rumah tangga tapi dia adalah seorang wanita karir, kesibukannya di lalui dengan menjadi seorang dokter kandungan, itu sebabnya ia tak bisa selalu nya mengawasi pertumbuhan anak- anaknya.
"Iya Aria tak ada. Ya sudah, coba mama panggilkan di kamarnya. "
"Tunggu ma. " Rayyan tiba-tiba menahan. "Aria memang tidak ada, dia ijin untuk menginap malam ini di rumah temannya. "
Tuan abiyasa meletakkan sendoknya kembali yang baru saja ia pegang, wajahnya mengeras. "Menginap? kenapa papa tidak tahu? "
Rayyan menjawab dengan nada sedikit sensi. "Aria menginap di rumah temannya juga untuk belajar kerja kelompok pah, dia sudah ijin juga kok. "
"Ijin pada siapa? kepadamu? kenapa tidak ijin langsung pada papa?" suara tuan abiyasa juga sudah mulai meradang.
Karena bukan sekali dua kali Aria seperti ini. Aria itu mempunyai fisik yang lemah dan selalu drop, itu sebabnya tuan abiyasa overprotective kepada putrinya itu.
Nyonya Tania, yang duduk di samping suaminya, segera menenangkan. "Sabarlah, Pa. Mungkin Aria sudah mengirim pesan padamu tapi kamu tidak sempat membacanya." Ia menoleh pada Rayyan. "Rayyan, coba jelaskan pada Papa."
Rayyan mendengus. "Ya ampun, pah. Aria sudah jujur padaku, tidak mungkin kan dia berbohong? Aria bukan 'anak' itu yang suka keluyuran gak jelas. "
Areksa yang mengerti ucapan Rayyan, menatap tajam. "Siapa yang kamu maksud, Ray? "
Rayyan hanya merotasi matanya, malas. Dia tahu belakangan ini kakaknya itu sudah mulai melunak pada kanaya.
Entah mantra apa yang dikasih gadis itu. Tapi jangan harap ia juga akan terkena sihirnya!
"Sudahlah, intinya Aria juga kan sudah bilang dengan jujur jika ada kerja kelompok dan tugas praktik yang harus dia selesaikan, yang jemput juga teman- teman cewek semua. Jadi aman, pah. "
"Tapi tetap saja, dia harus meminta ijin dulu pada papah! papa merasa tidak di anggap sebagai kepala keluarga, apa Aria tidak menganggap papa ada hingga dia hanya ijin melalui mu? "
"Sudahlah, Pa," Nyonya Tania berkata dengan lembut. "Mungkin dia takut mengganggu Papa. Nanti biar Mama yang tegur Aria. Yang penting dia kan menginap untuk hal baik, bukan untuk hal yang tidak-tidak."
Mendengar ucapan Nyonya Tania, Tuan Abiyasa akhirnya sedikit tenang. Ia menghela napas, pandangannya tertuju pada satu kursi lagi yang kosong. "Kanaya... kenapa dia juga tidak ikut makan malam? "
Javier, yang sejak tadi hanya diam, mengangkat kepalanya. Ia menatap Papanya dengan heran. "Pa, bukannya Kanaya sudah lama tidak pernah ikut makan malam bersama kita?"
Seketika, seluruh ruangan menjadi hening. Tuan Abiyasa, Nyonya Tania, Rayyan, dan Jendra terdiam. Mereka menyadari, ucapan Javier ada benarnya. Kanaya memang sudah lama tidak duduk bersama mereka di meja makan.
Sementara areksa hanya fokus pada makanannya. Ia sudah terlalu muak karena keluarganya tak juga sadar jika selama ini mereka telah berlaku tidak adil kepada Kanaya.
Tapi bagi Rayyan, Javier, dan Jendra biasa saja, justru hal yang bagus menurut mereka.
Tuan Abiyasa menunduk, ia merasa bersalah. "Papa merindukan makan malam keluarga yang lengkap. Rasanya... sudah lama sekali kita tidak berkumpul seperti dulu."
