Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.
Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.
Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.
Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?
Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. BABAK PERTAMA DI MULAI.
Semua mata sontak tertuju pada Kania dan rekan-rekannya saat mereka kembali memasuki ruangan. Ruangan itu begitu luas, megah, dengan ukuran yang cukup untuk menampung ribuan orang
“Perwakilan dari perusahaan mana mereka? Kenapa aku baru melihatnya?” tanya seorang pria, suaranya dibuat pelan namun penuh rasa ingin tahu.
Pria di sampingnya yang sejak tadi tak melepaskan pandangan pada Kania dan timnya menjawab dengan nada meremehkan.
“Itu dari TERATAI Grup. Perusahaan kecil yang nyaris tak pernah terdengar namanya. Anehnya, mereka bisa sampai di tahap ini.”
Sontak saja pria itu terbahak, hingga membuat orang-orang di sekitarnya menoleh heran. Dengan cepat ia menutup mulut, berdeham, lalu berpura-pura tenang seolah tak terjadi apa-apa.
“Perusahaan mati itu? Sudah benar-benar hilang akal mereka? Berani bersaing dengan perusahaan yang jelas-jelas memiliki reputasi gemilang dan sudah lama berkecimpung di dunia proyek maupun bisnis.”
Bibirnya melengkung sinis, seolah tak percaya pada apa yang baru saja didengar.
Beberapa orang ikut terkekeh, seakan membenarkan kata-katanya. Namun di sisi lain, tatapan penuh meremehkan itu justru membuat Kania dan timnya semakin menegakkan kepala.
Kania mengepalkan tangan di balik baju kerjanya. Biar saja mereka menertawakan sekarang, batinnya. Nanti, biarlah hasil kerja yang menjawab semua keraguan mereka.
Dari arah depan, beberapa orang berjalan naik ke mimbar lalu duduk di kursi yang telah dipersiapkan. Tak lama kemudian, seorang pria melangkah maju dan mulai membacakan persyaratan serta kriteria perusahaan yang berhak mengikuti lomba.
Dari ratusan perusahaan yang mendaftar, hanya dua puluh yang berhasil lolos seleksi. TERATAI Grup lolos, meski berada di urutan paling akhir.
Begitu nama TERATAI Grup disebut, ruangan mendadak riuh. Beberapa peserta tampak saling pandang, sebagian lainnya tersenyum sinis.
“Pantas saja terakhir disebut. Perusahaan sekecil itu mana mungkin bisa bertahan sampai akhir lomba,” sahut pria gembul sambil terkekeh memegangi perut buncitnya.
Kania yang duduk di barisan tengah dapat merasakan jelas bagaimana mereka merendahkan TERATAI Grup. Namun, ia hanya tersenyum, senyum yang tenang, seolah ingin menunjukkan bahwa semua ejekan itu takkan mampu menggoyahkan langkahnya.
Di sisi lain, tim TERATAI Grup menahan napas, antara lega karena berhasil lolos, sekaligus tegang menghadapi ujian berikutnya.
Para peserta yang dinyatakan lolos kemudian diminta oleh moderator untuk naik ke mimbar, menyerahkan kembali berkas-berkas perusahaan, guna ditinjau ulang sebelum babak kedua dimulai.
Ketika giliran TERATAI Grup tiba, Kania menatap Mawar.
Mawar mengangguk, lalu bangkit dari tempat duduknya. Dengan langkah hati-hati, ia mengikuti jejak para peserta lain yang sudah lebih dulu menyerahkan berkas. Meski mendapat tatapan aneh dari beberapa arah, Mawar tetap melangkah mantap, menggenggam dokumen itu seakan sedang membawa harapan besar bagi TERATAI Grup.
Moderator menerima berkas dari setiap perwakilan perusahaan dengan sikap resmi. Namun, ketika giliran Mawar tiba, tatapan pria itu sempat berubah, seolah ragu dengan nama perusahaan yang tertera di sampul berkas.