Semuanya terdiam, tak ada yang menjawab dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Meja makan yang awalnya akan terasa hangat, hanya terisi kesenyapan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu, di sebuah club malam yang bising, Aria tertawa lepas. Ia menenggak segelas cocktail yang baru saja di pesannya. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang menatapnya, dia hanya ingin bersenang-senang.
"Biarin aja Revan sama si Dhiendra itu," ucap Aria pada teman-temannya yang sedang menari. "Gue cuma butuh uang dan kesenangan. Cowok kayak mereka mah gampang."
Jessica, temannya, menoleh pada Aria. "Tapi lo yakin, Ri? Lo nggak takut ketahuan?"
Aria tertawa. "Ketahuan? Nggak akan. Gue udah bilang sama Papa kalau gue nginap di rumah lo,Jess buat kerja kelompok. Mereka nggak akan curiga. Lagian, gue udah kasih kalian uang, kan? Jadi, kalian harus tutup mulut."
Teman-temannya mengangguk setuju. Mereka tahu, uang yang diberikan Aria sangat banyak. Mereka tidak akan menolak.
Dengan menggelontorkan uang yang tak sedikit, gampang untuk nya menyamarkan idetintas untuk bisa masuk ke dalam club malam ini. Setiap dia ijin keluar, mengerjakan tugas hanyalah alasan dan bodohnya keluarga nya tak ada yang curiga dan selalu memberikan ijin padanya.
Tentu saja, karena dia adalah anak kesayangan.
Dalam hati, ia mentertawakan kebodohan keluarganya itu.
"Santai aja, Ri. Mereka nggak akan tahu," kata seorang temannya. "Malam ini kita pesta sampai pagi!"
Aria tersenyum puas. Ia merasa bebas. Jauh dari rumahnya yang penuh dengan peraturan, ia bisa menjadi dirinya sendiri. Ia bisa melakukan apa saja yang ia mau. Tanpa perlu takut akan dimarahi, tanpa perlu takut ketahuan.
...----------------...
Di sisi lain, setelah menghabiskan makan malam yang di bawakan mba Ratmi, Kanaya bersantai di kamarnya. Hari ini ia sudah mengerjakan PR lebih awal jadi punya lebih banyak waktu luang.
Ia membuka ponselnya, hanya sekedar ingin mengecek akun instagram tempat ia memposting rancangan bajunya.
Kali ini ada rancangan baru yang ia buat, detailnya lebih elegan dengan banyak pernak-pernik, kanaya sudah membayangkan akan sebagus apa jika di realisasi kan.
Saat ia hendak memposting rancangan barunya itu, sebuah notifikasi muncul. Sebuah pesan langsung dari sebuah butik ternama. Kanaya mengerutkan dahi, bingung. Ia membuka pesan itu.
(Selamat malam, writermoon. Kami dari butik L' vouge. Kami sangat tertarik dengan karya- karya mu. Apakah kamu bersedia bekerja sama dengan kami? kami sangat menantikan kolaborasi dengan mu. ) .
Kanaya tertegun, jantungnya berdebar kencang. Ia tidak percaya dengan apa yang ia baca. Butik L'vouge adalah butik ternama, impian semua desainer muda. Dan mereka menawarkan kerjasama dengan nya?
Apakah impiannya satu persatu mulai di wujudkan?
Mata kanaya berkaca- kaca. Ia merasa Tuhan telah memberkati kehidupan nya. Setelah ia hampir ingin menyerah dengan hidupnya tapi Tuhan membuka tidak hanya satu jalan untuk nya agar terus bangkit dan berusaha.
Ini adalah kesempatan emasnya, tidak akan ia sia- siakan.
Lantas ia mengetikkan balasan di sana.
(Selamat malam,L' vouge. saya merasa sangat bersemangat dan terhormat atas tawaran ini. Tentu, saya bersedia. Mohon beritahu saya apa langkah selanjutnya. Terimakasih banyak).
Kanaya membaringkan tubuhnya, menatap langit- langit kamar dengan senyum lebar. Ia tidak pernah merasa sebahagia ini.
***
penasaran rahasia besar ayah ny.. wkwk
semoga kebahagiaan menyertai mu nay