“Perwakilan TERATAI Grup?” ucapnya setengah tak percaya. Bukan tanpa sebab,
semua perwakilan perusahaan di ruangan itu adalah pria, sementara hanya TERATAI Grup yang diwakili seorang perempuan.
Beberapa peserta yang masih duduk tersenyum mengejek, ada yang bahkan teriak lantang.
“Hanya formalitas saja, sebentar lagi juga tersingkir.”
Mawar menarik napas dalam, lalu menundukkan tubuh sedikit sebagai tanda hormat saat menyerahkan dokumen. Dengan suara tenang ia berkata.
“Semua berkas sudah lengkap, silakan diperiksa.”
Ketegasan suaranya membuat beberapa orang yang tadinya meremehkan justru terdiam sejenak. Kania yang memperhatikan dari kejauhan tersenyum tipis, ia tahu, keberanian kecil itu adalah awal dari sesuatu yang besar.
Semua perwakilan kemudian dipersilakan duduk kembali, menanti keputusan berikutnya, siapa saja di antara dua puluh peserta itu yang akan melaju ke putaran kedua.
Suasana ruangan mendadak hening. Hanya terdengar bisik-bisik kecil penuh tebak-tebakan dan degup jantung para peserta yang menanti nasib perusahaan mereka.
Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, akhirnya salah seorang juri berdiri. Dengan wajah serius, ia menyerahkan selembar kertas yang sudah ditandatangani oleh seluruh dewan juri kepada moderator untuk dibacakan di hadapan semua peserta.
Moderator menerima kertas itu dengan penuh wibawa. Ia menatap seisi ruangan sejenak, lalu menarik napas panjang sebelum membuka lembaran yang berisi daftar nama perusahaan yang berhak melangkah ke babak selanjutnya.
Moderator berdiri tegak di depan mimbar, kertas di tangannya tampak bergetar ringan saat ia membukanya. Semua mata tertuju kepadanya.
“Baiklah.....,dari dua puluh peserta yang telah menyerahkan berkas, setelah melalui peninjauan ulang dan keputusan dewan juri, hanya sepuluh perusahaan yang dinyatakan layak untuk melaju ke putaran kedua.”
Ruangan kembali dipenuhi bisik-bisik. Ada yang menelan ludah, ada pula yang menggenggam erat tangan rekan di sebelahnya.
Moderator mulai membacakan nama satu per satu.
“Peserta pertama yang lolos adalah… RAYMOND Group.”
Tepuk tangan terdengar dari sisi kanan ruangan. Perusahan yang di gadang-gadang akan menenangkan proyek itu.
“Selanjutnya, Matahari Jaya Corp.”
Beberapa orang tersenyum puas, sementara peserta lain semakin gelisah.
Satu demi satu nama terus disebut, hingga jumlahnya semakin mengerucut. Tersisa hanya satu kursi kosong dari sepuluh perusahaan terpilih. Semua peserta yang belum mendengar nama mereka menahan napas.
Moderator kembali menatap kertas, lalu mengangkat wajahnya ke arah hadirin.
“Dan perusahaan terakhir yang lolos ke putaran kedua adalah…”
Ia sengaja menghentikan ucapannya beberapa detik, menciptakan ketegangan yang membuat ruangan nyaris tanpa suara.
Moderator menunduk sejenak, lalu dengan suara lantang ia mengumumkan,
“Perusahaan terakhir yang lolos ke putaran kedua adalah… TERATAI Grup.”
Sejenak ruangan hening, namun tak lama kemudian terdengar gelombang cibiran lagi dari beberapa peserta di bawah.
“Tidak mungkin! Bagaimana bisa perusahaan kecil itu lolos?”
“Pasti hanya keberuntungan semata,” ujar yang lain sambil tertawa.
Suara tawa sinis bercampur dengan bisik-bisik penuh keraguan, membuat suasana menjadi riuh. Namun di tengah keributan itu, Kania dan timnya tetap menegakkan kepala.
Mawar menoleh sekilas pada Kania, matanya berkilat menahan emosi. Namun Kania hanya tersenyum tipis, lalu berbisik pelan.
“Biarkan mereka tertawa. Suatu saat, mereka akan berhenti sendiri ketika melihat hasil kerja kita.”
Kata-kata itu seketika menenangkan hati Mawar. Mereka tahu, lolosnya TERATAI Grup ke sepuluh besar bukanlah akhir, melainkan awal dari pembuktian yang sesungguhnya.
Suasana perlahan mereda, moderator kembali mengangkat tangannya memberi isyarat agar ruangan tenang.
“Selamat kepada sepuluh perusahaan yang berhasil lolos, Namun perlu diingat, perjalanan kalian belum selesai sampai di sini. Babak kedua akan segera dimulai, dan tantangan kali ini akan jauh lebih sulit daripada sebelumnya.”
Ia menunduk sebentar, membaca kertas di tangannya, lalu melanjutkan.
“Setiap perusahaan diwajibkan mempresentasikan konsep inovasi di hadapan dewan juri. Bukan hanya ide besar yang dinilai, tetapi juga detail strategi, kemampuan manajemen, hingga keberanian kalian untuk mempertahankannya di tengah pertanyaan-pertanyaan tajam para juri.”
Ruangan mendadak terasa lebih berat. Beberapa peserta tampak menegang, ada yang berbisik panik, dan ada pula yang menatap penuh percaya diri.
Kania menarik napas panjang. Ia melirik timnya, terutama Mawar, lalu berkata dengan suara rendah namun penuh keyakinan.
“Inilah saatnya. Kita buktikan kalau TERATAI Grup bukan sekadar nama terakhir di daftar.”
Mawar mengangguk mantap, semangatnya perlahan mengalahkan rasa gugup yang tadi sempat menguasai.
Moderator menutup pengumuman dengan suara tegas,
“Kesepuluh perusahaan yang lolos, silakan gunakan waktu istirahat ini untuk mempersiapkan diri. Susun strategi terbaik kalian, karena babak kedua akan segera dimulai.”
Satu per satu peserta meninggalkan ruangan. Beberapa tampak percaya diri, sebagian lagi berdiskusi penuh semangat, namun tak sedikit yang gelisah.
Kania melangkah keluar bersama tim TERATAI Grup. Begitu sampai di lorong, Mawar langsung menghela napas panjang.
“Syukurlah kita lolos, tapi… rasanya berat sekali. Mereka semua terlihat begitu siap.”
Kania menepuk lembut bahunya.
dan mengatakan justru karena mereka sudah siap, maka kita harus lebih siap lagi dari mereka. Kita tidak boleh memberi celah sedikit pun.
Tim kecil itu lalu mencari sudut ruangan yang agak sepi untuk berdiskusi. Berkas-berkas dibuka kembali, catatan-catatan strategi ditumpuk di meja, dan suara serius mulai terdengar.
“Fokus kita di bahan produk,” kata salah satu anggota.
“Bukan hanya bahan, tapi bagaimana kita bisa meyakinkan juri bahwa TERATAI Grup punya daya tahan, punya visi, dan pantas berdiri sejajar dengan perusahaan besar lainnya.”
Penuh keseriusan menyelimuti mereka. Semangat dalam tim TERATAI Grup perlahan menguat, mereka tahu inilah kesempatan emas untuk membuktikan diri.
apa perlu Kania pergi jauh dulu baru menyadari perasaan nya, kan selalu seperti itu penyesalan selalu datang terlambat aseekk..
tapi aku juga penasaran sama kanaya yng mirip Kania apakah mereka kakak adek?
akhirnya ada second lead aku harap si Bram liat interaksi Dirga sama Kania
jangan sampe nanti Tuan Bram menyesal klo Kania pergi.